9/10/2015

Makalah Pengantar Ilmu Psikologi

   BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Di tinjau dari segi ilmu bahasa, perkataan psikologi berasal dari perkataan psyche yang diartikan jiwa dan perkataan logos yang berati atau ilmu pengetahuan. Karena itu perkataan psikologi sering diartikan atau diterjemahkan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau disingkat dengan ilmu jiwa.Berikut ini adalah definisi psikologi menurut para ahli:
Miller, G. Psychology and Comunication (1974:4) : “Psychology is the science that attempt to describe,predict, and control mental and behavior event”.(psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan ,meramalkan,dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku).
Robert S.Woodwort dan Marquis DG. Psychology(1957:7) :”Psychology is the scientific studies of individual activities relation to the inveronment”. ( Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungan dengan alam sekitarnya).
Pembahasan tentang psikologi memang sudah biasa dalam ilmu filsafat, karena pada dasarnya ilmu psikologi adalah bagian atau sub-sub disiplin ilmu dari filsafat. Dalam pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, psikologi menjadi bagian dari pembelajaran dan atau pembahasannya termasuk ke dalam salah satu studi khusus yang dapat dipelajari.
Sebagai seorang calon pendidik, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan setiap pengajaran, metode dan konsep psikologi dalam prakteknya. Karena pada dasarnya suatu pembelajaran atau proses belajar mengajar hanya akan efektif apabila seorang pendidik mampu memahami  setiap karakteristik dari para peserta didiknya.
Makalah ini dibuat sebagai landasan pembahasan dan pembelajaran studi psikologi dalam kehidupan sosial, terutama untuk para mahasiswa calon pendidik, karena dalam prosesnya kita dituntut bukan hanya mampu memberikan atau menyalurkan pendidikan sesuai dengan ketentuan pengajaran saja. Pendidikan psikologi membahas tentang apa saja yang dapat kita apresiasikan sebagai seorang pendidik dalam prakteknya ataupun dalam ruang lingkup kemasyarakatannya.
Berdasarkan penelusuran yang telah kami kaji, ada beberapa pembahasan materi psikologi yang bukan hanya mengacu pada dunia pendidikan atau pembentuka karakter saja, ada beberapa konsep dalam studi psikologi sosial yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari, hal itu akan kami bahas secara rinci dalam pengembangan dari makalah yang kami sajikan.
Dengan terselesaikannya makalah ini, para pembaca diharapkan mampu mengaplikasikan setiap pembahasan, metode, dan konsep psikologi yang telah kami susun secara sistematis ke dalam prakteknya, dan mampu untuk bersikap kritis apabila dalam penyajiannya ada beberapa pembahasan yang kami sajikan kurang relevan dalam pengembangannya, dan kami berharap makalah yang kami sajikan ini dapat bermanfaat dalam proses pengenalan studi psikologi sosial.
B.     Rumusan Masalah
a.       Pengertian dan Ruang lingkup psikologi menurut para ahli?
b.      Pendekatan dan Metode yang digunakan dalam psikologi?
c.       Bagaimana Sejarah Perkembangan Psikologi?
d.      Apa saja mahzab yang digunakan dalam psikologi?
e.       Apa saja konsep yang digunakan dalam psikologi?
f.        Bagaimana Generalisasi dalam psikologi?
g.       Apa saja Teori yang digunakan dalam Psikologi?
C.     Tujuan
a.       Pembahasan studi psikologi sosial diharapkan mampu membantu para mahasiswa calon pendidik dan yang telah menjadi pendidik (guru) dalam memahami dan mempraktekkannya pada proses penyaluran pendidikan atau belajar mengajar kepada para peserta didik.
b.      Psikologi sosial dapat dijadikan landasan dalam hubungan interaksi sosial di ruang lingkup masyarakat.
c.       Studi pembelajaran psikologi dapat dijadikan acuan kita untuk lebih memahami tentang segala aspek dalam diri yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari
D.    Sistematika
Bab I    : Pendahuluan, bab ini berisi latar belakang penulisan makalah, rumusan  masalah,  penulisan makalah, tujuan penulisan makalah, juga berisi mengenai sistematika penulisan makalah.
Bab II  : Pembahasan, bab ini membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup psikologi, pendekatan dan metode penelitian psikologi, sejarah perkembangan psikologi, mahzab psikologi, konsep psikologi, generalisasi psikologi dan teori psikologi.
Bab III : Penutup, bab ini membahas mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah.
















 BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian dan Ruang Lingkup Psikologi

Banyak ahli-ahli psikologi mendefinisikan psikologi dalam berbagai cara, bentuk, dan juga isi.diantaranya:
1.      Psikologi merupakan studi kegiatan mental (Atkinson,1996:18 dalam Supardan,(2008):425)
2.      Psikologi merupakan ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya. (William James:1980 dalam Supardan,(2008):425)
3.      Psikologi adalah studi ilmiah mengenai prilaku (Kenneth Clark, George Miller:1970 dalam Supardan,(2008):425)
Dari seluruh definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah studi ilmiah mengenai proses prilaku dan juga mental.
      Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai psikologi, dapat menggunakan beberapa pendekatan dari berbagai sudut pandang, yaitu :
1.      Pendekatan neurobiologi
Pendekatan ini menekankan pada hubungan suatu tindakan dengan segala peristiwa yang ada di dalam tubuh, terutama dalam otak dan syaraf. Adapun tokoh dalam kelompok ini adalah Broca, Hitzig dan Ferrir.
2.      Pendekatan behaviorisme
Pendekatan ini menitik beratkan pada seluruh kegiatan organism yang dapat diamati atau diukur. Tokoh yang menganut pendekatan ini adalah J.B Watson dan B.F Skinner.
3.      Pendekatan kognitif
Pendekatan ini berfokus pada cara kerja otak dalam mengolah informasi dan mengubahnya. Adapun tokoh yang mempelopori pendekatan ini  adalah Kenneith Craik, ahli psikologi dari Inggris yang menganalogikan otak sebagai komputer (Atkinson, 1996: 11 dalam Supardan,(2008):426).
4.      Pendekatan psikoanalitik
Pendekatan ini menekankan pada motif bawah sadar yang berakar dari dorongan seksual dan agresi yang ditekan pada masa kanak- kanak. Tokoh-tokohnya yaitu Sigmund Freud, Adler, Jung, Fromm, Sullivan, Horney dan sebagainya.
5.      Pendekatan Psikologi Gestalt
Memfokuskan pada konfigurasi yang menyeluruh. Dipelopori oleh Max Wertheimer, Kohler dan Koffka.
6.      Pendekatan fenomenologi dan humanistik
Pendekatan ini menekankan pada pengalamn subjektif seseorang, kebebasan memilih, dan motivasi terhadap aktualisasi.tokohnya adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers(Hall dan Lindzey,1993:106 dalam Supardan,(2008): 426).
      Dalam ilmu psikologi, juga terdapat metode- metode yang mengenal beberapa metode kerja, yaitu:
1.      Metode eksperimental
Metode ini menguji setiap variabel  dengan memberikan perlakuan untuk kemudian dianalisis dan dibahas sehingga di dapatlah kesimpulan.
2.      Metode observasi
Pada metode ini, dilakukan berbagai macam pengamatan terhadap beberapa sampel penelitian dalam segala aspek yang merupakan titik tolok psikologi baik binatang maupun manusia.
3.      Metode survei
Metode ini dilakukan dengan membagikan kuesioner ataupun wawancara.
