BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bimbingan dan
Konseling merupakan suatu istilah yang mungkin sudah tidak lagi asing kita
dengar khususnya Bimbingan dan Konseling yang berkaitan dengan dunia
pendidikan. Di Indonesia sendiri, layanan bimbingan dan konseling sudah
dibicarakan sejak tahun 1962 dan memasuki kurikulum pendidikan Indonesia dengan
sebutan Bimbingan dan Penyuluhan (BP) pada kurikulum 1984 dan berganti menjadi
Bimbingan dan Konseling pada Kurikulum 1994 sampai sekarang.
Secara
Etimologis, Bimbingan dan Konseling terdiri dari dua kata, yakni “Bimbingan”
yang berasal dari kata bahasa Inggris, “guidance” dan “Konseling” yang
merupakan adopsi dari kata “counseling”. Walaupun terdiri dari dua kata yang
berbeda, tetapi dalam praktiknya kedua kata dalam kegiatan ini tidak dapat
terpisahkan dan saling berkaitan satu sama lain.
Bimbingan dan
Konseling sendiri sebenarnya merupakan suatu keterpaduan dengan definisi
pendidikan pada umumnya. Pelayanan Bimbingan dan Konseling merupakan pelayanan
yang juga memiliki tujuan yang sama dengan pendidikan, yakni untuk
mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dalam dunia
pendidikan, pelayanan Bimbingan dan konseling idealnya tidak hanya dimiliki
oleh guru khusus saja, melainkan suatu kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh
guru sebagai tenaga pendidik.
Makalah ini
mecoba menyajikan konsep-konsep dasar berkenaan dengan Bimbingan dan Konseling,
khususnya yang berkaitan dalam dunia pendidikan yang mencakup definisi atau
pengertian dari Bimbingan dan konseling baik secara terpisah maupun dalam suatu
keterpaduan, Tujuan bimbingan dan konseling, fungsi bimbingan dan konseling,
prinsip bimbingan dan konseling, asas-asas bimbingan dan konseling, serta
landasan Bimbingan dan konseling.
1.2
Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang penulisan di atas, penulis mengambil rumusan masalah yang akan
di bahas berupa:
·
Apa pengertian dari
Bimbingan dan konseling?
·
Apa Tujuan diadakannya
pelayanan bimbingan dan konseling?
·
Apa fungsi bimbingan
dan konseling?
·
Apa saja prinsip
bimbingan dan konseling?
·
Apa yang menjadi
asas-asas bimbingan dan konseling?
·
Apa landasan pelayanan
Bimbingan dan konseling?
1.3
Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk:
·
Mengetahui pengertian
dari bimbingan dan konseling
·
Mengetahui Tujuan
diadakannya pelayanan bimbingan dan konseling
·
Mengetahui fungsi
bimbingan dan konseling
·
Mengetahui prinsip
bimbingan dan konseling
·
Mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling
·
Mengetahui landasan pelayanan
Bimbingan dan konseling
1.4
Sistematika penulisan
Penulis membagi
menjadi tiga bab dalam penulisan makalah ini, bab I Pendahuluan yang berisikan
Latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan serta sistematika
penulisan; Bab II Pembahasan yang memuat pengertian Bimbingan dan konseling,
Tujuan Bimbingan dan Konseling, Fungsi bimbingan dan konseling, prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling, asas bimbingan dan konseling serta landasan bimbingan
dan konseling; dan Bab III berupa penutup yang memuat Simpulan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Secara
Etimologis, Bimbingan dan Konseling terdiri dari dua kata, yakni “Bimbingan”
yang berasal dari kata bahasa Inggris, “guidance” dan “Konseling” yang
merupakan adopsi dari kata “counseling”. Walaupun terdiri dari dua kata yang
berbeda, tetapi dalam praktiknya kedua kata dalam kegiatan ini tidak dapat
terpisahkan dan saling berkaitan satu sama lain. Berikut ini akan kami uraikan
mengenai pengertian secara terpisah antara kedua konsep tadi
a.
Pengertian Bimbingan
Bimbingan yang
merupakan terjemahan dari kata “guidance” berasal dari kata guide yang memiliki
artian (a) menunjukkan jalan (showing
the way), (b) memimpin (leading),
(c) memberikan petunjuk (giving
instruction), (d) mengatur (regulating),
(e) mengarahkan (governing), dan (f)
memberi nasihat (giving advice) (Winkel:1991 dalam Tohirin, 2007:16).
