Cool Woods
Souce : IZOC
Retold by : David
Credit : XOade Hermawan Igama
------------------------------------------
Pertukaran pelajar, sepertinya sangat keren di pikiranmu. Setidaknya itu yang kau rasakan saat kau memenangkan kesempatan belajar di negara lain, belajar di tempat yang baru selama setahun. Itu memang keren. Sebagai orang dari negara berkembang seperti indonesia, pertukaran pelajar memang membuat gengsimu naik. Seharusnya kau bangga.
Tetapi setelah berjam-jam terbang ke negara bagian Virginia Barat, Amerika Serikat. Rasa banggamu seperti hilang, bagaimana tidak. Kau di tempatkan di sebuah sekolah menengah di sebuah kota kecil, sekolah menengah yang di kelilingi hutan dan danau. Orang Tua asuhmu tak kalah mengerikan, mereka adalah pasangan kakek nenek yang tinggal di pinggiran hutan. Sehangat apapun mereka menyambutmu, tetap saja tak mengubah perasaanmu.
Kau sudah bertekat untuk menahan diri, setidaknya hanya untuk setahun ini. walaupun setiap malam kau sulit tidur, ya kau tau seberapa ganas nyamuk hutan. Mereka bahkan bisa menggigit kulitmu di balik baju hangat yang tebal. Sekolah menengah Cold Woods adalah sekolahmu sekarang, sekolah yang cukup membosankan. Gedungnya sangat besar, dan tua. Sangat besar hingga banyak ruangan yang di tutup karena tak terpakai, setidaknya seperti itulah yang teman-teman barumu katakan.
Yang paling menarik adalah sebuah ruangan bekas laboratorium biologi yang sudah di tutup puluhan tahun yang lalu, konon kelas itu di gunakan sebagai ruangan ekperimen oleh seorang guru biologi. Namun guru itu hilang secara misterius, tak ada yang tau kemana dia. Pencarian polisi sia2 belaka, ia hilang tak berbekas.
Hari itu sepertinya kau begitu lelah, hingga kau tertidur di kelas terakhir. Berhubung kau orang asing, tak ada yang perduli padamu. Hingga akhirnya kau terbangun pukul 7 malam, dan sekolah sudah sangat sepi. Kau sangat panik, kau bereskan buku-bukumu dengan cepat dan keluar dari kelas. Lorong gelap di penuhi suara nyaring langkah kakimu yang tergesa-gesa, saat kau ingin menuruni tangga. Secara tidak sengaja matamu menangkap bayangan hitam menuju lantai atas. Kau bertanya-tanya untuk sejenak, siapakah itu? Siapa yang masih berada di sekolah semalam ini? apa yang ia lakukan? Kau mulai berpikir untuk mengikutinya, tetapi itu ide yang cukup gila. Bisa saja itu adalah hantu, atau sosok psikopat yang siap menikammu. Di sisi lain mungkin orang tua asuhmu sudah menunggumu, kau sudah mulai berpikir untuk memeriksa sekolah keesokan harinya. Pasti sosok itu meninggalkan jejak, kau tertarik sekali dengan hal-hal berbau misteri, dan kau detektifnya. Apakah kau ingin mengikuti bayangan hitam itu, atau memutuskan untuk pulang saja?
Rasa penasaranmu sepertinya sangat kuat, jika sosok itu adalah hantu maka akan keren. Kau memang belum pernah bertemu dengan hantu, selain di film-film horror. Dengan sigap kau mengikuti bayangan itu menaiki tangga, bayangan itu berjalan amat cepat. Jika kau lengah sedikit saja kau bisa kehilangannya, tetapi kau mengikuti dengan cukup gesit dan tak terlihat. Bayangan itu terus saja menaiki tangga, entah kemana ia membawamu. Hingga saat bayangan itu berhenti di lantai 4, ia berbalik ke arah lorong di sisi kanan. Kau masih mengikutinya dari belakang, sepertinya sosok itu bukan hantu. Ia terlalu nyata untuk sesosok hantu, kau bersembunyi di balik tembok dekat tangga. Mengawasi bayangan itu yang tengah melintas di lorong gelap, matamu tak lepas dari sosok itu. Tiba-tiba sosok itu berhenti dan menoleh kebelakang, cepat-cepat kau bersembunyi di balik tembok. Hingga kau mendengar suara seperti pintu yang dibuka, kemudian di tutup kembali.