4.      Metode tes
Metode ini dilakukan dengan cara melakukan pengetesan. Tujuannya yaitu untuk mengetahui dan mengukur segala jenis kemampuan, minat, sikap dan hasil kerja.dari tes ini para psikolog dapat mengetahui gangguan mental ataupun permasalahan dari data hasil tes yang dilakukan tanpa membutuhkan segala bentuk alat laboraturium yang canggih.
5.      Metode riwayat hidup atau kasus
Metode ini ditujukan untuk mengetahui dan mengungkap kasus sesuai dengan kebutuhan peneliti.
      Beberapa jenis ilmu psikologi tematis ataupun terapan dapat dirinci menjadi beberapa ilmu yang lebih spesifik, namun masih dalam koridor ilmu psikologi. Diantaranya adalah psikologi sosial, klinis dan konseling, konstutisional, psikofarmakologi, okupasional, politik, sekolah dan pendidikan, perkembangan, kepribadian, lintas budaya, rekayasa, lingkungan, konsumen dan psikologi industri dan organisasi. Adapun penjelasan dari berbagai cabang ilmu psikologi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1.      Psikologi sosial (Social Psychologist)
      Psikologi sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku individu sebagai fungsi dari rangsang-rangsang sosial (Shaw dan Costanzo, 1970: 3 dalam Supardan, (2008): 429).Dalam psikologi sosial, individu ditempatkan dalam unit analisis utama bukan masyarakat ataupun kebudayaan. Karena psikologi ini menitikberatkan pada peran individu, maka fenomena sosial yang dikaji yaitu agresi dan kemarahan, alturisme dan perilaku membantu, sikap sosial persuasi, ketertarikan dan hubungan sosial, tawar- menawar dan negosiasi, konformalitas dan proses pengaruh sosial, kerjasama dan kompetisi, pembuatan keputusan kelompok, presentasi diri dan manajemen kesan, peran- peran seksual, perilaku seksual, pembelajaran sosial, dan sosialisasi.(Jones,2000: 996  dalam Supardan, (2008): 427).
      Dalam perkembangannya, psikologi sosial sebenarnya telah diamati oleh para filsuf sosial sebelum pertanyaan ataupun ilmu psikologi menjadi sebuah ilmu (Allport, 1954 dalam Supardan, (2008): 428). Sebagaimana yang dijelaskan oleh Auguste Comte (1789- 1857) bahwa manusia secara stimultan dapat menjadi penyebab maupun akibat dari masyarakat (Supardan, (2008): 428). Lalu Gabriel Tarde (1842- 1904), meneliti tentang proses imitasi sebagai dasar dari dari interaksi sosial, kemudian Gustav Le Bon (1841- 1932) dengan kontribusinya di bidang psikologi masa. Semua pendapat dan ide- ide tersebut menjadi dasar dari kelahiran ilmu psikologi.
      Barulah kemudian pada tahun 1908, bersamaan dengan munculnya dua teks yang ditulis oleh McDougall, yaitu An Introduction to Social Psichology dan Ross yaitu Social Psychology disebut sebagai tahun kelahiran dari ilmu psikologi. Namun, menurut Edward E Jones, psikologi sosial baru mulai  konsisten mengembangkan diri pada tahun 1930-an bersamaan dengan berkembangnya teori dan metode psikologi sosial yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (Jones, 2000: 996 dalam Supardan (2008):428).
2.      Psikologi Klinis dan Penyuluhan atau Konseling (Clinical Psychology and Counseling).
      Bidang psikologi ini berperan dalam penyelesaian masalah kesehatan mental dengan menggunakan prinsip-prinsip psikologi. Dalam bidang psikologi ini, semua prinsip-prinsip psikologi digunakan sebagai acuan dan landasan dan fondasi keilmuan.
      Sejarah perkembangan psikologi dimulai ketika pembentukan organisasi yang mengatur standar psikologi klinis oleh Dewan Profesi Psikologi Amerika pada tahun 1974 yakni, American Noard of Profesional Psychologist. Organisasi ini bertugas memberikan diploma, mendorong pembinaan kecakapan psikologi professional dan juga berhak untuk melakukan pengujian.
      Dari bidang psikologi ini muncul beberapa spesialisasi yang berkembang secara mandiri. Yaitu psikologi klinis, psikologi konseling, psikologi industri dan organisasi, psikologi pendidikan, dan neuropsikologi.
       Psikologi klinis berkembang pesat di Amerika. Hal ini dibuktikan dengan keaktifan dan rekanan yang aktif maupun keilmuannya. Pada tahun 1957, anggota mereka berjumlah 1.907 orang dan pada tahun 1993 terus meningkat hingga bejumalh 113.000 orang. Dan hingga saat ini sudah ada sekitar 16.000 orang yang terdaftar pada National Register.
      Sedangkan psikologi konseling merupakan suatu bidang psikologi terapan yang berusaha menciptakan, menerapkan, dan menyebarkan pengetahuan mengenai pencegahan dan penanggulangan gangguan fungsi manusia dalam berbagai kondisi (Brown dan Lent, 1992 dalam Supardan (2008):429). Di Amerika Serikat, bidang psikologi ini berdiri sebagai ilmu sendiri dan tidak menjadi bagian dari ilmu lain pada tahun 1947. Kemudian di Kanada dan Australia, lalu di Inggris pada 1982 dengan membentuk seksi psikologi konseling pada British Psicology Society (Taylor, 2000: 182 dalam Supardan (2008):429). Adapun tujuan dari bidang psikologi konseling tersebut adalah untuk membantu individu memahami dan mengubah perasaan, pikiran, dan prilakuku kejiwaan; mengatasi tekanan mental; menanggulangi krisis; meningkatkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan berbagai persoalan (American Psychological Association, 1985 dalam Supardan (2008):429).

3.      Psikologi Konstitusional (Constitusional Psycholy).
      Bidang psikologi merupakan salah satu bidang psikologi yang masih kontrovesional. Pemahaman dari psikologi ini adalah studi tentang hubungan morfologis dan fungsi fisiologis tubuh serta hubungan antara fungsi- fungsi psikologi sosial (Lerner, 2000: 168 dalam Supardan,(2008):429). Banyak yang menentang pemahaman ini meskipun banyak data yang membuktikan ataupun mendukung pemahaman tersebut.
      Sejarah munculnya psikologi ini pertama kali adalah ketika Kretschmer mula- mula merintisnya pada tahun 1921 dengan menerbitkan Korperbau and Character, dan kemudian disusul oleh Sheldon dengan karyanya yang berjudul The Varietes Of Human Psyique (1940) yang menimbulkan banyak kritik atasnya.
      Penyebab dari kritikan masyarakat terhadap karya ini adalah karena masyarakat kurang begitu yakin terhadap kekuatan asosiasi antara tipe fisik dan tempramen. Selain itu keraguan masyarakat ilmiah juga berdasarkan pada landasan konseptual, metodologis, serta analisis datanya. Akan tetapi dalam penelitian lain di mana karena aspek metodologinya lebih kuat, terungkap bahwa memang ada asosiasi yang menonjol antara tipe- tipe fisik tertentu.
      Tampaknya perbedaan teoritis- teoritis tersebut akan terus berkembang sebagai dinamika akademik hingga kegiatan risetnya pun akan terus berkembang.
4.      Psikofarmakologi
      Bidang ini merupakan bagian dari psikologi yang berkaitan dengan obat- obatan untuk mengatasi gangguan psikiatris. Pada zaman dahulu, khususnya sejak tahun 1950, seorang psikiater hanya memiliki sedikit obat stimultan dan obat penenang nonspesifik untuk mengobati kecemasan dan depresi. Bahkan terapi Elektroconclusive (ECT) dianggap efektif bagi penderita depresi, tetapi kurang bagus bagi penderita Skizofernia kronis. Jadi, belum ada perawatan yang tepat bagi ribuan bahkan jutaan pasien rumah sakit jiwa pada masa itu. Namun pada prkembangan selanjutnya, akan ditemukan berbagai penemuan yang sangat membantu di bidang ini yaitu, obat antipsikotrik, anti depresan dan lithium.
