PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perjalanan sitem
politik di Indonesia banyak bukti menunjukan bahwa UUD tidak dapat dijadikan
pegangan dalam sistem pilitik maupun penegakan hukum. Telah terjadi empat
periode pemerintahan masa Kemerdekaan (1945-1959), era Demokrasi Terpimpin
(1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998) dan era Reformasi (1998-Sekarang). Pada
saat kemerdekaan dulu berlaku tiga macam UUD(1945, RIS dan 1950) namun dalam
prosesnya sitem demokrasi dan hukum dapat ditegakan. Dekrit presiden 5 Juli
1959, UUD 1945 kembali berlaku dan dinyatakan penggunaan sistem Demokrasi
Terpimpin, namun yang berlaku sistem otoritarian (Hatta, Demokrasi Kita, 1960).
Kemudian beralih pada masa Demokrasi Orde Baru 1966. Rakyat dan pemerintah
bekerjasama menjalankan pemerintahan yang demokratis dan menegakan hukum dengan
semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan murni dan konsekuen”. Kemudian belangsung
Era Reformasi yang diawali perubahan mendadak dari sistem politik otoriter ke
sistem demokrasi. Pada saat pergantian kepemimpinan di bawah presiden BJ
Habibie, sistem demokrasi berubah 180 derajat. Kebebasan membentuk partai
politik, Lembaga-lembaga perwakilan bebas berbicara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
terjadinya Demokrasi Liberal di Indonesia itu berlangsung sampai berakhirnya
Demokrasi Liberal?
2. Apa
yang melatar belakangi berlangsungnya Demokrasi Liberal?
3. Bagaimana
proses Demokrasi Terpimpin belangsung di Indonesia sampai berakhirnya Demokrasi
Terpimpin?
4. Apa
yamg melatarbelakangi munculnya Demokrasi Terpimpin?
5. Bagaimana proses Reformasi belangsung di
Indonesia sampai Fberakhirnya masa Reformasi?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya
makalah ini untuk memberikan pemahaman kepada para pembaca mengenai proses
pergantian sitem politik di Indonesia. Hingga para pembaca mengerti dan
memahami proses dan gejala yang ada dalam didalamnya.
1.4 Manfaat Penulisan
Diharapkan makalah ini
dapat bermanfaat bagi para mahasiswa atau pembaca tentang proses pergantian
sistem politik di Indonesia.
1.5
Sistematika Penulisan
Bab I berisikan pendahuluan, pada bab
ini menjelaskan latar belakang masalah, tujuan masalah, rumusan masalah, serta
sistematika perumusan masalah.
Bab II menjelaskan mengenai isi dari materi
yang menjelaskan bagaimana politik di Indonesia dari Demokrasi Liberal samapai
pada Masa Reformasi.
Bab III berisikan penutup yang berisikan
kesimpulan, saran dan juda daftar pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
Seperti yang kita ketahui dalam perkembangan sejarah
Indonesia bahwa negara Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan sistem
demokrasi. Diharapkan hal ini bisa mewujudkan demokrasi berbau indonesia meski
konsep dasar mengadopsi teori demokrasi luar. Berikut ini adalah salah satu analisis
dialektik-historis pada penerapan demokrasi di Indonesia.
II.1.
Demokrasi Liberal
A. Sejarah
munculnya Demokrasi Liberal
Setelah dibubarkannya RIS, sejak
tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh
sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal.
Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan
Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga bernafaskan liberal.
Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh suatu
dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan
bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Sistem politik pada masa demokrasi
liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, karena dalam
sistem kepartaian menganut sistem multi partai.
Demokrasi Liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam
kenyataanya rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sisten Demoktasi
Liberal tidak cocok dan tidak sesuai dengan. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden
Soekarno mengumumkan dekrit mengenai pembubaranKonstituante dan berlakunya
kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950 karena dianggap tidak cocok
dengan kedaan ketatanegaraan Indonesia.
B. Pelaksanaan Pemerintahan
1. Bidang Politik
Tahun 1950 sampai dengan tahun 1959
merupakan masa berjayanya partai-partai politik pada pemerintahan Indonesia.
Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik terkuat
mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam
DPR, dan dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti
memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinetnya sebagai
berikut;
a. Kabinet Natsir (6 September 1950 -
21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan
Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi
yang dipimpin oleh partai Masyumi. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di
mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena
tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini kuat formasinya di mana tokoh –
tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono
IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:
1. Menggiatkan usaha keamanan
dan ketentraman.
2. Mencapai konsolidasi dan
menyempurnakan susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi
Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan
memperkuat ekonomi rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian
masalah Irian Barat.