Kau cepat-cepat melihat ke arah lorong, ternyata sosok bayangan itu sudah menghilang. Kau bingung kemanakah sosok itu pergi, cepat-cepat kau mendatangi tempat dimana sosok itu terakhir berdiri. Tetapi disana benar-benar sepi, tak ada siapa-siapa disana. Namun ketika kau menoleh, ada sebuah pintu tepat di depanmu. Pintu itu bertuliskan “laboratorium biologi.” Pasti sosok itu masuk ke sini, kau mecoba membuka ruangan itu. Ternyata ruangan itu tidak terkunci, seharusnya ruangan ini terkunci.
Pelan-pelan kau membuka pintu ruangan itu, ternyata ruangan itu kosong. Barang-barang di dalamnya pun sudah berantakan, dan di penuhi debu. Kau yakin pasti sosok itu masuk ke dalam sini, tetapi kemanakah dia? Ruangan itu cukup besar, ada sebuah akuarium besar yang sudah kosong di tengah ruangan. Dia pasti bersembunyi di suatu tempat, kau masuk semakin dalam. Ketika sampai di bagian tengah kau melihat ada sebuah pintu lagi, tepat di sisi ruangan. Pasti dia bersembunyi disana, pikirmu. Kau mulai menghampiri ruangan itu, tanpa pikir panjang kau buka pintu ruangan itu.
Ruangan itu sama berantakannya seperti ruangan sebelumnya, debu memenuhi ruangan. Debu yang berterbangan mulai masuk ke dalam hidungmu, membuat nafasmu terganggu. Kau menutupi hidungmu dengan tangan, hingga beberapa menit berlalu hingga saat kau merasa sudah cukup terbiasa dengan debu-debu itu. Kau turunkan tanganmu dari hidungmu, dan mulai fokus dengan ruangan itu. Ternyata di ruangan itu ada sebuah penjara kecil, tetapi lebih mirip kandang besi untuk anjing yang ukurannya cukup besar. Kau tidak dapat melihat ke dalam kandang, karena keadaannya terlalu gelap. Tapi kau yakin ada sesuatu disana.
Kau mulai mendekati kandang besi itu, hingga cukup dekat. Kau masih sulit melihat ke dalam, kaupun mencodongkan tubuhmu ke dalam kandang besi itu. Kau melihat ada setidaknya 5 manusia di dalam sana, manusia? Di kandang besi? Bagaimana bisa. Siapa yang tega berbuat itu, dan apa tujuannya.
“Hey kalian. Apa kalian baik-baik saja? Siapa yang berbuat seperti ini?”
Tak ada satupun yang menjawab, tetapi tubuh ke 5 orang itu tetap bergerak. Kau merasa ada yang salah di sana, hingga kau merasa harus membebaskan mereka. pintu penjara kecil itu di rantai, tetapi kau merasa kau bisa memutuskan rantai itu. Kau mencari alat yang bisa kau gunakan memutuskan rantai itu, hingga kau menemukan sebuah kapak darurat di dinding. Kau ambil kapak itu, dengan mantap kau pegang dan kau ayunkan ke arah rantai itu. Kau pukul rantai itu cukup kuat, hingga akhirnya rantai terputus saat pukulan ke 3.
Dengan cepat kau buka pintu besi itu.
“keluarlah, sekarang kalian bebas.” Kau berteriak ke arah orang-orang itu. Tetapi mereka tetap tidak menjawab. Kau pun mencoba memanggil mereka dengan mengetukan rantai ke pintu besi, dan benar saja salah satu dari mereka menoleh ke arahmu. Tetapi ternyata tidak seperti yang kau bayangkan. Wajah lelaki itu sudah rusak, bola matanya pun sudah hilang. Seluruh tubuh laki-laki itu sudah membiru dan busuk. Ada luka menganga di dahinya, mulutnya mengeluarkan darah segar. Ia menggeram saat melihatmu, seperti melihat makanan lezat. Tidak lama setelah lelaki itu menoleh, kini seluruh orang-orang itu menoleh ke arahmu. Keadaan mereka tidak jauh berbeda dari lelaki itu, mereka menggeram melihatmu. Kau tau ini bukan pertanda baik, dan mereka mulai berlarian ke arahmu. Kau pun bergerak mundur dengan cepat, dengan sekuat tenaga berlari menuju pintu dengan 5 manusia yang sepertinya ingin menjadikanmu santapan.