      Antipsikotrik berfungsi sebagai penetralan khayalan atas halusinasi yang merupakan gejala awal dari penyakit skizophrenia. Biasanya obat ini sangat membantu dalam efek penenang dari bebagai macam gangguan psikoltik. Adapun efek samping dari obat ini yaitu leher kaku, lesu dan juga menghambat ataupun melemahkan fungsi fisik dan mental.
      Antidepresan berfungsi untuk para penderita gangguan mental mayor atau fase tertekan dalam penyakit depresi kejiwaan.
      Sedangkan lithium berfungsi untuk menetralkan tahap kegilaan dari depresi berat.dan menghindarkan pasien yang sudah sembuh dari penyakit jiwanya dari kambuhnya penyakit tersebut.
5.      Psikologi Okupasional
      Bidang psikologi ini merupakan rangkuman dari beberapa bidang psikologi. Yaitu psikologi industi, organisasi, vokasional, dan psikologi sumber daya manusia.. psikologi industi berkaitan dengan kepentingan manajemen, psikologi organisasi membatasi hanya pada konteks tertentu, psikologi vokasional cenderung membatasi berbagai karier individu di luar konteks organisasional yang dapat mereka tekuni, sedangkan psikologi sumber daya manusia dapat mengabaikan konteks nonorganisasional.
      Dengan demikian, psikologi okupasional merupakan label bermanfaat yang merangkum penekanan diatas. Oleh karena itu psikologi okupasional banyak membahas tentang antara organisasi dengan individu dalam teori peranan, makna kerja dalam pendekatan fenonenologi terhadap kognisi , karier- karier kehidupan dalam teori kehidupan perkembangan manusia dan hubungan antarorganisasi dan antar Negara kebangsaan dalam teori konflik dan negoisasi.
      Sejarah dari penemuan sampai perkembangannya hingga sekarang dimulai saat Galton menemukan determinasi biologi pada abad ke-19. Determinasi biologi merupakan kemampuan intelektual yang bersifat bawaan, sangat relevan dengan pendapat Taylor bahwa kerja dapat dipilah menjadi berbagai macam beberapa tugas yang membutuhkan kemampuan spesifik. Dan kemudian terus berkembang hingga pasca Perang Dunia I dilakukan beberapa tes tes psikometrik dalam seleksi kemiliteran.
      Namun hal itu berbeda dengan pasca Perang Dunia II. Pasca Perang Dunia II ditemukan perlu adanya keterpaduan kelompok dalam meraih tujuan. Oleh karena itu berkembanglah teori- teori kepemimpinan dari Fred Fiedler, teori tipologi X dan Y dari David McGregor, dan sebagainya. Selanjutnya yang memberi pengaruh kuat pada psikologi okupasional adalah gerakan humanism tahun 1960-an, seperti yang dilukiskan Theodore Reich (1970) dan proses- proses aktualisasi diri, yakni pencapaian potensi seseorang secara optimal, mendapat dukungan dari para ahli psikologi humanis- eksistensialis, seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers.
6.      Psikologi politik
      Tujuan dari bidang psikologi ini pada dasarnya adalah untuk menyikap saling keterkaitan antar proses psikologi dan politik.bidang psikologi ini mempunyai berbagai sumber dari berbagi disiplin antara lain antropologi budaya, psikologi ekonomi, sosiologi, psikologi, serta ilmu politik.
7.      Psikologi sekolah dan pendidikan
      Bidang ini mengkaji tentang anak didik di sekolah serta berbagai substansinya. Bidang ini merupakan kombinasi dari berbagai bidang psikologi lainnya yaitu psikologi perkembangan anak, psikologi pendidikan dan psikologi klinis. Lain halnya dengan psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan merupakan kajian tentang prilaku dalam proses pengajaran.
8.      Psikologi perkembangan.
      Psikologi ini menekankan kepada perkembangan manusia dan segala faktor yang mempengaruhi perilakunya. Di dalam bidang psikologi ini dipelajari berbagai bentuk kemampuan khusus manusia seperti kemampuan berbahasa.
      Pada mulanya psikologi ini hanya menekankan pada tahapan perkembangan, usia dan bentuk permasalahannya. Namun kemudian kajian ini diperluas ke tahap pembautan dan juga kelahiran, tahap dewasa, lanjut usia dan pertengahan (Siegel, 1969: 88, Hurlock, 1980: 2 dalam Supardan,(2008):433)
      Ada dua alasan utama yang dikemukakan oleh Hurlock yang mendorong adanya perbedaan penekanan pada psikologi perkembangan, yaitu:
a.       Riset terhadap periode tertentu dalam perkembangan sangat dipengaruhi oleh keinginan untuk memecahkan masalah praktis
b.      Riset terhadap masa tertentu dirasakan lebih sulit dibandingkan dengan tahap lain.
9.      Psikologi kepribadian
      Bidang psikologi ini sebenarnya bukan bidang psikologi baru. Melainkan hanya namanya saja yang berbeda dari bidang sebelumnya yaitu Ilmu Karakter, Psikologi Karakter maupun Teori Psikologi. Menurut Caplin (1999:362 dalam Supardan, (2008):433), psikologi kepribadian merupakan segi pandangan yang menekankan pada penamaan dan pelekatan tingkah laku. Namun definisi tersebut belum mampu mengungkap apa sebenarnya arti dari kepribadian. Adapun Alfred Adler menyebutkan bahwa psikologi kepribadian merupakan ilmu perilaku tentang gaya hidup ataupun karakteristik dan juga tujuan hidup. Ada pendapat lain dari Carl Jung yang menyatakan bahwa psikologi kepribadian merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku integrasi dari ego, ketidaksamaan pribadi, kolektif kompleks dan juga arketip pesona serta anima.
       Psikologi kepribadian jika digolongkan menurut metode yang digunakan  adalah sebagai berikut:
a.       Atas dasar pemikiran spekulatif.
b.      Atas dasar data empiris.
              Sedangkan jika digolongkan berdasarkan komponen kepribadian, dapat digolongkan menjadi berikut:
a.       Teori konstitusional
b.      Teori tempramen
c.       Teori ketidaksadaran
d.      Teori faktor
e.       Teori kebudayaan
10.  Psikologi lintas budaya
      Menurut Brislin, Lonner dan Thorndike, psikologi lintas budaya adalah kajian empiris mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang memiliki perbedaan pengalaman dan membawa pada perbedaan prilaku.
      Adapun tujuan dari bidang psikologi ini adalah sebagai berikut:
a.       Sebagai pengujian kerampatan pengetahuan dari teori psikologi.
b.      Untuk menemukan variasi yang tidak dijumpai dalam pengalaman budaya yang berbeda- beda.
c.       Mengintegrasikan hasil –hasil yang dialui dalam sebuah psikologi yang lebih luas.
11.  Psikologi rekayasa
      Masalah yang menjadi sorotan utama bagi psikologi rekayasa adalah masalah- masalah yang menyangkut factor manusiawi. Bidang kajian dari psikologi ini sangat laus sehingga dapat mencakup setiap kajian dalam psikologi industi dan berbagai bidang kajian lainnya yang berhubungan dengan psikologi industi.