Wardati dan Mohammad Jauhar mendefinisikan Bimbingan secara umum sebagai sebuah
usaha untuk membantu orang dalam memahami dirinya sendiri dan dunia tentang
dirinya, atau sebagai sebuah usaha untuk mencapai realisasi-diri maksimal bagi
individu (Wardati dan Mohammad Jauhar, 2011:18). Lebih lanjut dijelaskan
mengenai definisi bimbingan dengan menggunakan empat elemen kunci, yakni:
·
Bimbingan melibatkan bantuan,
yang berarti pembimbing sama sekali tidak ikut menentukan pilihan atau
keputusan dari orang yang dibimbingnya dan lebih menekankan pada pemberian
peranan individu ke arah tujuan yang sesuai dengan potensinya.
·
Bimbingan
dipersonalisasikan
·
Bimbingan berusaha
meningkatkan pemahaman diri
·
Bimbingan berusaha
meningkatkan pemahaman terhadap orang lain
Sedangkan,
jika dikaitkan dengan proses perkembangan individu yang dibimbing, maka dapat
dipahami bahwa bimbingan berarti:
·
Bimbingan merupakan
suatu proses yang berkelanjutan
·
Bimbingan merupakan
proses membantu individu
·
Bantuan yang diberikan
adalah kepada setiap individu yang memerlukannya di dalam proses
perkembangannya
·
Bantuan atau
pertolongan yang diberikan adalah agar individu dapat mengembangkan dirinya
secara optimal sesuai dengan kapasitas potensinya
·
Tujuan bimbingan adalah
agar individu dapat berkembang secara optimal sesuai lingkungannya
·
Untuk mencapai tujuan
bimbingan seperti disebutkan diatas, diperlukan berbagai pendekatan dan teknik
serta media atau alat pemberian bantuan (instrumentasi BK)
·
Proses bimbingan
hendaknya mencerminkan suasana asuh
·
Bantuan dalam arti
bimbingan dilaksanakan oleh personal yang memiliki keahlian dan pengalaman
khusus dalam bidang bimbingan (Tohirin, 2007:18-29).
Jika dikaitkan
dengan konteks Bimbingan di sekolah dan madrasah, Hamalik (1992) menyatakan
bahwa bimbingan di sekolah merupakan aspek program pendidikan yang berkenan
dengan bantuan terhadap para siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi
yang dihadapinya dan untuk merencanakan masa depannya sesuai dengan minat,
kemampuan dan kebutuhan sosialnya.
Secara akronim,
Tohirin (2007) memaknai bimbingan sebagai
B (Bantuan)
I (Individu)
M (Mandiri)
B (Bahan)
I (Interaksi)
N (Nasihat)
G (Gagasan)
A (Asuhan)
N (Norma)
“BIMBINGAN bisa
berarti: bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu
yang dibimbing mencapai kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan,
melalui interaksi dan pemberian nasihat serta gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan
norma-norma yang berlaku”
b.
Pengertian Konseling
Konseling
merupakan terjemahan dari kata Counseling yang berasal dari kata Counsel yang
berarti Nasehat (to obtain counsel), anjuran (to give counsel), dan pembicaraan
(to tak counsel). Konseling merupakan bagian integral dari bimbingan yang juga
merupakan salah satu teknik dalam bimbingan.
Berikut ini
definisi mengenai Konseling berdasarkan pendapat para ahli:
1.
Mortensen (1964 dalam
Tohirin, 2007: 22) menyatakan bahwa konseling merupakan proses hubungan
antarpribadi dimana orang yang satu membantu yang lainnya untuk meningkatkan
pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya.
2.
American Personnel and
Guidance Association (APGA) mendefinisikan konseling sebagai suatu hubunga
antara seorang yang terlatih secara profesional dan individu yang memerlukan
bantuan yang berkaitan dengan kecemasan biasa atau konflik pengambilan
keputusan.
Secara akronim,
Tohirin pun menyatakan makna dari Konseling, yakni:
K (Kontak)
O (Orang)
N (Menangani)
S (masalah)
E (Expert atau ahli)
L (Laras)
I (Integrasi)
N (Norma)
G (Guna)
“KONSELING
bisa berarti: kontak atau hubungan timbul balik antara dua orang (konselor dan
klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam
suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk
tujuan yang berguna bagi klien”
Secara
terintegrasi dari kedua definisi Bimbingan dan Konseling di atas, Tohirin
merumuskan pengertian Bimbingan dan Konseling secara terintegrasi sebagai
“Bimbingan
dan Konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh
pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka
atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan
atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan
masalahnya sendiri. Atau proses pemberian bantuan atau pertolongan yang
sistematis dari pembimbing (konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan
tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah
konseli sehingga konseli mampu melihat masalah sendiri, mampu menerima dirinya
sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalah yang
dihadapinya.”
c. Kekeliruan dalam Pemaknaan Bimbingan dan Konseling
Menurut
Prayitno dan Erman Amti (1999 dalam Tohirin, 2007) terdapat beberapa kesalahan
dalam memahami Bimbingan dan Konseling, di antaranya:
1.