Kendala yang
dihadapi oleh cabinet inin yaitu dalam memperjuangkan Irian Barat dan Belanda
mengalami kebuntuan, terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah Indonesia,
seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Keberhasilan Kabinet Natsir adanya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk
pertama kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Berakhirnya
kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut
pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap
peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan
Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan
memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
b. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3
April 1952)
Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada
presiden, presiden menunjuk Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur, namun gagal,
sehingga ia mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28
hari (28 Maret-18 April 1951).Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik
Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan
berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal
dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh
Soekiman.
Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:
1.Menjamin keamanan dan ketentraman
2.Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum
agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
3.Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4.Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta
memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
5. Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang
pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan
penyelesaian pertikaian buruh.
Terjadi
perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program
menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan ketentraman. Kendala/Masalah yang dihadapi oleh kabinet
ini yaitu adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia
Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian
bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia
berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat
pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan
kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar
politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok
barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat. Adanya
krisis moral yaitu korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan
kegemaran akan barang-barang mewah. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik
karena kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa
Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan
terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden karena adanya
pertentangan dari Masyumi dan PNI.
c. KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3
Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden
Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M
asyumi ) menjadi formatur, namun gagal.Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI
sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet
baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga bernama kabinet Wilopo.
Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:
1. Program dalam negeri
: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR,
dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan
pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri : Penyelesaian
masalah hubungan Indonesia-Belanda,Pengembalian Irian Barat ke pangkuan
Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Banyak sekali kendala yang muncul antara lain sebagai
berikut; adanya kondisi krisis ekonomi, terjadi defisit kas negara, munculnya
gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa, terjadi
peristiwa 17 Oktober 1952 yang menempatkan TNI sebagai alat sipil, munculnya masalah
intern dalam TNI sendiri. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang
menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di
Sulawesi Selatan.Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli), peristiwa Tanjung Morawa merupakan
peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai
persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).Akibat peristiwa Tanjung
Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap
kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden
pada tanggal 2 Juni 1953.
d. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12
Agustus 1955)
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk
pada tanggal 31 juli 1953. Kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak
dari berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru
NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai
Indonesia Raya PIR).
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:
1. Meningkatkan
keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.
2. Pembebasan
Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan
politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian
Pertikaian politik.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali
Sastroamijoyo I yaitu; Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen
yang akan diselenggarakan pada 29 September 1955, menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika
tahun 1955 dan memiliki pengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan
perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa Asia – Afrika dan juga membawa akibat
yang lain, seperti :
a. Berkurangnya ketegangan dunia.
b. Australia dan Amerika mulai
berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di negaranya.
c. Belanda mulai repot menghadapi
blok afro- asia di PBB, karena belanda masih bertahan di Irian Barat.
Kendala/
Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12
Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin
Harahap. Burhanuddin Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk
oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:
1.Mengembalikan
kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan
masyarakat kepada pemerintah.
2.Melaksanakan
pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat
terbentuknya parlemen baru
3.Masalah
desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4.Perjuangan
pengembalian Irian Barat
5.Politik
Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet
Burhanuddin Harahapyaitu;
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
f.
KABINET
ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali
Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk kabinet
baru
pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu
PNI, Masyumi, dan NU.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program
jangka panjang, sebagai berikut.
1.
Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan
daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3.
Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4.
Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan
perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan
rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
·
Pembatalan
KMB
·
Pemulihan
keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif
·
Melaksanakan
keputusan KAA.
Hasil atau
prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah kabinet
ini mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian
KMB. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. Berkobarnya
semangat anti Cina di masyarakat. Muncul pergolakan / kekacauan di daerah yang
semakin menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan
militer Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya. Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan
masalah baru khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Timbulnya
perpecahan antara Masyumi dan PNI. Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi
membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada
presiden.
G. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli
1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet
yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Dipimpin
oleh Ir.Juanda. Program pokok dari Kabinet Djuanda adalah Programnya disebut
Panca Karya yaitu:
·
Membentuk
Dewan Nasional
·
Normalisasi
keadaan RI
·
Melancarkan
pelaksanaan Pembatalan KMB
·
Perjuangan
pengembalian Irian Jaya
·
Mempergiat/mempercepat
proses Pembangunan
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai
oleh Kabinet Djuanda yaitu.
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya, terjadi peristiwa Cikini. Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai daerah. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin meningkat. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya, terjadi peristiwa Cikini. Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
C. Bidang Ekonomi
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah
sebagai berikut;
·
Setelah
pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan
dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah
dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
·
Defisit
yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 miliar
·
Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor
terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan
ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
·
Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di
buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.