      Ada banyak persamaan antara psikologi rekayasa dan psikologi industri, sehingga kedua bidang ini nampak saling tumpang tindih,  namun ada tiga perbedaan utama yang membedakan kedua bidang inbi yaitu:
a.       Ahli  psikologi rekayasa akan mencari kesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya melalui seleksi, sedangkan ahli psikologi rekayasa akan menyesuaikan pekerjaan dengan pekerjanya.
b.      Letak titikberat pendekatan psikologi rekayasa berada di dalam masalah– masalah pelaksanaan kerja
c.       Lingkungan psikologi rekayasa modern telah memperluas lingkungan okupasional dengan menjangkau semua wilayah kehidupan sehari- hari.
      Psikologi rekayasa dan Paikologi industri mempunyai banyak kesamaan yaitu darisejarah perkembangannya.
     Psikologi rekayasa lahir setelah masa pertumbuhan psikologi industri. Pada tahun 1898, di mana Frederick W. Taylor yang terkenal dengan studinya tentang dimensi waktu dan kerja manual. Setelah Perang Dunia II Psikologi rekayasa semakin menonjol peranannya terutama setelah dirasakan adanya kompleksitas mesin atau peralatan mekanis.
12.  Psikologis Lingkungan
      Psikologi lingkungan berhubungan dengan proses belajar yang menunjuk pada efek kumulatif dari respon individu terhadap rangsangan lingkungan individu dalam hidupnya. Psikologi lingkungan dapat menjangkau berbagai bentuk permasalahn. Bukan hanya yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh manusia melainkan juga yang sudah diperhitungkan sebelumnya.
13.  Psikologi konsumen
      Psikologi konsumen membahas tentang tingkah laku individu sebagai konsumen. Bidang psikologi ini mulai dengan psikologi periklanan dan penjualan., objeknya adalah komunikasi yang efektif baik dari pihak perusahaaan maupun distributor kepada konsumen.
      Dalam sejarah perkembangannya, psikologi ini mulai berkembang mulai tahun 1960-an. Dan dalam masa perkembangannya tersebut ada perkembangan psikologi yang sangat mencolok yaitu peralihan pusat perhatian dari konsumen sebagai pembeli ke konsumen sebagai konsumen (Jacoby, 1976; Perloff, 1968 dalam Supardan,(2008):439). Menurut Anastasi, ada empat cara berbeda, yaitu:
a.       Perluasan pusat perhatian melampaui kegiatan pembelian
b.      Peningkatan kecenderungan untuk mendekati masalah dari sudut pandang konsumen
c.       Dalam psikologi konsumen adalah timbulnya pengakuan terhadap konsumen sebagai organisme hidup yang tingkah lakunya berhak mendapat pengakuan ilmiah
d.      Ciri dari karya psikologi ilmiah adalah makin meningkatnya perhatian pada masalah sosial.
14.  Psikologi industri dan organisasi
      Merupakan penerapan dari berbagai prinsip psikologi industri dan perdagangan. Dalam kajian ini terdapat tiga bidang kajian psikologi industri dan organisasi, yaitu:
a.       Psikologi personalia
Menekankan pembuatan keputusan mengenai personalia, pelatiahan, promosi , transfer pekerjaan dan lain sebagainya. Sedangkan alat yang sering digunakan adalah analisis pekerjaan dan tes kemampuan. Analisis kemampuan berguna untuk penentuan tugas dan tes kemampuan untuk menjajaki gambaran kekuatan dan kelemahan
b.      Psikologi industri atau sosial klinis
Berkaitan dengan penyesuaian timbal balik antara orang dan lingkungannya.
c.       Psikologi sumber daya manusia dan rekayasa manusia
Menggunakan asumsi dan berkebalikan dengan psikologi personalia. Walaupun keduanya memiliki permasalahan yang sama yaitu bagaimana mencocokkan individu dengan pekerjaannya.

B. Pendekatan dan Metode Penelitian Psikologi

1. Pendekatan
Lima Pendekatan Psikologi menurut (Atkinson dan Hilgard 1996:7-14 dalam Supardan, (2008):440)
a.       Pendekatan Neurobiologis
Kajian yang menitikberatkan pada pembahasan struktur otak menusia. Kajian ini menghubungkan perilaku dengan hal-hal yang terjadi dalam  tubuh, terutama dalam otak dan sistem sarafnya. Pendekatan ini mengkhususkan proses neurobiologi yang mendasari perilaku dan kegiatan mental. Penemuan mutakhir telah manunjukan dengan jelas adanya hubungan yang erat antara aktifitas otak dengan perilaku dan pengalaman. Reaksi emosional seperti rasa takut dan marah dibangkitkan pada bianatang dengan memberi rangsangan elektrik yang lemah pada beberapa bagian tertentu otak.
b.      Pendekatan Perilaku
Merupakan pendekatan dengan cara mengamati perilaku manusia, bukan mengamati kegiatan-kegiatan bagian tubuh dalam menusia. Pendekatan perilaku menekankan bahwa tingkah laku yang datang secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini mulai diperkenalkan oleh ahli psikologi Amerika John. B Watson pada awal tahun 1990-an.Watson berpendapat bahwa intropeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya alasannya, jika psikologi dikatakan ilmu maka datanya harus dapat diamati dan terukur. Sedangkan intropeksi hanya anda sendiri yang mampu mengintropeksi pengamatan dan perasaan anda,orang lain tidak.
c.       Pendekatan Kognitif
Pendekatan  ini bertolak dari suatu asumsi bahwa sebagai manusia tidak sekedar penerima rangangan pasif. otak manusia secara aktif mengolah informasi yang diterima dan mengubahnya dalam bentuk serta ketegori pengetahuan baru. Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang datang. Tujuan psikologi kognitif adalah untuk mengandalkan eksperimen dan mewujudkan teori yang menerangkan bagaimana proses mental disusun dan berfungsi.
d.      Pendekatan Psikoanallitik
Pendekatan ini dikembangkan oleh Sigmund Freud, ahli psikologi Austria yang didasarkan atas studi yang luas dari para pasien secara individual, bukan secara eksperimen. Dasar pemikiran pendekatan ini bahwa sebagian besar perilaku manusia adalah dari proses yang tidak disadari, tetapi berpengaruh terhadap perilakunya. pendekatan ini meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan. Ia percaya banyak dari impuls pada masa kanak-kanak yang dilarang dan dihukum oleh para orang tua dan masyarakatnya berasal dari naluri pembawaan (innate instinc).
Melarang impuls tersebut mengakibatkan mereka keluar dari kesadaran dan menggantikannya dengan ketidaksadaran yang tetap berpengaruh pada perilakunya. Impuls ini menurut Freud akan manumbuhkan jalan pelampiasan melalui mimpi, kekeliruan dalam berbicara (latah), cara kebiasaan dan gejala penyakit neurosis, serta melalui bentuk perilaku yang dapat diterima masyarakat.
e.       Pendekatan Fenomenologi
     Pendekatan ini memusatkan perhatiaanya pada pengalaman subjektif individu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.  Pendekatan ini, menekankan pemahaman kejadian atau fenomena yang dialami individu tanpa adanya beban prakonsepsi atau ide teoritis. Para psikolog percaya kita dapat mempelajari kodrat manusia dengan cara mempelajari bagaimana manusia memandang diri dan dunia mereka daripada mengamati tindak-tanduk mereka.
Ahli psikologi yang lain menitikberatkan pengertian mengenai kehidupan bagian dalam dan pengertian mengenai pengalaman individu daripada mengembangkan teori atau meramalkan perilaku. Pandangan ini menolak perilaku dikontrol oleh desakan yang tidak disadari (teori psikoanalitik) atau rangsangan dari luar, terutama behaviorisme. Mereka lebih meyakini bahwa kita tidak digerakkan oleh kekuatan di luar kontrol kita, tetapi kita merupakan pelaku yang mengontrol tujuan kita sendiri.