Dengan susah payah kau sampai di pintu ruangan, lalu menutupnya dengan sekuat tenaga dan menguncinya. Suara benturan terdengar dari balik pintu, sepertinya orang-orang itu menggedor-gedor pintu cukup keras. Bahkan dapat dikatakan sangat keras, daun pintu mulai rengat, dan gagang pintu sudah mulai hancur. Tenaga mereka sangat kuat, dan pintu itu tidak dapat menahannya lebih lama lagi. Kau sangat panik, dalam keadaan seperti ini kau sulit untuk berpikir. Tetapi yang jelas kau harus pergi dari sana. Kau mulai berpikir untuk keluar dari ruangan itu, kau melihat pintu ruangan yang terbuka lebar. Keluar dari sini, lewati lorong, turuni tangga, dan tinggalkan gedung sekolah ini. sepertinya itu rencana yang cukup baik.
Saat baru saja kau ingin membuat sebuah keputusan, tiba-tiba palfon ruangan itu runtuh. Kau cukup kaget dibuatnya, kau menoleh ke langit-langit. Mencari apa yang membuat plafon itu runtuh, dan seorang wanita muncul dari loteng.
“Naiklah jika kau ingin selamat.” Wanita itu mengulurkan tangannya.
siapa dia? Dia tidak bisa langsung datang seperti seorang pahlawan yang bisa menyelamatkanmu, bisa saja wanita itu bagian dari orang-orang yang saat ini menggedor pintu. Orang-orang yang siap memangsamu. Atau mungkin lebih buruk, kau tidak bisa percaya begitu saja kan. Tetapi bisa saja wanita itu memang penyelamatmu, mungkin dia memang ingin menyelamatkanmu. Kini kau mulai bingung, antara ikut wanita asing itu atau lari keluar dari ruangan menuju tangga. Kau harus cepat memutuskan jalan mana yang ingin kau ambil, tidak ada waktu lagi. Orang-orang gila itu sudah hampir mengahancurkan pintu dan siap menerkam dan menyantapmu hingga tulang rusukmu. Apakah kau akan ikut wanita itu, atau kau memilih lari dari ruangan itu dan menuju tangga?
Mengikuti wanita itu adalah ide yang terbaik, kau tidak pernah tau akan bertemu apa di luar sana. Setidaknya itulah yang ada dipikiranmu. Setidaknya di kelihatan seperti manusia normal. Kau lari ke arah plafon dimana wanita itu mengulurkan tangannya, tapi ternyata kau tidak dapat meraihnya. Terlalu tinggi. Kau terus saja melompat beberapa kali untuk meraih tangan wanita itu, sedangkan pintu di dekatmu sudah hampir hancur. Suara dentuman dan retakan pintu menggema di ruangan itu, membuat jantungmu semakin terpacu. Sepertinya tidak lama lagi pintu itu akan hancur, dan manusia-manusia kanibal itu menghambur masuk lalu mengeroyokmu.
Kau masih melompat-lompat, tetap saja kau tidak dapat meraih tangan wanita itu. Hingga sebuah suara cukup nyaring membuatmu dan wanita itu terhentak, dan berhenti sejenak. Pintu itu benar-benar hancur, roboh ke lantai. Debu mengepul di udara, membuatmu semakin kesulitan bernafas. dibalik kusen yang sudah hancur, dan kepulan asap serpihan kayu yang berterbangan kau bisa melihat wajah-wajah orang aneh itu. Mereka menatapmu tajam, geraman pelan keluar dari batang tenggorokan mereka. gigi geraham mereka yang sudah sedikit hancurpun bergemeretak, sepertinya mereka sangat lapar. Dan kau tau, kaulah santapan mereka. ini bukan hal yang baik.
Beberapa detik berlalu, tanpa gerakan. Hingga salah satu dari mereka mulai berlari ke arahmu, ia berlari sekencang-kencangnya. Seperti seorang pelari marathon yang sudah melihat titik finish di depannya, yang lain pun menyusul. Kau seakan terkesima melihat hal itu, hingga kau hanya bisa diam. Kau tidak pernah melihat orang selapar itu, dan yang lebih aneh mereka lapar akan manusia yang lain.
“CEPAT RAIH TANGANKU!”
Seketika teriakan wanita itu membuyarkan rasa kagummu, kau seperti kembali lagi ke bumi setelah beberapa detik berada di dimensi lain. Yang paling penting adalah kau sadar bahwa kau harus melompat setinggi-tingginya jika ingin selamat. Kau mengerahkan tenagamu, dan mulai melompat. Tapi gagal. Kau tidak menyerah, kau melompat lagi, namun gagal lagi. Kau mulai berpikir bahwa ini tidak akan berhasil, sepertinya kau akan jadi makan malam mereka.
