1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap
siswa berhak memperoleh hasil belajar dengan baik. Namun ada kendala dalam
pembelajarannya. Dimana setiap siswa tidak mempunyai kesamaan dalam proses
pembelajaran. Di setiap sekolah-sekolah yang pada umumnya hanya ditujukan pada
siswa yang mempunyai kemampuan rata-rata. Sedangkan siswa yang berkemampuan
lebih dan berkemampuan kurang terabaikan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya
kesulitan belajar pada siswa-siswa yang berkemampuan lebih dan berkemampuan
kurang.
Untuk
dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan kesulitan belajar
pada siswa yang berkemampuan kurang dan berkemampuan lebih, maka terlebih
dahulu guru harus mendiagnosik siswa-siswa yang lain dari rata-rata itu.
Tentunya dalam mendiagnosis hal tersebut, tidak mudah dalam melaksanakannya.
Ada beberapa langkah dalam mendiagnosis siswa yang kesulitan belajar.
Langkah
selanjutnya ini ada beberapa cara untuk mengatasinya. Selain itu, adanya
remedial yaitu suatu bentuk dari tindaklanjut langkah diagnostik atau bisa
disebut penyelesaiannya. Dalam remedial ini adanya suatu kefungsian bagi guru
dalam remedial serta prinsip dari perbaikan yang harus ada dalam
langkah-langkah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, kami merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan diagnostik dan
remidial kesulitan belajar?
1.2.2
Bagaimana langkah-langkah diagnostik
kesulitan belajar beserta ilustrasi kasusnya?
1.2.3
Bagaimana tindak lanjut kesulitan
belajar beserta ilustrasi kasusnya?
1.2.4
Bagaiaman fungsi remedial bagi guru dan
prinsip melakukan program perbaikan?
1.3
Tujuan
Penulisan Makalah
Sejalan
dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
1.3.1
Memahami konsep dasar diagnostik dan
remidial kesulitan belajar.
1.3.2
Memahami langkah-langkah diagnostik
kesulitan belajar beserta ilustrasi kasusnya.
1.3.3
Memahami tindak lanjut kesulitan belajar
beserta ilustrasi kasusnya.
1.3.4
Memahami fungsi remedial bagi guru dan
prinsip melakukan program perbaikan.
1.4
Manfaat
Penulisan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan
memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis
makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep penelitian tindakan kelas.
Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.4.1
penulis, sebagai wahana penambah
pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang langkah-langkah operasional
diagnostik dan remidial kesulitan belajar;
1.4.2
pembaca, sebagai media informasi tentang
langkah-langkah operasional diagnostik dan remidial kesulitan belajar baik
secara teoretis maupun secara praktis.
1.5
Prosedur
Makalah
Prosedur yang digunakan kami pada
makalah ini yaitu menggunakan metode kepustakaan yaitu mencari sumber dari
buku-buku dan artikel, baik secara konvensional maupun secara elektronik.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar diagnostik dan
remidial kesulitan belajar.
“Diagnosis
berarti kefasihan dalam membedakan penyakit yang satu dengan yang lain atau
penentuan penyakit dengan menggunakan ilmu” (Busono, 1988: 1). Dilihat dari akar katanya,
“diagnosa atau diagnosis berasal dari kata Yunani atau Greek “dia (“apart”) dan
gigno skein yang berarti mengetahui. “Gnosis” berarti pengetahuan/ pengenalan/
ilmu” (Busono, 1988: 1).
Tes
diagnostik itu sendiri menurut Angelina dan Ch. Enny (Marsetyorini dan Murwaningtyas, 2012 : 60)
“berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi siswa, termasuk
kesalahan pemahaman konsep”. Dan menurut Mardapi, ”hasil tes ini memberikan
informasi tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami”
(Marsetyorini dan Murwaningtyas, 2012 : 60). Dari hasil analisis itu maka
diketahui kelemahan-kelemahan siswa dalam mempelajari pelajaran. Langkah
selanjutnya adalah pemecahan kesulitan yaitu diadakannya pembelajaran remedial.
Sedangkan
pengertian kesulitan belajar adalah suatu kejadian yang dialami siswa saat
proses pembelajaran itu berlangsung. Penurunan kinerja akademik dan prestasi
belajar di sekolah merupakan contoh yang dapat terlihat dari siswa yang
mengalami kesulitan belajar. Selain itu juga dapat terlihat dari perilaku yang
ditujukan oleh siswa. Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya
kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni “faktor intern siswa dan faktor
ekstern siswa” (Syah,
2008:184).