2.  Metode
Jika ditelaah dari segi metode yang digunakan dalalm psikologi pada mulanya metode klasik psikologi terbatas pada intropeksi. Metode ini mengacu pada observasi dan pencatatan pribadi yang cermat mengenai persepsi dan perasaannya sendiri. selanjutnya, metode-metode psikologi berkembang menjadi 5 metode.

a.       Metode Eksperimen
      Metode ini lebih banyak digunakan untuk menyelidiki besaran pengaruh dari suatu penelitian yang diujicobakan. Pada metode eksperimental sifat subjektivitas dari metode introspeksi akan dapat diatasi. Pada metode instrospeksi murni hanya diri peneliti yang menjadi objek. Tetapi pada instrospeksi eksperimental jumlah subjek banyak, yaitu orang-orang yang dieksperimentasi itu. Dengan luasnya atau banyaknya subjek penelitian maka hasil yang didapatkan akan lebih objektif.
Ciri yang mencolok adanya suatu perlakuan (treatment) atau menipulasi terhadapsuatu yang diteliti, apakah ada perbedaan yang signifikan antara kelompok treatment (perlakuan) atau tidak, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol sebagai treatment tersebut.  
b.Metode Pengamatan (Observasi)
      Metode ini secara lengsung mengamati terhadap sesuatu yang diteliti, baik perilaku binatang meupun menusia. Data yang diperoeh mencakup pengamatan perilaku pencatatan perubahan fisiologis dan jawaban yang diperoleh untuk setiap pertanyaan yang diajukan mengenai perasaan para subjek sebelum, selama dan sesudah penelitian.
c. Metode Survei
        Metode ini menggunakan kuisioner atau wawancara dalam ukuran sampel besar untuk mengetahui informasi, seperti pendapat politik, pilihan para konsumen,sebab-sebab mereka partisipatif/tidak partisipatif. Metode ini memerlukan validitas yang benar-benar teruji andal melalui uji coba sebelumnya, termasuk sampel yang dipilih harus mewakili populasinya.
d.      Metode Tes
        Metode ini digunakan untuk mengukur segala jenis kemampuan, seperti minat, ,bakat, inteligensi, sikap, maupun prestasi belajar. Dalam kosakata psikologi hal ini dinamakan pemeriksaan psikologi atau disebut juga dengan psikotes Metode ini menggunakan alat-alat psikodiagnostik tertentu yang hanya dapat digunakan oleh para ahli yang benar-benar sudah terlatih. alat-alat itu dapat dipergunakan unntuk mengukur dan untuk mengetahui taraf kecerdasan seseorang, arah minat seseorang, sikap seseorang, struktur kepribadian seeorang, dan lain-lain dari orang yang diperiksa itu.
        Analisis terhadap hasil tes kemudian menghubungkan keanekaragaman skor tes dengan keanekaragaman yang terdapat di antara manusia. Selanjutnya, penyusunan tes dan pemakainannya harus benar-benar direncanakan secara saksama dalam menyiapkan butir-butir soal, pembuatan skala, dan menentukan normanya.
e.       Metode Riwayat Kasus
        Metode penelaahan riwayat hidup secara ilmiah dikenal sebagai riwayat kasus, merupakan sumber data yang penting bagi para ahli psikologi dalam mempelajari setiap individu. Sejarah kehidupan seseorang dapat merupakan sumber data yang penting untuk lebih mengetahui “jiwa” orang yang bersangkutan, misalnya dari cerita ibunya, seorang anak yang tidak naik kelas mungkin diketahui bahwa dia bukannya kurang pandai tetapi minatnya sejak kecil memang dibidang musik sehingga dia tidak cukup serius untuk mengikuti pendidikan di sekolahnya. Dalam metode ini orang menguraikan tentang keadaaan, sikap-sikap ataupun sifat lain mengenai orang yang bersangkutan. Pada metode ini disamping mempunyai keuntungan juga mempunyai kelemahan, yaitu tidak jarang metode ini bersifat subjektif. Riwayat kasus dipersiapkan dengan cara merekonstruksi riwayat hidup seseorang yang didasarkan pada kejadian dan catatan yang teringat. Pada saat seseorang merasa kesulitan pengetahuan masa lampau individu penting untuk memahami perilakunya sekarang. Metode ini mengakibatkan adanya disortasi kejadian atau adanya hal yang terlupakan, tetapi ia sering merupakan satu-satunya metode yang tersedia. Metode riwayat kasus, juga dapat didasarkan pada studi longitudinal. Jenis studi ini mengikuti seseorang individu atau kelompok individu dalam jarak waktu yang panjang.

C. Sejarah dan Perkembangan Psikologi

     Dibandingkan dengan disiplin ilmu lain, psikologi termasuk ilmu yang relatif muda.Namun demikian,dalam lintasan sejarah psikologi,banyak para ahli telah menulis tentang psikologi.Pada zaman Yunani kuno,Plato dan Aristoteles  dianggap sebagai pelopor besar dalam psikologi. Plato (427 – 347 SM) yang beranggapan jiwa manusia terbagi atas dua bagian,yaitu jiwa rohaniah danjiwa badaniah. Jiwa rohaniah bersifat abadi, tidak pernah mati,sedangkan badaniah tidak.Selanjutnya,tentang jiwa menurut plato yang terkenal dengan konsepsinya Trichotomi dalam diri manusia terdapat jiwa yang meliputi pikiran atau kecerdasan (di kepala),kemauan (di dada),dan nafsu/perasaan (di perut). Sedangkan Aristoteles (384 – 323 SM) lebih dikenal dangan Dichotami,dimana jiwa meliputi kecerdasan dan kemauan .
           Begituipun Saint Agustinus yang terpengaruh oleh gagasan Plato dalam  bukunya Confessions,mengajarkan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan rohani.Jasmani menjadi sumber kejahatan karena tubuh sebagai kurungan dari rohani.Sebaliknya ,rohani tidak berzat dan memberi arah pada jasmani dan membentuk jasmani (Said,1990: 15 dalam Supardan, (2008):446).Berbeda dengan Rene Descartes (1650) yang menandai adanya hubungan antara pikiran dengan badan sebagai satu interaksi yang terungkap dalam semboyannya  cogito ergo sum atau ‘saya berpikir karena itu saya ada ‘ (Russel,2002: 740 dalam Supardan, (2008): 446).Namun,dari semua ajaran-ajaran kejiwaan masa lalu masih diwarnai oleh pemikiran filsafat yang spekulatif.
     Ungkapan bahwa “psikologi telah lama ada, tetapi sejarahnya hanya singkat” adalah ungkapan yang dikemukakan pertama kalinya oleh Herman Ebbingause, On Memory(1850 – 1909) :  An Investigation in Experimental Psychology (1885). Sejak itu ucapan tersebut sering dikutip oleh para ahli psikologi. Ebbinghaus adalah seorang psikolog Jerman pertama yang membuat suatu usaha mengkaji asosiasi (asosianisme)-teori yang mengemukakan bahwa pikiran tersusun atas beberapa elemen- biasanya mengacu kepada sensasi-sensasi dan ide-ide secara ilmiah yang kemudian aliran ini menjadi kognitivisme hingga saat ini.