·
Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai
yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi
nasional.
·
Belum
memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga
ahli dan dana yang diperlukan secara memadai
·
Situasi keamanan dalam negeri yang tidak
menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di
berbagai daerah di wilayah Indonesia.
·
Tidak
stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah
untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
·
Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan
program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan,
sementara program baru mulai dirancang.
·
Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Kelebihan
dari pelaksanaan Demokrasi Liberal sebagai berikut;
a) Menyelenggarakan Konferensi
Asia-Afrika tahun 1955.
b) Penyelenggaraan pemilu untuk yang
pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia secara demokratis pada 29
September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih
konstituante).
c) Pembatalan seluruh perjanjian KMB. KMB
d) Indonesia dapat mengatur kembali
batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda
e) Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
f)
Masa
ini bisa dikatakan sebagai masa paling demokratis selama republik ini berdiri.
Kegagalan
dari pelaksanaan Demokrasi Liberal yaitu;
·
Instabilitas
Negara karena terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini menjadikan
pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian Indonesia sering
jatuh dan terinflasi.
·
Timbul
berbagai masalah keamanan
·
Sering
terjadi konflik dengan pihak militer seperti pada peristwa 17 Oktober 1952.
·
Memudarnya
kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akibat lemahnya sistem pemerintahan.
·
Sering
terjadi konflik antar partai politik dalam pemerintahan untuk mendapatkan
kekuasaan.
·
Praktik
korupsi meluas.
·
Kesejahteraan
rakyat terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada pengembangan bidang
politik bukan pada ekonomi.
D. Akhir Masa Demokrasi Liberal di
Indonesia.
Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam
keadaan darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami
kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga Negara Indinesia tidak
memiliki pijakan hukum yang mantap. Kegagalan konstituante disebabkan karena
masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya saja tanpa
mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Masalah utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan dasar negara.
Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante. Sekelompok
partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok partai
lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar negara. Pemungutan suara
dilakukan 3 kali dan hasilnya yaitu suara yang setuju selalu lebih banyak dari
suara yang menolak kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang
dari dua pertiga. Hal ini menjadi masalah karena masih belum memenuhi syarat. Dengan
kegagalan konstituante mengambil suatu keputusan, maka sebagian aanggotanya
menyatakan tidak akan menghadiri siding konstituante lagi. Sampai tahun 1959
Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan UUD baru. Keadaan itu semakin
mengguncang situasi politik Indonesia saat itu.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut;
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut;
·
Pembubaran
Konstituante.
·
Berlakunya
kembali UUD 1945.
·
Tidak
berlakunya UUDS 1950.
·
Pembentukan
MPRS dan DPAS.
Setelah
keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950,
maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi
di Indonesia.
II.2.
Demokrasi Terpimpin
Semula demokrasi ini di
maksudkan untuk menangani masalah-masalah yang ada, tetapi kemudian berkembang
menjadi alat kekuasaan ekstra-konstitusional. Konsep demokrasi terpimpin
soekarno di anggap sebagai rumusan polotik baru bagi bentuk pemerintahan yang
lebih otoriter. Menurut Adnan buyung nasution dalam bukunya yang berjudul “Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di
Indonesia”(2001:301), bahwa demokrasi terpimpin bukan konsep yang siap
pakai atau yang mempunyai definisi yang jelas. Pada awalnya, konsep tersebut
hanya merupakan ide Presiden Soekarno yang luas dan kabur, yang kemungkinan besar
dimaksudkan untuk menangani masalah-masalah yang semakain bertumpuk yang
dihadapi Negara yang pemerintahannya masih sedang dirumuskan oleh Konstituante.
Dengan berjalannya waktu konsep tersebut berubah menjadi konsep politik yang
sama sekali berbeda, yang dimaksudkan untuk meruntuhkan konsep pemerintahan
parlimenter. Demokrasi Terpimpin ini sebagian besar ditentukan oleh
peristiwa-peristiwa sosial-politik yang terjadi antara tahun 1956 dan Juli
1959. Demokrasi Terpimpin dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama , dari bulan
Februari 1957 hingga Juli 1958 dan mencakup perkembangan seajak muncul samapai
berakhirnya pemberontakan daerah. Tahap kedua, dari bulan Juli 1958 sampai
November 1958, ketika diusahakan perumuasan dasar Demokrasi Terpimpin. Dalam tahap
ini pertentangan antara pendukung dan penentang menjadi jelas. Tahap ketiga,
dari bulan November 1958 hingga Juli 1959 ketika demokrasi terpimpin memasuki
tahap pelaksanaan melalui jalan kembali ke UUD 1945 dan perubahan seluruh
sistem politik, dalam tahap ini Angkatan Darat memainkan perananan yang
menentukan. Latar
belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
-
Dari
segi keamanan nasional: Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.