Bimbingan dan
Konseling disamakan saja dengan atau
dipisahkan sama sekali dari pendidikan. Terdapat dua pendapat berkaitan dengan
pelaksanaan layanan Bimbingan dan Konseling. Yang pertama, pendapat yang
menyatakan bahwa Bimbingan dan Konseling sama saja dengan pendidikan. Sedangkan
pendapat yang kedua menyatakan bahwa pelayanan Bimbingan dan Konseling harus
benar-benar dilaksanakan secara khusus oleh tenaga yang benar-benar ahli dalam
bidang Bimbingan dan Konseling, artinya secara nyata dibedakan dari praktik
pendidikan atau pengajaran sehari-hari.
2.
Guru pembimbing atau
konselor di sekolah dan madrasah dianggap sebagai polisi sekolah.
3.
Bimbingan dan konseling
dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasehat
4.
Bimbingan dan konseling
dibatasi pada hanya menangani masalah yang bersifat insidental
5.
Bimbingan dan konseling
dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja
6.
Bimbingan dan konseling
melayani orang sakit dan atau kurang normal
7.
Bimbingan dan konseling
bekerja sendiri
8.
Konselor harus aktif
dan pihak lain pasif
9.
Pekerjaan Bimbingan dan
konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
10.
Pelayanan bimbingan dan
konseling berpusat pada keluhan pertama saja
11.
Menyamakan pekerjaan
bimbingan dan konseling dengan pekerjaan atau psikiater
12.
Menganggap hasil
pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera dilihat
13.
Menyamaratakan cara
pemecahan masalah bagi semua klien
14.
Pelayanan bimbingan dan
konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja
15.
Memusatkan usaha
bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumen bimbingan dan
konseling.
2.2
Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan pelayanan
bimbingan dan konseling agar individu (konseli) mampu memahami dan
mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Dengan demikian pelaksanaan bimbingan dan konseling tidak saja berfokus pada layanan bagi seluruh
individu tetapi juga pada seluruh aspek kehidupannya. Artinya mulai usia dini
(taman kanak-kanak) sampai dengan usia remaja (SMA/SMK) harus mengetahui,
memahami dan dapat bekerja dalam tiga area kehidupan mereka, yaitu kehidupan:
(1) pribadi-sosial, (2) akademik, dan (3) karirnya. Titik berat pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling adalah meraih kesuksesan bagi setiap individu,
artinya individu tidak hanya dimotivasi, didorong dan siap untuk belajar
pengetahuan sekolah , tetapi pelayanan bimbingan dan konseling hendaknya
membantu seluruh individu agar sukses berprestasi di sekolah dan kehidupannya
lebih berkembang serta mampu memberkan kontribusi bagi kehidupan masyarakat
disekitarnya.
Karena itu secara
umum tujuan pelaksanaan bimbingan dan konseling agar individu dapat:
1)
Memahami dan menerima
diri secara obyektif dan konstruktif, baik yang berkait dengan keunggulan
maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis;
2) Memahami
tentang kondisi, tuntutan dan irama kehidupan lingkungan yang pluktuatif antara
yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, serta mampu meresponnya secara
positif sesuai dengan norma pribadi, social, dan ajaran agama yang dianut;
3) Merencanakan
aktivitas penyelesaian studi, perencanaan karir, serta kehidupannya di masa
yang akan datang;
4) Mengembangkan
seluruh potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kekuatan lingkungan secara
optimal;
5) Menyesuaikan
diri, baik dengan tuntutan lingkungan pendidikan, masyarakan, pekerjaan, serta agama
yang dianut;
6)
Mengatasi hambatan dan
kesulitan yang dihadapinya dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan
pendidikan, masyarakat, pekerjaan, maupun dalam penghambaan kepada tuhan-Nya.
Sebagaimana
dikemukakan dia atas pelaksanaan bimbingan dan konseling bertujuan untuk
membantu individu agar dapat mencapai tujuan-tujuan seluruh aspek perkembangan
dan kehidupannya meliputi: (1) pribadi-sosial, (2) akademik, dan (3) karirnya,
maka secara khusus tujuan masing-masing aspek tersebut dikemukakan sebagai
berikut.