     Sebelumnya usaha studi ilmiah yang sistematis terhadap psikologi telah dibangun sebagaimana yang dilakukan pada cabang ilmu lainnya, dapat dikatakan telah muncul pada pada pertengahan abad ke- 19 pada tahuin 1875. Momentum lainnya pada tahun 1883, ia memulai pelajaran pertama yang berjudul psikologi Eksperimental, sedangkan pada tahun 1894, usahanya diberi penghargaan dengan membentuk secara resmi sebuah Institut Psikologi eksperimental di Leipzig yang merupakan institusi psikologi pertama di dunia (Boeree, 2005 : 292 dalam Supardan, (2008): 447 ).
Sedangkan untuk pengukuran psikometrik diawali oleh Francis Galton (1822-1911), seorang ahli psikologi Inggris yang mewakili hobi mengukur sesuatu yang meluas bahkan ke latar belakang wanita yang dia temui dalam perjalanannya ke Afrika dengan menggunakan triangulasi akhirnya ia membuatnya dapat mengukur tingkat intelegasi. Pada tahun 1874, Galton membukukan English Men of Science : their Nature and Nuture, yang didasarkan pada survei panjangnya kepada ribuan ilmuwan, hasilnya menunjukan bahwa meskipun kepotensialan intelegasi itu jelas masih merupakan warisan, namun kecerdasan harus dipelihara agar tetap memiliki nutrisi kecerdasan yang penuh. Khususnya melalui pendidikan liberal yang diberikan oleh sistem sekolah Inggris, yang sebenarnya sangat Galton benci (Boeree, 2005: 284 dalam Supardan, (2008): 447)
     Sekali lagi, perkembangan ilmu psikologi menjadi pesat, terutama setelah adanya pengaruh psikologi eksperimental Wilhelm Wundt pada tahun 1879, ia telah mendirikan laboratoriumnya di Universitas Leipzig, Jerman, terutama mengenai gejala-gejala psikis yang disadari (indra), seperti persepsi, reproduksi, ingatan, asosiasi, dan fantasi. Wundt mengembangkan teori asosiasi tersebut melalui metode barunya yang eksperimental telah membawa ilmu psikologi lebih dikenal. Ia berpandangan bahwa dalam memahami gejala-gejala kejiwaan manusia, tidak dapat kita pandang proses-proses kejiwaan itu seperti suatu penjumlahan dari unsur-unsurnya, tetapi jiwa itu merupakan suatu kesatuan (keseluruhan) yang melebihi jumlah dari unsur-unsurnya. Namun, psikologi Wundt masih bertumpu pada introspeksi sebagai metode untuk mengkaji proses mental.
          Suatu perkembangan lainnya dalam sejarah psikologi ialah yang dipelopori olah Sigmund Frued, seorang psikiater Austria (1856 – 1939) yang secara sistematisdan empritis telah menunjukan bahwa pergolakan jiwa manusia tidak hanya melibatkan kelangsungan alam sadar bagi diri orang yang bersangkutan,tetapi juga melibatkan pergolakan yang tidak sadar (alam bawah sadar) pada diri orang tersebut. Bahkan menurut Frued, kegiatan tingkah laku manusia sehari-hari justru lebih dominan dipengaruhi oleh alam bawah sadar. Selain itu, bagi Frued bahwa tingkah laku manusia yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan pengaruh masa dini (kanak-kanak) yang memiliki kekuatan besar terhadap kepribadian dewasa, merupakan inti pandangannya yang sering disebut psikoanalitik. Pendapat bahwa prilaku (behavior) harus merupakan unsur subject tunggal yang penting dalam psikologi, mulai diungkapkan oleh seorang ahli psikologi Amerika John Braodus Watson (1878-1958).
         Ivan M. Sekhenov (1829-1905) adalah seorang fisiologis yang pernah belajar di University of Berlin bersama-sama tokoh terkenal lainnya, seperti Muller, DuBois-Reymound, dan Helmholtz. Ia banayak menghabiskan waktunya untuk memadukan asosianisme dengan materialisme, ia menyimpulkan bahwa semua perilaku manusia pada dasrnya disebabkan oleh stimulasi. Salah satu karyanya adalah Reflexes of the Brain, isinya memperkenalkan gagasan bahwa tidak hanya proses pembebasan (excitatory) saja yang ada dalam sistem saraf pusat, tetapi juga proses penghalangan (inhibitory) (Boeree, 2005: 385-386 dalam Supardan, (2008): 449).
         John Broadus Watson (1878-1958), seorang ahli psikologi Universitas John Hopines di Baltimore ayng menangkap temuan Pavlov itu benar, tetapi juga bahwa teori itu menjelaskan semua perilaku manusia. Bagi Watson, perilaku manusia dapat dianalogikan sebagai mesin rangsangan- tanggapan; kecondongan manusia seperti cinta dan keinginan, sebenrnya hanya perwujudan tanggapan kelenjar dan otot yang telah dibiasakan didalam tubuh yang mekanistik. Watson mengeluarkan bualan yang terkenal dan agak menakutkan tentang kekuatan pembiasaan terhadap bayi yang dapat dididik sesuai dengan kehendaknya. Selain itu, ia melakukan eksperimen terhadap “Albert kecil” yang ditakut-takuti dengan tikus putih dan suara keras dari batang baja yang dipukul palu, agar ia menjadi fobi terhadap pengalamnnya yang menyakitkan itu. Disini Watson menganggap bahwa pembiasaan sebagai kekuakatan bermanfaat yang harus digunakan untuk meningkatkan pendidikan.
         Pemikiran Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) agak berbeda dengan Watson. Skinner yang lahir dikota kecil Pennsylvania, yakni Susquehanna memperoleh gelar Doktor pada tahun 1931. Eksperimennya dilakukan terhadap burung merpati dan tikus yang dimasukan dalam kurungan (sering disebut “kotak Skinner”) didasarkan pada “cara kerja yang menentukan” (operant conditioning).
         Sebelum itu, psikologi diartikan sebagai studi mengenai kegiatan mental, datanya terutama diperoleh melalui observasi diri dalam bentuk intropeksi (Atkinson, 1996: 8 dalam Supardan, (2008): 452). Intropeksi mengacu pada obesrvasi dan pencatatan pribadi yang cermat mengenai persepsi dan perasaan sendiri. Intropeksi dimulai dengan laporan mengenai kesan yang diterima indra sampai timbulnya rangsangan, kemudian sampai pada penyelidikan yang berlangsung lama mengenai pengalaman emosi, misalnya selama terapi psikologi. Watson maupun Skinner berontak, bahwa metode introspeksi tersebut dalam psikologi tidak ada gunanya (Atkinson, 1996: 8 dalam Supardan, (2008): 452). Ia menganggap bahwa psikologi adalah sebagai disiplin ilmu maka datangnya harus dapat diamati dan terukur. Oleh karen itu, menurutnya hanya dengan metode behaviorisme, psikologi menjadi ilmu yang objektif.
         Kemudian, menurut pandangan psikologi kognitif bahwa kognisi mengacu pada proses mental dari persepsi, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan persoalan, dan merencanakan masa depan.
         Berbeda dengan latar belakang munculnya psikologi fenomenologis yang memusatkan perhatiannya pada pengalaman subjektif. Dalam pendekatan ini, memahami kejadian atau fenomena yang dialami individu tanpa adanya beban ide teoretis. 