2.1.1
Faktor intern siswa meliputi gangguan
atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni (Syah, 2008:185):
a. yang
bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/ intelegensi siwa;
b. yang
bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
c. yang
bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
2.1.2
Faktor ekstern siswa meliputi semua
situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar
siswa. Faktor lingkungan ini meliputi (Syah, 2008:185):
a. Lingkungan keluarga,
contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya
kehidupan ekonomi keluarga.
b. Lingkungan perkampungan/ masyarakat,
contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer
group) yang nakal.
c. Lingkungan sekolah,
contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar,
kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Adapun
ada faktor khusus yang ikut mempengaruhi kesulitan belajar siswa. Faktor khusus
atau dapat dikatakan sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Yang menurut Reber
(Syah, 2008:186), sindrom (syndrome)
yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan
psikis yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas:
a. Disleksia
(dyslexia), yakni ketidakmampuan
belajar membaca.
b. Disgrafia
(dysgraphia), yakni ketidakmampuan
belajar menulis.
c. Diskalkulia
(dyscalculia), yakni ketidakmampuan
belajar matematika.
Perlu
diketahui, bahwasannya siswa yang mengalami sindrom ini memiliki potensi IQ
yang normal. Selain itu siswa yang mengalami sindrom bahkan mempunyai IQ diatas
rata-rata.
2.2 Langkah-langkah diagnostik
kesulitan belajar beserta ilustrasi kasusnya.
Sebelum
adanya suatu pemecahan masalah kesulitan belajar, perlu diadakannya
identifikasi. Upaya ini disebut dengan diagnostik. Ada banyak langkah-langkah
diagnostik, salahsatunya adalah prosedur Weerner dan Senf (Syah, 2008:187),
diantaranya:
2.2.1
Melakukan
observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti
pelajaran.
Dengan
cara menandai siapa siswa yang diduga mengalami kesulitan. Contohnya di dalam
kelas guru sudah menandai Ojan sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar. Diantaranya
dapat dilihat dari :
a. Hasil belajar Sejarah yang
dicapai Ojan lebih rendah dibawah
rata-rata.
b. Hasil belajar
Sejarah yang dicapai Ojan sekarang lebih rendah dibanding sebelumnya.
c. Hasil belajar
Sejarah yang dicapai oleh Ojan tidak seimbang dengan usaha yang telah
dilakukan.
d. Lambatnya Ojan
dalam melakukan tugas-tugas belajar.
e. Ojan
menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan proses belajar
dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal, dst.
f. Ojan
menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya membolos, pulang
sebelum waktunya, dst.
g. Ojan
menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah tersinggung,
suka menyendiri, bertindak agresif, dst.
2.2.2
Memeriksa
penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan
belajar.
Berkaitan
dengan mengidentifikasi secara fisik. Dimana guru juga harus peka akan hal ini.
Karena pada dasarnya setiap siswa memiliki kelebihan dan kelemahan yang
berbeda-beda dalam penglihatan dan pendengarannya dalam proses pembelajaran. Contohnya
siswa Ojan diidentifikasi penglihatan dan pendengarannya oleh gurunya di kelas,
daranya dengan:
a. Identifikasi
penglihatan: Guru melakukan pengujian penglihatan kepada Ojan dengan cara
memindahkan Ojan untuk duduk dari jajaran paling depan sampai jajaran paling
belakang.
b. Identifikasi
pendengaran: Guru melakukan pengujian pendengaran kepada Ojan dengan cara
memindahkan Ojan untuk duduk dari jajaran paling depan sampai jajaran paling
belakang. Serta guru harus menyesuaikan volume suaranya.
2.2.3
Mewawancarai
orangtua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin
menimbulkan kesulitan belajar.
Hal
itu berkaitan dengan latar belakang dan faktor penyebab. Menurut Umar dan
Sartono (Umar dan Sartono,
2001 : 55) mengungkapkan latar belakang kesulitan, dengan cara :
a. Menganalisis
dokomen-dokumen tentang siswa yang bersangkutan yang mencakup : identitas
pribadi, riwayat pendidikan, prestasi belajar, latar belakang kehidupan
keluarga, bakat dan minatnya, kecerdasan, cita-citanya, pribadi serta
lingkungannya ( social dan kulturalnya), kesehatan dan hobinya dst.
b. Melakukan
wawancara dengan siswa, orang tua siswa yang bersangkutan, dst.
2.2.4
Memeberikan
tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan
belajar yang dialami siswa.
Tes
dalam bidang tertentu misalnya dalam bidang mata pelajaran Sejarah dengan
materi Hindu-Budha yang diberikan kepada Ojan berupa soal-soal Pilihan Ganda
dan soal Esay
2.2.5
Memberikan
tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar.