-
Dari
segi perekonomian : Sering terjadinya
pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal menyebabkan program-program yang
dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan
ekonomi tersendat.
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD
1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa politik yang
mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959, akhirnya mendorong Presiden Soekarno
untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang
membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno
pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka,
mengumumkan Dekrit Presiden.
Dekrit yang
dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan
sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu sangat
menantikan kehidupan negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan
hanya berasal dari sambutan yang hangat dari sebagian besar rakyat Indonesia,
tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara
lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden. Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden. Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno.
Penetapan Presiden (Penpres) adalah
senjata Soekarno yang paling ampuh untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya
menghalangi jalannya revolusi yang hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin
yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli Indonesia dan lebih baik
dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih
mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan Perwakilan Rakyat
hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-partai
pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat
dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga
dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9
partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula. Dalam
penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada
satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai
Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga
kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk
mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi
terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan. PKI di bawah
pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa dengan intensif
dan segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian
progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar
pada akhir periode Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga
juta orang anggota ditambah 17 juta pengikut yang menjadi antek-antek
organisasi pendukungnya, sehingga di negara non-komunis, PKI merupakan partai
terbesar.
Seperti yang
telah disebutkan di atas, partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin
mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran tersebut pada umumnya dilakukan
dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada
tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut menyangkut persyaratan partai,
sebagai berikut:
- Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila.
- Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk
mewujudkan cita-cita politiknya.
- Menerima bantuan luar negeri hanya seizin
pemerintah.
- Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang
terbesar paling sedikit di seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah
cabang-cabang itu harus sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah daerah
tingkat II seluruh wilayah Republik Indonesia.
- Presiden berhak menyelidiki administrasi dan
keuangan partai.
- Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya
diarahkan untuk merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak
mengutuk anggotanya partai, yang membantu pemberontakan.
Sampai dengan
tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi prasyarat di
atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang diakui adalah PNI,
NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI.
Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya PSII Abikusno,
Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi
Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No. 440 tahun 1961 telah pula diakui
Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).
II.3. Masa Reformasi
Dalam sejarahnya, Indonesia telah mencatat sebanyak tiga
fase pemerintahan. Atau yang lebih kita kenal dengan era Orde Lama yaitu masa
kepemimpinan Ir. Soekarno dari sejak kemedakaan Indonesia, era Orde Baru yaitu
masa kepemimpinan Jendral H Muhammad Soeharto yang manggantikan presiden Ir
Soekarno, dan yang terakhir adalah era yang disebut-sebut dengan Reformasi,
yaitu masa yang dimulai dari lengsernya Presiden Soeharto dari kursi presiden
setelah menjabat sejak tahun 1968-1998. Pada era Reformasi seluruh sistem
pemerintahan di Orde Lama yang tidak sesuai dengan rakyat Indonesia telah
dirubah. Seperti pemerintahan yang bertajukkan kekuatan militer, tidak adanya
kebebasan pers dan berpendapat, sistem DPR-MPR yang tidak berjalan sehingga
aspirasi rakyat tidak secara penuh tersampaikan, adanya pemerintahan yang
korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan dibungkamnya sistem oposisi terhadap
pemerintahan, semuanya telah berubah sejak era reformasi. Setelah Orde Baru
bisa dilumpuhkan dengan kekuatan mahasiswa, di Indonesia mulai membuka lembaran
baru. Tuntutan terhadap reformasi pemerintahan ini tentu saja dari
ketidakpuasan rakyat dengan pemerintah sebelumnya. yang paling mendesak ketika
itu adalah tuntutan pemulihan perekonomian negara saat terjadinya krisis
moneter. Tuntutan itu akhirnya dapat terwujud dengan pengunduran diri Presiden
Soeharto dari kursi pemerintahan pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian
digantikan oleh BJ. Habibie. Meskipun sempat terjadi penolakan dari sebagian
mahasiswa dengan dipilihnya BJ. Habibie sebagai presiden yang menggantikan
Soeharto dengan dalih BJ. Habibie juga bagian dari rezim Orde Baru, tapi
pelantikan presiden BJ Habibie tetap dilaksanakan. Dalam masa pemerintahn B.J Habibie
telah terwujud kebebasan pers, berpendapat maupun berpolitik layaknya air
terjun yang mengalir deras. Dengan adanya reformasi, paling tidak kita telah
bisa bernafas lega setelah dikekang kebebasan kita di masa Orde Baru. Suara
rakyat yang dulunya tidak dapat tersampaikan di DPR, sekarang sudah benar-benar
terwakilkan. Bahkan kita bisa menuntut suara tersebut. Pers yang dulunya tidak
dapat bergerak bebas, sekarang sudah dapat memuat berita apa saja dengan bebasnya.