D. Mazhab Ilmu Psikologi

Ada Sembilan mazhab yang diperkenalkan Boeree (2005:289-436 dalam Supardan,(2008):453) yakni Psikologi Psikoanalisis, Psikologi behaviorisme, Psikologi kognitif, Psikologi eksperimental, Psikologi fisiologi, Psikologi Gestalt, Psikologi humanistik, Psikologi eksistensialisme, Psikologi fenomenologis.
a.         Psikologi Psikoanalisis
     Mazhab psikoanalisis merupakan mazhab yang secara tegas memperhatikan tentang struktur kejiwaan manusia. Pendiri mazhab ini Sigmund Freud. Mazhab ini merupakan mazhab utama dalam sejarah psikologi. Menurut mazhab ini kepribadian manusia bukan dari bagian-bagiannya yang terpisah. Ia meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan dan dorongan Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
Menurut mazhab ini, perilaku manusia dianggap sebagai hasil interaksi sub sistim dalam kepribadian manusia yaitu :
1.      Id
        Salah satu bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia, Id merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan cenderung memenuhi kebutuhannya. Bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id juga dikatakan sebagai tabiat hewani yang terdiri dari dua bagian, yakni libido (insting reproduktif penyediaan energi dasar untuk kegiatan – kegiatan kosntrukstif) dan thanatos (insting destruktif dan agresif).
           2. Ego
                        Ego berfungsi menyalurkan tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego
adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistic. Egolah yang menyebabkan menusia mampu menundukan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud rasional, ia bergerak berdasarkan prinsip realitas.
3. Super Ego
              Suatu unsur yang menjadi polisi kepribadian, mewakili sesuatu yang normatif atau ideal, super ego disebut juga sebagai hati nurani, merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultur masyarakat. Super ego memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak berlainan dibawah alam sadar.
b. Behaviorisme 
Mazhab behaviorisme didirikan oleh John Broadus Watson, Beliau memfokuskan perhatiannya pada sesuatu yang dapat diteliti seperti lingkungan dan perilaku. Behaviorisme hanya menganalisa perilaku yang hanya dapat dilihat oleh panca indra saja. Teori dari mahzab ini dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia merupakan hasil belajar.Behaviorisme mempersoalkan bagaimana perilaku manusia dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
c. Psikologi Kognitif
Mazhab ini lahir pada awal tahun 70-an ketika psikologi sosial berkembang ke arah paradigma baru, manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk pasif yang digerakkan oleh lingkungannya tetapi makhluk yang paham dan berpikir tentang lingkungannya (homo sapiens). Mazhab ini memunculkan teori rasionalitas dan mengembalikan unsur jiwa ke dalam kesatuan dalam diri manusia. Asumsi yang digunakan adalah manusia bersifat aktif yang menafsirkan stimuli secara tidak otomatis bahkan mendistorsi lingkungan.Jadi manusialah yang menentukan stimuli.
d. Psikologi Humanistik
Lahir sebagai revolusi ketiga atau dikatakan sebagai mazhab ketiga psikologi. Psikologi humanistik melengkapi aspek-aspek dasar dari mazhab psikoanalisis dan behaviorisme dengan memasukan aspek positif yang menentukan seperti cinta, kreativitas, nilai, makna dan pertumbuhan pribadi. Asumsi dasar mazhab ini yang membedakan dengan mazhab lain adalah perhatian pada makna kehidupan bahwa manusia bukanlah sekedar pelakon tetapi pencari makna kehidupan.
e. Psikologi Eksperimental
Psikologi ini diperkenalkan oleh Atkinson(1996:20 dalam Supardan,(2008):453). Para ahli psikologi yang mempergunakan metode ini mempelajari bagaimana orang bereaksi terhadap rangsangan indra, memandang dunia ini, belajar dan mengingat, menjawab secara emosional dan digerakkan untuk bertindak, baik oleh rasa lapar maupun oleh keinginan untuk sukses dalam hidup. Bidang ini erat hubungannya dengan biologi serta psikologi fisiologi.
f. Pskologi Gestalt
Madzhab psikologi ini adalah kebalikan dari madzhab psikologi behaviorisme.
Menurut madzhab ini proses mental itu sangat penting.
g. Psikologi Fenomenologis
Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
h. Psikologi Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang berusaha memahami kondisi manusia sebagaimana memanifestasikan dirinya di dalam situasi-situasi kongkret. Kondisi manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh momen yang hadir pada saat itu (misalnya perasaan senangnya, kecemasannya, kegelapannya, dan lainnya). Manusia eksistensial lebih sekedar manusia alam (suatu organism atau alam, objek) seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi manusia sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya. Manusia tidak dapat dipisahkan sebagai manusia individu yang hidup sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan lingkungan dan habitatnya secara keseluruhan.
i.Psikologi Fisiologi
Psikologi Eksperimental sangat berkaitan dengan psikologi fisiologi ini, bidang ini mencoba menemukan hubungan antara proses biologi dengan perilaku manusia. Seperti, bagaimana hormone seks mempengaruhi perilaku, bagian otak mana yang mengontrol ucapan. Hal-hal seperti itulah yang dibahas dalam psikologi ini.

E.   Konsep Psikologi
Konsep psikologi adalah gagasan-gagasan mengenai sesuatu yang menyangkut
tentang tingkah laku manusia dan lingkungan sekitarnya melalui pengalaman-pengalaman yang dialami. Psikologi menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Psikologi dipelajari untuk lebih mengenal diri sendiri dan orang lain. Setelah mengenal diri maka dia akan berusaha menyesuaikan dengan orang lain.
         “Psychology may be defined as the systematic study of behaviour and mental life” "Psikologi dapat didefinisikan sebagai sistematis studi perilaku dan kehidupan mental "(Henry L. Roediger & rakan, 1984. ). Kajian sistematik tentang tingkah laku manusia dan pengalaman (Kalat, 1999).
         Konsep yang dikembangkan dalam ilmu psikologi seperti: motivasi, konsep diri, sikap, persepsi, frustrasi, sugesti, prestasi, crowding (kerumunan masa), imitasi, kesadaran, fantasi, personalitasi, pikiran, insting atau naluri, dan mimpi.
1.      Motivasi
Motivasi adalah suatu keadaan dan ketegangan individu yang membangkitkan dan memelihara serta mengarahkan tingkah laku yang mendorong (drive) menuju pada suatu tujuan (goal) untuk mencapai suatu kebutuhan (need). (Chaplin, 1999:310; Thoha, 1993:180-181 dalam Supardan, (2008):469-470)
a.       Menurut James O. Whittaker menyatakanan motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.
b.      Menurut Mc Donal, “Motivation is a nergy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction”. Motivasi adalah suatu perubahan energi didalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.
c.       Menurut Ghuthrie motivasi hanya menimbulkan variasi respons pada individu, dan bila dihubungkan dengan hasil belajar, motivasi tersebut bukan instrumental dalam belajar.
d.      Menurut Wood Worth dan Marques motif adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi disekitarnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa pada intinya sama yakni sebagai pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk suatu aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi disini berasal dari dalam diri sendiri, dan juga motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar individu tersebut.