Biasanya
dalam sekolah mengadakan tes psikologi yang dibantu oleh klinik psikologi dalam
mengukur kemampuan intelegensi (IQ) siswa termasuk Ojan. Selain itu juga bisa
dilakukan sendiri-sendiri, sesuai dengan pernyataan bahwa “untuk keperluan tes
IQ, guru dan orangtua siswa dapat berhubungan dengan klinik psikologi” (Syah, 1999: 175). Dari
hasil tes tersebut dapat ditindak lanjuti berkaitan pemecahan masalah sesuai
dengan kesulitan belajar siswa.
Adapun
langkah-langkah yang lainnya dalam diagnosis kesulitan belajar siswa dan
pembelajaran remedial dalam materi operasi pada pecahan bentuk Aljabar sebagai
berikut (Marsetyorini dan Murwaningtyas, 2012: 62), dalam hal ini mungkin tidak
menutup kemungkinan digunakan dalam diagnosis kesulitan belajar siswa dan
pembelajaran remedial dalam pelajaran yang lainnya :
a. Identifikasi
siswa yang mengalami kesulitan belajar.
b. Melakolisasi
letak kesulitan (permasalahan).
c. Identifikasi
penyebab kesulitan belajar.
d. Menentukan
bantuan dengan pembelajaran remedial.
e. Tindak
lanjut dari pembelajaran remedial.
2.3 Tindak lanjut kesulitan belajar
beserta ilustrasi kasusnya.
Setelah
diadakannya diagnosis dalam kesulitan belajar, maka ada langkah langkah
selanjutnya dalam menentukan tindakan. Dalam melakukan tindak lanjut siswa yang
mengalami kesulitan belajar, dilakukan terlebih dahulu beberapa hal penting,
diantaranya (Syah, 2011:
173-175):
2.3.1
Analisis
hasil diagnosis
Data
dan informasi yang diperoleh guru melalui diagnostik kesulitan belajar perlu
dianalisis sedemikian rupa, sehingga kesulitan khusus yang dialami siswa yang
berprestasi rendah itu dapat diketahui secara pasti.
2.3.2
Menentukan
kecakapan bidang bermasalah
Berdasarkan
hasil analisis tadi, guru diharapkan dapat menentukan bidang kecakapan tertentu
yang dianggap bermasalah dan memerlukan perbaikan. Bidang-bidang kecakapan
bermasalah ini dapat dikatagorikan menjadi tiga macam.
a. Bidang
kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru sendiri.
b. Bidang
kecakapan bermasalah yang dapat ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua.
c. Bidang
kecakapan bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun orang
tua.
Bidang kecakapan yang tidak dapat
ditangani atau terlalu sulit untuk ditangani baik oleh guru maupun orang tua
dapat bersumber dari kasus-kasus tunagrahita (lemah mental) dan kecanduan
narkotika. Yang termasuk dalam lingkup dua macam kasus yang bermasalah berat ini
dipandang tidak berketerampilan (unskilled people). Oleh karenanya, para siswa
yang mengalami kedua masalah tersebut tidak hanya memerlukan pendidikan khusus,
tetapi juga memerlukan perawatan khusus.
2.3.3
Menyusun
program perbaikan
Dalam hal
menyusun program pengajaran perbaikan (remedial teaching), sebelumnya guru
perlu menetapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Tujuan
pengajaran remedial.
b. Materi
pengajaran remedial.
c. Metode
pengajaran remedial.
d. Alokasi
waktu pengajaran remedial.
e. Evaluasi
kemajuan siswa setelah mengikuti pengajaran remedial.
2.3.4
Melaksanakan
program perbaikan
Pada prinsipnya,
program pengajara remedial itu lebih cepat dilaksanakan tentu saja akan lebih
baik. Tempat penyelenggaraannya bisa dimana saja., asal tempat itu memungkinkan
siswa klien (siswa yang memerlukan bantuan) memusatkan perhatiannya terhadap
proses pengajaran perbaikan tersebut. Namun patut dipertimbangkan oleh guru
pembimbing kemungkinan digunakannya ruang bimbingan dan penyuluhan yang
tersedia di sekolah dalam rangka mendayagunakan ruang bp tersebut.
2.4 Memahami fungsi remedial bagi guru
dan prinsip melakukan program perbaikan.