a. Pada
aspek pribadi-sosial, agar individu:
1) Memahami
tentang kondisi, tuntutan dan irama kehidupan lingkungan yang pluktuatif antara
yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, serta mampu meresponnya secara
positif sesuai dengan norma pribadi, sosial, dan ajaran agama yang dianut;
2) Memiliki
komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai keimanan dan ketakwaan kepada tuhan
yang mahaesa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pertemanan, sekolah,
tempat bekerja maupun kehidupan masyarakat pada umunnya;
3) Memiliki sikap toleransi terhadap orang lain
dan saling menghormati dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing;
4) Sikap
respek terhadap orang lain, menghormati dan menghargai orang lain, serta tidak
melecehkan martabat dan harga diri orang lain;
5) Memiliki
pemahaman dan penerimaan diri secara positif, obyektif dan konstruktif, baik
yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan , baik fisik maupun psikis;
6) Memiliki
kemampuan melakukan pilihan dan membuat keputusan secara sehat dan efektif:
7) Memiliki
kemampuan berikteraksi social (human relasionsif) yang diwujudkan dalam bentuk
hubungan persaudaraan, persahabatan, atau silaturahim dengan sesama manusia;
8) Memiliki
kemampuan interpersonal, baik dalam menyelesaikan konflik yang bersifat
internal maupun dengan orang lain.
b. Pada
aspek akademik, agar individu :
1) Memahami
tentang kondisi, tuntutan dan irama kehidupan lingkungan akademik secara
positif, serta mampu meresponnya dengan penyesuaian diri secara positif sesuai
dengan norma pribadi, social, dan ajaran agama yang dianut;
2) Memiliki
komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai keimanan dan ketakwaan kepada tuhan
yang mahaesa, dalam kehidupan akademik atau sekolah;
3) Memiliki
sikap toleransi terhadap orang atau peserta didik lain dan saling menghormati
dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing sebagai peserta didik;
4) Sikap
respek terhadap prestasi peserta didik lain, menghormati dan menghargai peserta
didik lain, serta tidak melecehkan martabat dan harga dirinya;
5) Memiliki
pemahaman dan penerimaan diri secara positif, obyektif konstruktif, baik yang
berkaitan dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun spikis;
6) Memiliki
kemampuan melakukan pilihan dan membuat keputusan secara sehat dan efektif
dalam keberlanjutan kehidupan akademiknya;
7) Memiliki
kemampuan berikteraksi social (human relasionsif) yang diwujudkan dalam bentuk
hubungan persaudaraan, persahabatan, atau silaturahim dengan sesama peserta
didik;
8) Memiliki
kemampuan interpersonal dan keterampilan akdemik yang efektif dalam memecahkan
masalah akademik, baik yang bersifat internal maupun dengan orang lain.
c. Pada
aspek karir, agar individu memiliki:
1) Memahami
tentang kondisi, tuntutan dan irama kehidupan lingkungan pekerjaan secara
positif, sertamampu meresponnya dengan penyesuaian diri secara positif sesuai
dengan norma pribadi, lingkungan pekerjaan, dan ajaran agama yang dianut;
2) Memiliki
komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai keimanan dan ketakwaan kepada tuhan
yang mahaesa,dalam dunia kerja dan karirnya;
3) Memiliki sikap toleransi terhadap pekerja lain
dan saling menghormati dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing sebagai
pekerja;
4) Sikap
respek terhadap prestasi pekerja lain, menghormati dan menghargai pekerja lain,
serta tidak melecehkan martabat dan harga dirinya;
5) Memiliki
pemahaman dan penerimaan diri secara positif, obyektif dan konstruktif, terkait
dengan tuntutan , tantangan dan peluang pekerjaan;
6) Memiliki
kemampuan melakukan piihan dan membuat keputusan secara sehat dan efektif dalam
keberlanjutan kehidupan karirinya;
7) Memiliki
kemampuan berikteraksi social (human relasionsif) yang diwujudkan dalam bentuk
hubungan persaudaraan, persahabatan, atau silaturahim dengan sesama pekerja;
8)
Memiliki kemampuan
interpersonal dan keterampilan kerja yang efektif dalam memecahkan masalah
pekerjaan, baik yang bersifat internal maupun dengan orang lain.
2.3
Fungsi Bimbingan dan Konseling
Pada dasarnya
pelayanan dalam Bimbingan dan Konseling mengemban sejumlah fungsi yang harus
dipenuhi. Adapun fungsi Bimbingan dan Konseling yang dimaksud antara lain:
1.
Fungsi Pemahaman
Fungsi
Pemahaman merupakan fungsi Bimbingan dan Konseling yang bertujuan untuk
membantu peserta didik dalam menghasilkan suatu pemahaman terhadap dirinya
dalam mengembangkan potensi serta memahami lingkungannya. Sehingga peserta
didik diharapkan mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya secara
optimal, dan juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan secara dinamis dan
konstruktif.
Adapun
dalam pemahaman itu sendiri meliputi:
a. Pemahaman
tentang diri peserta didik, hal ini berkenan dengan bagaimana peserta didik
dapat memahami dirinya sendiri serta dapat mengembangkan potensinya, sehingga
pemahaman tersebut akan terlihat dari adanya peran orang tua, guru pada umumnya
serta guru pembimbing pada khususnya.
b. Pemahaman
mengenai lingkungan peserta didik yang mencangkup lingkungan keluarga dan
sekolah.
c. Pemahaman
mengenai lingkungan yang lebih luas, dalam artian peserta didik bukan saja
memahami lingkungan keluarga dan sekolah, akan tetapi peserta didik juga dapat
memahami lingkungan yang lebih luas yang mencangkup informasi dalam hal
pendidikan, pekerjaan serta informasi sosial dan budaya.