Tapi tiba-tiba kau seperti disetrum, listrik bervoltase besar mengalir di darahmu. Orang-orang kanibal itu sudah beberapa langkah dibelakangmu, siap menerkammu. Kau tetapkan hatimu, dan kau menarik nafas dalam-dalam. Kau melompat lagi, tetapi kini dengan agak kau paksakan. Jika kali ini kau gagal, tamatlah hidupmu. Kau membungkukan tubuhmu, dan menghempaskannya ke udara. Kau merentangkan tanganmu ke atas kepalamu, dan akhirnya kau dapat meraih tangan wanita itu. Kau bersyukur setengah mati.
Wanita itu menarikmu dengan sekuat tenaga, tubuhmu mulai terangkat ke plafon. Ketika kau akan terangkat, tiba-tiba kau merasa sesuatu mencengkram kakimu. Ketika kau menoleh ternyata salah satu diantara mereka meraih kakimu, tubuhmu berangsur-angsur turun kembali. Tetapi wanita itu terus mempertahankanmu, kau meronta. Tapi mereka tak melepaskan kakimu, mereka malah mengcengkram kakimu semakin kuat. Hingga kuku-kuku tajam mereka merobek celana, dan kulitmu. Rasa perih menjalar dari kakimu, kau terus saja meronta. Tanpa di komandani salah satu dari mereka mengigit kakimu, kau bisa merasakan gigi setajam silet merobek kulit dan dagingmu. Bahkan kau dapat merasakan ia menghisap dan perlahan-lahan menguyah dagingmu. Ia sepertinya menikmati itu, kau sudah tidak tahan dengan rasa perih itu. Kau pun menendang mereka dengan keras, dua dari mereka jatuh ke lantai dan kakimu terlepas. Wanita itu segera menarikmu, hinggal kau tertarik ke atas. Wanita itu menghempaskan tubuhmu di lorong fentilasi di balik plafon.
“Apakah kau sudah gila!”. Wanita itu memakimu saat kau berhasil naik.
Kau masih belum bisa berpikir jernih, rasa perih di kakimu masih mengambil konsentrasimu.
“Kau benar-benar gila.” Wanita itu meneruskan.
“Aku memang seharusnya mengucapkan terimakasih padamu, tetapi memaki orang sembarangan itu tidak baik. Apa maksudmu?”. Kau mulai dapat mengontrol dirimu, namun tanganmu masih menutupi luka di kakimu.
“Mengapa kau melepaskan mereka?” wanita itu menatapmu tajam.
“Siapa, dan mengapa mereka seperti itu?” kau balik bertanya.
Kau menoleh kebawah, memperhatikan 5 orang itu berusaha meraih kau dan wanita itu. Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya, seperti sebuah remote televisi. Ia mengarahkannya ke pintu, ia menekan tombol di remote itu. Tiba-tiba pintu tertutup dan terkunci dengan sendirinya, sebuah pintu besi pun keluar dari bagian atas pintu itu. Pintu besi itu melapisi pintu kayu, kau hanya diam karena sedikit terkejut.
“Hanya Berjaga-jaga agar mereka tidak keluar.” Wanita itu memasukan kembali remote itu ke dalam tasnya.
“Sepertinya aku butuh banyak penjelasan disini, dimulai dengan siapa mereka.”? kau menekan nada suaramu.
Wanita itu diam sejenak dan akhirnya itu membuka mulutnya.
“aku adalah guru biologi di sekolah ini, dan salah satu dari 5 orang dibawah adalah ayahku.”
Wanita itu menunjuk salah seorang pria bertubuh gemuk menggunakan baju putih, ia menggeram melihatmu.
“sisanya adalah murid-murid ayahku. Semenjak aku kecil ia suka sekali bereksperimen, dia menghabiskan waktunya di laboratorium.”
“sekolah ini pun mendukungnya, sepertinya ia sedang mencari obat untuk penyakit kanker. Ia dan 4 orang muridnya selalu berada di laboratorium ini, hingga pada suatu hari ayahku memutuskan menggunakan 4 muridnya sebagai kelinci percobaan. Ia menyuntikan sebuah serum kepada mereka.”
Wanita itu berhenti sejenak, ia menerawang ke arah ayahnya yg sudah tidak terlihat seperti manusia. Kulitnya sudah berwarna keunguan, beberapa bagian tubuhnya sudah terkoyak. Memperlihatkan tulang belulangnya, matanyapun sudah seluruhnya putih.