2.4.1
Fungsi
remedial bagi guru
Bagi
guru itu sendiri, pengajaran remedial memiliki beberapa fungsi ( Chrisnajanti, 2002: 83)
yaitu:
a. fungsi
korektif yang memungkinkan terjadinya perbaikan hasil belajar dan perbaikan
segisegi kepribadian siswa,
b. fungsi
pemahaman yang memungkinkan siswa memahami kemampuan dan kelemahannya serta
memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran sesuai dengan kondisi
siswa,
c. fungsi
penyesuaian yang memungkinkan siswa menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
memungkinkan guru menyesuaikan strategi pembelajaran sesuai dengan
kemampuannya,
d. fungsi
pengayaan yang memungkinkan siswa menguasai materi lebih banyak dan mendalam
serta memungkinkan guru mengembangkan berbagai metode yang sesuai dengan
karakteristik siswa,
e. fungsi
akseleratif yang memungkinkan siswa mempercepat proses belajarnya dalam
menguasai materi yang disajikan dan yang terakhir
f. fungsi
terapeutik yang memungkinkan terjadinya perbaikan segi-segi kepribadian yang
menunjang keberhasilan belajar.
2.4.2
Prinsip
melakukan program perbaikan
Selanjutnya
guru melaksanakan program perbaikan. Dalam melaksanakan program ini, ada
beberapa yang harus diperhatikan, diantaranya:
a. Dilaksanakan
lebih cepat lebih baik.
b. Dilaksanakan
di tempat “memungkinkan klien (siswa memerlukan bantuan) memusatkan
perhatiannya terhadap proses pengajaran perbaikan tersebut” (Syah, 2008: 193).
c. Guru
dianjurkan mempelajari “buku-buku khusus mengenai bimbingan dan penyuluhan”
(Syah, 2008: 193).
d. Guru
dianjurkan mempertimbangkan penggunanaan model-model mengajar yang sesui dengan
cara mendukung kesulitan belajar siswa tersebut.
BAB IIIPENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan
uraian bab sebelumnya kami dapat mengemukakan simpulan sebagai berikut.
Diagnosis
dalam kesulitan belajar adalah suatu tindakan untuk mengetahui kesulitan
belajar siswa. Kesulitan belajar adalah suatu kejadian yang dialami siswa saat
proses pembelajaran itu berlangsung.
Langkah-langkah
dalam diagnosis kesulitan belajar terdiri dari melakukan observasi kelas untuk
melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran, memeriksa
penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar,
mewawancarai orangtua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang
mungkin menimbulkan kesulitan belajar, memeberikan tes diagnostik bidang
kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami
siswa, dan memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa
yang diduga mengalami kesulitan belajar. Khusus untuk langkah terakhir itu
memerlukan bantuan klinik psikologi.
Setelah
mengetahui letak dimana kesulitan belajar itu, maka langkah selanjutnya adalah
penyelesaiannya. Dalam penyelesaiannya serta tindak lanjutannya, terdiri dari
beberapa langkan, diantaranya analisis hasil diagnosis, menentukan kecakapan
bidang bermasalah, menyusun program perbaikan, dan melaksanakan program
perbaikan.
Bagi
guru itu sendiri, pengajaran remedial memiliki beberapa fungsi, diantaranya fungsi
korektif, fungsi pemahaman, fungsi penyesuaian, fungsi
pengayaan, fungsi akseleratif, dan fungsi terapeutik. Selain itu, dalam usaha
perbaikan harus memperhatikan hal yang penting.
3.2 Saran
Sejalan
dengan simpulan di atas, kami merumuskan saran sebagai berikut.
·
Guru seharusnya peka terhadap apa yang
menjadi kesulitan siswa.
·
Guru tidak menjadikan hal ini adalah hal
yang sepele, namun harus dijadikan hal yang penting.
·
Harus adanya keprofesionalnya seorang
guru dalam bidang bimbingan dan konseling ini.
DAFTAR PUSTAKA
Busono, Mardiati. (1988). Diagnosis dalam Pendidikan. Jakarta:
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Chrisnajanti, Wiwik.
(2002). Pengaruh Program Remedial terhadap Ketuntasan Belajar Siswa. Dalam Jurnal Pendidikan Penabur.
[Online]. Vol 1. (1) 6
halaman.
Tersedia:http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.81Pengaruh_Program_Remedial_terhadap_Ketuntasan_Belajar_Siswa.pdf
[26 Febuari 2013].
Marsetyorini, Angelina
Dwi dan Murwaningtyas, Ch Enny. (2012). Diagnosis Kesulitan Belajar Siswa dan Pembelajaran Remedial dalam Materi
Operasi pada Pecahan Bentuk Aljabar di kelas VIII SMPN 2 Jetis Bantul. Dalam Seminar Nasional Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika FPMIPA UNY .
11 halaman .
Syah, Muhibbin. (1999). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Syah, Muhibbin. (2011). Psikologi Belajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Umar, HM dan Sartono. (2001). Bimbingan dan Penyuluhan. Bandung: CV
Pustaka Setia.
No comments:
Post a Comment