2. Fungsi
Preventif (Pencegahan)
Layanan
bimbingan dan konseling dapat berupa pencegahan, yaitu merupakan suatu usaha
yang dapat mencegah atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan
yang dapat menghambat serta menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangannya.
Adapun melalui fungsi ini, seorang konselor dapat memberikan bimbingan kepada
peserta didik bagaimana cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan
yang dapat membahayakan dirinya, dan teknik yang digunakan dapat berupa layanan
orientasi, informasi dan bimbingan kelompok.
Adapun usaha
pencegahan yang dapat dilakukan oleh konselor dalam menghadapi hal diatas
antara lain:
a. Mendorong
dalam memperbaiki kondisi peserta didik
b. Meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam melakukan hal-hal yang bersifat positif yang
dapat berpengaruh dalam proses perkembangan dalam kehidupannya.
c. Memberikan
pengertian kepada peserta didik untuk
tidak melakukan sesuatu yang akan menimbulkan damfak negatif, seperti merokok,
minum-minuman keras, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan lain sebagainya. Serta,
d. Menggalang
dukungan kelompok atau teman bermain terhadap peserta didik yang bersangkutan.
3. Fungsi
pengembangan
Pada
dasarnya fungsi pengembangan lebih bersifat proaktif dari fungsi-fungsi Bimbingan
dan Konseling lainnya, dikarenakan fungsi yang satu ini menyangkut bagaimana
seorang konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif yang dapat memfasilitasi perkembangan peserta didik. Konselor dan
staff sekolah lainnya berkolaborasi atau bekerjasama merumuskan dan melaksanakan
program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu
siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat
digunakan disini adalah layanan informasi, tutorial, diskusi kelompok dan lain
sebagainya.
4. Perbaikan
( Penyembuhan)
Pada
dasarnya fungsi yang satu ini memiliki sifat yang kuratif dalam artian dalam
memberikan pelayanan terhadap bimbingan dan konseling itu lebih menekankan
kepada aspek penyembuhan. Selain itu fungsi ini juga berkaitan erat dengan
upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami masalah, baik
yang menyangkut pribadi, sosial, lingkungan belajar ataupun karir sekalipun.
Adapun teknik yang dapat digunakan adalah konseling dan remedial teaching.
5. Penyaluran
Fungsi
penyaluran merupakan fungsi yang bertujuan untuk memberikan bimbingan dalam
membantu peserta didik untuk memilih kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau
program studi, serta memantapkan dalam penguasaan karir atau jabatan yang
sesuai dengan minat, bakat dan keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
Dalam
melaksanakan fungsi penyaluran tersebut, seorang konselor perlu berkerjasama
dengan pendidik lainnya didalam maupun diluar lembaga pendidikan.
6. Adaptasi
Fungsi
ini dimaksudkan untuk membantu para pelaksana pendidikan khususnya konselor,
guru ataupun dosen dalam menyesuaikan program pendidikan terhadap minat,
kemampuan serta kebutuhan peserta didik. Hal ini juga dilakukan dengan
menggunakan informasi yang memadai mengenai peserta didik tersebut.
Seorang
konselor dapat membantu para guru atau dosen dalam memperlakukan peserta didik
secara tepat, baik, dalam memilih serta menyusun materi pelajaran atau
perkuliahan, memilih metode dan proses pembelajaran atau perkuliahan, maupun
mengadaptasikan bahan pembelajaran sesuai dengan kemampuan peserta didik.
7. Penyesuaian
Fungsi
penyesuaian bertujuan untuk memberikan bimbingan dalam membantu peserta didik
agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program
pendidikan, peraturan sekolah atau norma agama.
2.4
Prinsip-prinsip BK
Prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling adalah pemaduan hasil-hasil kajian teoritik dan praktek
yang dirumuskan dan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan suatu
pelayanan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang
digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan
pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia
dalam konteks sisial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses
penyelenggaraan bimbingan dan konseling. (http://girlsincollege.blogspot.com/2012/09/makalah-prinsip-prinsip-bimbingan.html)
Menurut Prayitno
dan Erman Amti (1994: 220)
“ rumusan prinsip –prinsip bimbingan dan
konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan
dan proses penanganan masalah, program pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan”
(http://kampusryan.blogspot.com/2012/08/prinsip-bimbingan-konseling.html)
Dari buku Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan
Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal (Depdiknas,
2008) terdapat beberapa prinsip yang dipandang sebgai landasan bagi layanan
bimbingan dan konseling. Prinsip ini berasal dari konsep filosofis tentang
kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bimbingan, baik
disekolah maupun diluar sekolah. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya:
1.