Kelompok oposisi yang dulunya diharamkan, sekarang sudah berani berkoar-koar
mengkritiki kinerja pemerintah. Bahkan budayawan dan seniman pun dipersilahkan
mengkritik pemerintah, kalau memang ada ketidakberesan dalam pemerintahan.
Kondisi bangsa dan rakyat di era Reformasi
Lebih dari 10 tahun
sudah reformasi berjalan. Tentu ada kemajuan yang dicapai, namun juga pastinya
ada kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki. Ada sisi positif dari
reformasi, juga ada sisi negatifnya. Tapi yang perlu menjadi bahan evaluasi
adalah kekurangan-kekurangan tersebut, meskipun tidak mengesampingkan sisi
positifnya. Harga BBM sempat terombang-ambing. Korupsi juga masih merajalela.
Nuansa perpolitkan semakin mencekam. Banyak terjadi bentrokan yang tak berarti
yang terjadi selama Pilkada ataupun Pemilu. Belum lagi bentrokan antar kelompok
dan golongan. Masalah kemiskinan, meskipun program Pemerintah untuk menangani
masalah ini sudah cukup banyak yang terealisasikan seperti BLT (Bantuan
Langsung Tunai) dan BOS (Bantuan Oprasional Sekolah), namun ternyata itu masih
belum mampu menurunkan angka kemiskinan yang signifikan. Berkenaan dengan
pendidikan, Indonesia masih menyimpan sekitar 15,04 jiwa yang buta huruf.
Berdasarkan laporan di tahun 2005, Indonesia menempati nomor urut 111 dari 177
negara. sejak
jatuhnya perekonomian di era Orde Baru, kita masih belum dapat bangkit meski
sudah di era reformasi. Bahkan kondisi tersebut kian terancam memburuk saat
terjadinya krisis finansial Amerika Serikat yang berimbas kepada krisis finansial
global. Dampak dari itu semua, banyak pengusah-pengusaha yang bangkrut. Dan
banyak juga terjadi PHK besar-besaran yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan. Dan juga bangsa Indonesia mempunyai banyak hutang luar
negeri yang setiap tahunnya meningkat Untuk dapat membayar utang sebesar itu
tentunya membutuhkan kebijakan yang besar pula, salah satunya dari Pajak
Investor dan Eksport. Untuk mendapatkan Pajak Investor yang besar tentunya
Pemerintah harus banyak mengundang Investor dan memberikan kemudahan-kemudahan
bagi mereka supaya mereka dapat menanamkan modalnya di indonesia. Sehinggga
apabila Investor tumbuh maka nilai eksport juga akan meningkat.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dalam perkembangan Demokrasi
Indonesia, Indonesia sudah mengalami beberapa kali pergantian sistem politik
dan pemimpin. Namun dengan sejalannya demokrasi itu Indonesia sampai saat ini
masih saja belum menemukan sistem Demokrasi yang tepat. Banyak permasalahan
yang datang dalam pencarian sistem Indonesia maupun jiwa para pemimpinnya.
III.2 Saran
Entah mengapa sampai saat ini Indonesia masih tertinnggal
oleh negara lain, tapi patut kita ketahui bahwa perubahan itu tidak ada dengan
sendirinya. Kita sebagai rakyat Indonesia lah yang harus memulai perubahan itu.
Dimulai dari penetapan sistem politik yang benar-benar tepat dan juga para anak
bangsa yang harus memperbaharuinya dengan perubahan yang membawa Indonesia
maju.
Daftar Pustaka
Nasution, Adnan Buyung. (2001). Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di
Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959 (second ed.). Jakarta; Grafiti.
Crouch,
Herbert, (2001). Militer & Politik di Indonesia, Jakarta: Sinar
Harapan.
Karim,
Rusli. (1993). Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret
Pasang-Surut, Jakarta: Rajawali Pers.
Marwati
Djoened Poesponegoro dkk (1993). Sejarah Nasional Indonesia jilid VI,
Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka.
Mantap gan..ijin sedot http://www.masdim.id
ReplyDeleteThanks gan
ReplyDelete