“lama kelamaan muridnya berubah, mereka semakin tidak bisa mengkontrol diri mereka. mereka takut akan cahaya matahari, dan mulai menyukai darah dan daging manusia. Hingga suatu malam ayahku diserang oleh muridnya, hingga membuatnya seperti mereka.”
“sekolah ini memutuskan untuk menutupinya, mereka merekayasa hilangnya ayahku dan 4 muridnya. Aku tak tinggal diam, setelah selesai dengan studiku. Aku memutuskan untuk jadi guru disini, tapi itu hanya kedok. Sebenarnya aku membantu sekolah ini menyelidiki apa yang terjadi dengan mereka, tetapi hingga saat ini kami belum berhasil menemukan penyababnya.”
“jadi mereka adalah zombie?” kau kaget, sikapmu mulai kaku.
“orang-orang banyak menyebutnya itu, keinginan mereka untuk makan sangat kuat. Kau dasar kau bodoh, kau melepaskan mereka.”
“jika aku tahu, aku tidak akan melakukan itu. Lalu bagaimana kau melumpuhkan mereka?”
Wanita itu mengeluarkan senapan berisi alat suntik dengan cairan biru di dalamnya sebagai peluru.
“ini bisa melumpuhkan mereka selama satu jam, cukup untuk memindahkan mereka kembali ke tempat mereka.”
“baik, sekarang lakukanlah.”
Tiba-tiba kau merasa rasa perih berdenyut di kakimu, kau menggenggam kakimu lebih erat.
“apa yang terjadi dengan kakimu?” wanita itu memperhatikan kakimu.
“tidak apa-apa, hanya tergigit salah satu dari mereka. tidak terlalu parah, kau tidak usah khawatir.”
Wanita itu diam, dia memandangmu dalam-dalam.
“dan jika kau tidak keberatan, aku ingin bertanya. Dari mana asalmu, kau pasti murid pertukarankan?”
“ya, aku berasal dari indonesia.”
“indonesia, menarik. Sebuah negara yang cukup besar,tapi dengan hukum yang lemah. Aku rasa tidak masalah kehilangan satu warga negaranya.”
Kau hanya diam, kau tidak dapat mengerti maksud wanita itu. Wanita itu mulai bergerak agak manjauh darimu.
“kau tahu, aku sangat menyesal. Tapi tidak ada satupun orang yang terinsfeksi dapat keluar dari sini, dan mereka pun sudah lama belum makan.”
Kau semakin bingung, apa yang dimaksud wanita itu. Kau hanya bisa terdiam, dan memikirkan kata-kata wanita itu. Tapi belum sempat berpikir lama, wanita itu menendangmu dengan kuat. Hingga kau terjatuh kebawah, ketempat zombie itu. Tapi tanganmu dapat menangkap sisi lubang plafon itu, tubuhmu tertahan. Tetapi zombie-zombie di bawahmu dengan cepat menangkap kakimu, dan menariknya.
“bantulah aku, aku mohon.” Kau mengulurkan tanganmu, matamu menyiratkan sebuah keputus asaan dan permohonan belas kasihan.
“maafkan aku nak, memang seperti itu aturannya.”
Wanita itu menginjak tanganmu dengan sepatunya, jari-jarimu seakan remuk dan sangat perih. Hingga akhirnya kau terjun bebas ke lantai. Zombie-zombie itu sepertinya kegirangan, mereka memandangmu dan menggeram. Kau memcoba meronta, dan kabur. Tetapi akhirnya mereka menyergapmu, hingga kau tenggelam diantara mereka. satu persatu dari mereka mulai menggerogoti tubuhmu, darah membuncah setiap kali mereka menggigitmu dan mereka langsung meghisapnya. Sedikit demi sedikit mereka menguyah tubuhmu, sepertinya mereka memang lapar. Semakin lama mereka semakin tidak terkontrol, mereka semakin egois dan tidak mau berbagi. Mereka mulai merebutkan tubuhmu. Salah satu dari mereka menarik tanganmu hingga putus, lalu membawanya pergi. Yang lain tak mau kalah, sisanya mulai menarik kedua kakimu hingga putus. Kau dapat merasakan bagaimana tajamnya gigi dan kuku mereka saat merobek satu persatu bagian tubuhmu, darah sudah memenuhi lantai. Hingga akhirnya salah satu dari mereka mengigit dan menarik lehermu hingga putus, setelah itu semua gelap.
Sayangnya kau tidak dapat melihat bagaimana zombie itu menghabiskan tubuhmu, karena bagi mereka tubuhmu sangat lezat. Sayang sekali….
No comments:
Post a Comment