Bimbingan dan konseling
diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan
kepada semua konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik
ria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam pendekatan yang
digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan daripada
penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan tekik kelompok daripada
perseorangan (individual).
2. Bimbingan
dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda
satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu memaksimalkan
perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi
fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbinganna
menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan
menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki
persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbigan dipandang sebagi
suatu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut,
bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan
kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangaun pandangan yang
positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk
berkembang.
4. Bimbingan
dan konseling merupakan usaha bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau
tangggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala
sekolah/madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja
sebagai teamwork.
5. Pengambilan
keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling. Bimbingan
diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil
keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasehat
kepada konseli, yang itu semua sangat penting bagina dalam megambil keputusan.
Kehidupan konselidiarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli
untuk mempertimbangkan, menyesuaikan diri, dan meyempurnakan tujuan melalui pengambilan
keputusan yang tepat. Kemampuan untuk
membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang
harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan
konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6.
Bimbingan dan konseling
berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan. Pemberian layanan
bimbingan tidak hanya berlangsung disekolah/madrasah, tetapi juga di lingkungan
keluarga, perusahaan/ industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyaratakat
pada umumnya. Bidang layanan bimbingan pun bersifat multiaspek, yaitu melalui
aspek pribadi sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
2.5
Asas-asas BK
Keterlaksanaan
dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh
diwujudkannya asas-asas berikut.
1.
Asas kerahasiaan
Asas kerahasiaan merupakan asas kunci dalam upaya bimbingan
dan konseling. Jika asas ini benar-benar dijalankan maka para penyelenggara
bimbingan dan konseling di sekolah akan mendapat kepercayaan dari para siswa
dan layanan bimbingan dan konseling akan dimanfaatkan secara baik oleh siswa.
2.
Asas kesukarelaan
Jika asas kerahasiaan memang benar-benar telah tertanam pada
diri klien, sangat dapat diharapkan bahwa mereka yang mengalami masalah akan
dengan suka rela akan membawa masalahnya itu kepada pembimbing untuk meminta
bimbingan. Kesukarelaan tidak hanya dituntut
pada diri konseli saja, tetapi juga hendaknya berkembang pada diri konselor.
Para penyelenggara bimbingan dan konseling hendaknya mampu menghilangkan rasa
bahwa tugasnya itu merupakan sesuatu yang memaksa diri mereka. Lebih disukai
lagi apabila para petugas itu merasa terpanggil untuk melaksanakan layanan
bimbingan dan konseling.
3.
Asas keterbukaan
Bimbingan dan konseling yang efisien hanya berlangsung dlam
suasana keterbukaan, baik yang dibimbing maupun si pembimbing bersikap terbuka.
Keterbukaan dalam hal ini masing-masing yang bersangkutan bersedia membukakan
diri untuk konseling. Dengan keterbukaan ini penelaahan maslah serta pengkajian
berbagai kekuatan dan kelemahan konseli menjadi lebih diperhatikan. Keterbukaan
konseli tentu saja menjadi dasar keterbukaannya.
4.
Asas kekinian
Masalah konseli yang berlangsung ditanggulangi melalui upaya
bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan kini
(sekarang), bukan merupakan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah
yang mungkin dialami di masa mendatang.
5. Asas
kemandirian
Kemandirian merupakan tujuan dari layanan bimbingan dan
konseling. Dalam memberikan layanan, para petugas bimbingan dan konseling
hendaklah selalu berusaha menghidupkan kemandirian pada diri konseli, jangan sampai
menjadi tergantung pada orang lain, khususnya pada pembimbing.
6.
Asas kegiatan
Usaha layanan bimbingan dan konseling akan memberikan buah
yang tidak berarti bila individu yang dibimbinga tidak melakukan kegiatan dalam
mencapai tujuan-tujuan bimbingan. Para pemberi layanan bimbingan dan konseling
hendaknya menimbulkan suasana sehingga individu yang sedang dibimbing itu mampu
menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud.
7.
Asas kedinamisan
Upaya layanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya
perubahan pada diri individu yang dibimbing, yaitu perubahan tingkah laku ke
arah yang lebih baik, perubahan yang selalu menuju se sesuatu pembaharuan,
sesuatu yang lebih maju.
8.
Asas keterpaduan
Layanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai
aspek dari individu yang dibimbing. Disamping keterpaduan pada diri individu
yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang
diberikan, hendaknya jangan bertentangan dengan aspek layanan yang lain.
9.
Asas kenormatifan
Usaha layanan bimbingan dan konseling tidak boleh
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
10. Asas
keahlian
Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan secara
teratur, sistematik dan dengan menggunakan teknik-teknik dan alat-alat yang
memadai. Asas keahlian ini akan menjamin keberhasilan usaha bimbingan dan
konseling, dan selanjutnya akan menaikkan kepercayaan masyarakat pada bimbingan
dan konseling.
11. Asas
alih tangan
Asas ini mengisyaratkan bahwa bila petugas bimbingan dan
konseling sudah mengerahkan kemampuannya untuk membantu konseli namun konseli
belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan. Maka petugas itu mengalih
tangankan klien kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli.
12. Asas
tut wuri handayani
Asas ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling tidak
hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah dan menghadap
pembimbing saja, namun di luar hubungan kerja ke-Bimbingan dan Konseling-an pun
hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya.
2.6
Landasan Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling pada
pelaksanaannya selain harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dan asas-asas
tertentu, juga harus mengacu kepada landasan Bimbingan dan Konseling itu
sendiri. Menurut Prayitno dan Erman Amti (1999) ada beberapa landasan bimbingan
dan konseling, yaitu (1) Landasan filosofis, (2) landasan religius, (3)
landasan psikologis, (4) landasan sosial budaya, (5) landasan ilmiah dan
teknologi, serta (6) landasan pedagogis.
1. Landasan
Filosofis
Pelayanan bimbingan dan
konseling merupakan serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan
merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis
tentang berbagai hal yang menyangkut pelayanan bimbingan konseling. Pemikiran
filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan konseling
secara umum dan bagi konselor secara khusus, yaitu membantu konselor dalam
memahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat. Selain itu
pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan
hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif, dan lebih efekif dalam
penerapan upaya pemberian bantuannya.
2. Landasan
Religius
Dimensi spiritual pada
manusia menunjukan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk religius.
Landasan religius bagi layanan bimbingan dan konseling setidaknya ditekankan
pada tiga hal pokok, yaitu : (1) keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam
semesta adalah makhluk Allah Awt. (2) sikap yang mendorong perkembangan dan
perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, (3) upaya yang memungkinkan berkembang
dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta
kemasyarakatan yang sesuai meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah individu. Landasan religius dalam bimbingan
dan konseling pada umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Allah Swt.
Dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya hendaknya diperlakukan dalam suasana
dan dalam cara yang penuh kemuliaan kemanusiaan pula. Oleh karena itu dalam
masyarakat Agama itu banyak macamnya, maka konselor harus hati-hati dan
bijaksana menerapkan landasan religius terhadap klien atau siswa yang berbeda
latar belakang agamanya.
3. Landasan
Psikologis
Bimbingan dan konseling
merupakan proses psikologis. Maknanya situasi bimbingan dan konseling merupakan
situasi yang sarat dengan muatan-muatan psikologis. Psikologi mempersoalkan
tentang perilaku individu . Oleh sebab itu, landasan psikologis dalam bimbingan
dan konseling berarti mempersoalkan tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran layanan. Hal ini sangatlah penting mengingat bidang garapan bimbingan
dan konseling adalah perilaku siswa, yaitu perilaku siwa yang perlu
dikembangkan maupun di ubah apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya
4. Landasan
Sosial Budaya
Manusia merupakan makhluk
sosial yang dalam hidupnya sangat bergantung terhadap orang lain. Dan selain
hal tersebut manusia juga merupakan makhluk budaya karena atas dasar ide dan
gagasan manusia menghasilkan sebuah karya seperti yang di sebutkan oleh
Koentjaraningrat suatu budaya itu dibagi kedalam 7 unsur kebudayaan. Dan
adapula yang mengatakan manusia itu harus bisa memenuhi tuntutan budayanya juga
upaya ini menghendaki agar manusia mengembangkan tingkah lakunya sehingga
sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya yang ada di
lingkungannya. Dan jika manusia tersebut gagal dalam memenuhi tuntutan
budayanya maka akan menimbulkan pengucilan, dan bahkan akan tersingkir dari kehidupan bersama di
lingkungannya.
Karena manusia itu hidup
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa yang tentunya memiliki budaya yang berbeda
pula dan perbedaan tersebut tentu dapat menimbulkan subjektivitas budaya yang
akan berpengaruh terhadap pemberian bantuan bimbingan konseling. Proses
konseling yang berasal dari berbagai budaya akan mengakibatkan hambatan dan tentu karena adanya hal tersebut
konselor diharapkan mampu menjaga netralitas sosial budaya dalam memberikan
bantuan berupa bimbingan dan konseling.
5. Landasan
ilmiah dan teknologi
Secara Keilmuan bimbingan
konseling merupakan pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun
secara logis dan sistematis. Landasan ilmiah Bimbingan dan konseling
mengisyaratkan bahwa praktik bimbingan dan konseling harus dilaksanakan atas
dasar keilmuan. Oleh sebab itu siapapun yang berkecimpung dalam bimbingan dan
konseling harus memiliki ilmu tentang bimbingan dan konseling.
Selain perlu dukungan sejumlah
ilmu, praktik bimbingan dan konseling juga memerlukan dukungan dari teknologi.
Dukungan perangkat teknologi terhadap praktik bimbingan dan konseling antara
lain dalam pembuatan instrumen bimbingan dan konseling dan penggunaan berbagai
macam alat atau media untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling seperti
komputer.
6. Landasan
Pedagogis
Ketika seseorang melakukan
praktik pelayanan bimbingan konseling berarti ia praktik pendidikan sedang
mendidik, sebaliknya apabila seseorang melakukan praktik pendidikan (mendidik),
berarti ia sedang memberikan bimbingan.
Landasan pedagogis pelayanan
bimbingan dan konseling ini setidaknya berkaitan dengan : (1) pendidikan
sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk
kegiatan pendidikan, (2) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan
konseling, (3) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan
konseling.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Simpulan dari
keseluruhan isi makalah dapat kita ambil secara garis besar yakni sebaga
berikut:
·
Bimbingan dan Konseling
merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing
(konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan
timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan
melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Atau proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing
(konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan
timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah konseli sehingga konseli
mampu melihat masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan
potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.”
·
Tujuan pelayanan
bimbingan dan konseling agar individu (konseli) mampu memahami dan
mengembangkan pontensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Dengan demikian pelaksanaan bimbingan dan konseling tidak saja berfokus pada layanan bagi seluruh
individu tetapi juga pada seluruh aspek kehidupannya.
·
Fungsi Bimbingan dan
Konseling terdiri dari Fungsi Pemahaman, Fungsi Preventif (Pencegahan), Fungsi
pengembangan, Perbaikan (Penyembuhan), Penyaluran, Adaptasi, Penyesuaian
·
Prinsip Bimbingan dan
Konseling: Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli, Bimbingan
dan konseling sebagai proses individuasi, Bimbingan menekankan hal yang positif,
Bimbingan dan konseling merupakan usaha bersama, Pengambilan keputusan
merupakan hal yang esensial dalam bimbingan dan konseling, Bimbingan dan
konseling berlangsung dalam berbagai setting (adegan) kehidupan.
·
Asas-asas Bimbingn dan
Konseling, terdiri atas Asas kerahasiaan, Asas kesukarelaan, Asas keterbukaan, Asas
kekinian, Asas kemandirian, Asas kegiatan, Asas kedinamisan, Asas keterpaduan, Asas
kenormatifan, Asas keahlian, Asas alih tangan, Asas tut wuri handayani
·
Landasan Bimbingan dan Konseling, beberapa
landasan bimbingan dan konseling, yaitu (1) Landasan filosofis, (2) landasan
religius, (3) landasan psikologis, (4) landasan sosial budaya, (5) landasan
ilmiah dan teknologi, serta (6) landasan pedagogis.
Daftar
Pustaka
Astuti, Emerentiana. 2012. Makalah
prinsip-prinsip bimbingan. [Online]. Tersedia: http://girlsincollege.blogspot.com/2012/09/makalah-prinsip-prinsip-bimbingan.html
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Penataan Pendidikan Profesional Konselor Dan
Layanan Bimbingan Dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal
Faisal, Ryan. 2012. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling. [Online]. Tersedia: http://kampusryan.blogspot.com/2012/08/prinsip-bimbingan-konseling.html
Hamalik, O. 1992. Psikologi Belajar dan
Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Sudirma. (2012). Fungsi Bimbingan dan Konseling. [online] Tersedia:http://makalahpendidikan-sudirman.blogspot.com/2012/02/fungsi-bimbingan-konseling.html
Suherman,
Uman. 2011. Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi press
Tohirin. 2001. Bimbingan dan Konseling
di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta:RajaGrafindo Persada
Wardati dan Jauhar, Mohammad. 2011.
Implementasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Yusuf, S. & Nurhisan, J. (2008). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Rosda
Assalamualaikum, maaf mau tanya... buku uman suherman yg manajemen bimbingan dan konseling bs didapatkan dmn ya? Saya nyari belum ketemu2..
ReplyDeleteWalaikumsalam. Wah udah lama juga mbak, saya juga gk terlalu ingat. Kalau gk salah, saat saya mengerjakan makalah ini, sumbernya kebanyakan dari perpustakaan kampus.
ReplyDeleteKalau mbak tinggal di Bandung, coba aja diperpustakaan UPI. Mudah-mudahan masih ada.