Adapun beberapa pendekatan yang dapat menjawab pertanyaan “mengapa?” seperti contoh:
“mengapa anda dapat mempelajari kebiasaan itu?”( Apter: 1996: 688-689 dalam Supardan, (2008:469-470)
a.       Pendekatan hedonisme, dimana orang akan berperilaku memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan penderitaan karena pada hakikatnya individu adalah makhluk yang rasional.
b.      Pendekatan psikoanalitis, yang menempatkan manusia tidak selalu rasional. Perilakunya ditentukan oleh pergulatan antara golongan-golongan bawah sadar yang kuat terutama id yang bekerja atas dasar nafsu dan biologis.
c.       Pendekatan insting, dalam pendekatan ini McDougal (1908) berpendapat bahwa manusia sebagai makhluk nonrasional dan menunjukkan penerusan antara motivasi hewani dan manusiawi.
d.      Pendekatan eksperimental, dengan mengedepankan drive (dorongan). Konsep ini membuat organisme melakukan suatu tindakan.
e.       Pendekatan teori rangsangan optimal (optimal arousal theory) yang diperkenalkan oleh Hebb (1955), dimana organisme berusaha mencapai dan memelihara rangsangan yang berskala menengah pada dimensi rangsangan.
f.        Pendekatan aktualisasi diri yang diperkenalkan oleh Maslow (1954), dimana manusia selalu memiliki kebutuhan mendasar untuk berkembang secara psikologis menjadi individu yang sepenuhnya memiliki potensi-potensi positif untuk diaktualisasikan (Apter, 1996: 687)
2.      Konsep Diri
        Konsep diri merupakan penilaian tentang dirinya oleh orang lain yang menyangkut aspek physical, perceptual dan attitudinal (fisik, persepsi dan kesikapan). Konsep ini pun merupakan penilaian tentang dirinya yang sering diibaratkan sama dengan atau serupa dengan hasil penilaian orang lain. Dalam kaitannya dengan nilai tersebut, Cooley mengeluarkan teori tentang Looking Glass Self. Artinya, setiap hubungan sosial dimana seseorang itu terlibat merpakan suatu cerminan diri yang disatukan dalam identitas orang itu sendiri (Jhonson, 1986: 28; Supardan, (2008):469-470)
Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, bodyimage, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater, 1984), mendefisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat konsep diri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang konsep diri, dan bagaimana kita menginginkan konsep diri menjadi manusia sebagaimana yang kita harapkan.
Menurut Gecas (2000: 955), ada tiga motivasi diri yang menonjol dalam literatur psikologi sosial, yaitu motivasi penguatan diri (self-enhancement) atau motivasi harga diri (self-esteem motive); motivasi kemampuan diri (self-efficacy motive); motivasi konsisten diri (self-consistency motive).
a.       motivasi penguatan diri (self-enhancement) atau motivasi harga diri (self-esteem motive) mengacu pada motivasi seorang individu untuk mempertahankan atau menguatkan harga diri mereka yang dapat dilakukan kecenderungan orang dalam medistorsi kenyataan agar tetap positif.
b.      Motivasi kemampuan diri (self-efficacy motive) mengacu pada pentingnya menghayati (experiencing) diri sebagai agen sebab akibat, yaitu motivasi untuk menerima dan menghayati diri sebagai seseorang yang mampu, kompeten, tidak dapat lepas dari konsekuansi-konsekuensinya, baik positif (memberi semangat) maupun negatif (alienasi dan fatum).
c.       Motivasi konsitensi diri ( self-consistency motive)  lebih merupakan motivasi diri yang terlemah dari tiga motivasi diri walaupun jelas yang ketiga ini pun banyak pendukungnya. Konsep ini menyatakan bahwa konsep diri sebagai organisasi pengetahuan atau generalisasi kognitif yang memberi penekanan lebih besar pada motivasi konsistensi diri (Gecas, 2000: 955; Supardan, 2011: 471)
3.      Sikap
Konsep sikap merujuk pada masalah yang bersifat evaluatif fektif terhadap suatu kecenderungan atas reaksi yang dipilihnya. Sikap pun  menunjukkan penilaian kita apakah itu bersifat positif ataupun negatif terhadap bermacam-macam entitas, misalnya individu, kelompok, objek, tindakan, dan lembaga (Manis, 2000:49; Supardan, (2008): 471 ). Dengan demikian, sikap sebagai tendensi untuk bereaksi secara menyenangkan ataupun tidak menyenangkan terhadap sekelompok stimuli yang ditunjuk, misalnya suatu kelompok etnis atau komunitas, adat istiadat atau lembaga. Jelas bahwa ketika dirumuskan, sikap tidak dapat diamati secara langsung, tetapi harus disimpulkan dari perilaku yang jelas, baik verbal maupun nonverbal. Dalam istilah yang lebih objektif, konsep sikap mungkin dikatakan betkonotasi konsistensi respons dalam kaitannya dengan kategori stimuli. Namun, dalam praktiknya, konsep sikap kerap kali tidak terasosiasikan dengan stimuli sosial dan dengan respons bernada emosional ini sering kali mencangkup penilaian atas nilai (Anastagsi dan Urbina, 1997: 42)
Pendapat atau pendirian” adalah pengertian sikap dalam eter Salim & Yenny Salim (1991: 1422). Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan”. Menurut Mar’at (dalam Jalaluddin, 2010: 259) secara umum “sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap obyek-obyek tertentu berdasarkan penalaran, pemahaman, dan penghayatan individu”.
Pendapat seseorang maupun kelompok kadang-kadang dibedakan dari sikap, tapi pembedaan yang diajukan tidak konsisten dan juga tidak dapat dipertahankan secara argumentatif.  Kedua bentuk tersebut lebih sering digunakan secara timbal balik. Walaupun dalam kaitannya dengan metodologi penaksiran, survei opini secara tradisional dibedakan dari skala sikap (Anastasi dan Urbina, 1997:42; Supardan, 2011:472). Dalam survey pendapat (opinion survey) secara khas menaruh perhatian pada jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan khususyang tidak perlu dikaitkan dengan jawaban. Jawaban tiap pertanyaan tersebut secara terpisah ditabulasikan untuk mengidentifikasi sumber-sumber kepuasan dan ketidakpuasan kelompok yang diteliti (Fink, 1995). Hal itu berbeda dengan skala sikap yang menghasilkan skor total yang menunjukkan arah dan intensitas sikap individu terhadap stimuli. Dalam penyusunan skala sikap (attitude scale), pertanyaan-pertanyaan yang berbeda dirancang untuk mengukur suatu sikap tunggal atau suatu variabel unidimensional, dan prosedur objektif ditempuh untuk mendekati sasaran tersebut (Anastasi dan Urbina, 1997:42; Supardan, 2008:472).
4.      Persepsi
Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2006:358).
Menurut Leavit (dalam Sobur, 2003:445) persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi menurut Epstein & Rogers (dalam Stenberg, 2008:105) adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali, mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima dari stimuli lingkungan.
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009:110).
Menurut Wittig (1977:76) persepsi adalah proses menginterpretasikan stimulus oleh seseorang (perception is the process by which a person interprets sensory stimuli). Persepsi muncul dari beberapa bagian pengalaman sebelumnya.
Definisi persepsi yang diberikan oleh Desiderato (dalam Rakhmat, 1996:51) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.
Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002:94) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
Menurut Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003:54) persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.
Persepsi menurut Fielman (1999:126) adalah proses konstruktif yang mana kita menerima stimulus yang ada dan berusaha memahami situasi (Perception a contructive process by which we go beyond the stimuli that are presented to us and attempt to construct a meaningful situation). Sedangkan menurut Morgan (1987:107) persepsi mengacu pada carakerja, suara, rasa, selera, atau bau.  Dengan kata lain, persepsi dapat didefinisikan apa punyang dialami oleh seseorang (perception refers to the way the work, sound, feel, tastes, or smell. In other works, perception can be defined as whatever is experienced by a person).
Persepsi adalah proses pengolahan informasi dari lingkungan yang berupa stimulus, yang diterima melalui alat indera dan diteruskan ke otak untuk diseleksi, diorganisasikan sehingga menimbulkan penafsiran atau penginterpretasian yang berupa penilaian dari penginderaan atau pengalaman sebelumnya. Persepsi merupakan hasil interaksi antara dunia luar individu (lingkungan) dengan pengalaman individu yang sudah diinternalisasi dengan sistem sensorik alat indera sebagai penghubung, dan dinterpretasikan oleh system syaraf di otak.
5.      Frustasi
Konsep frustasi setidaknya merujuk pada dua pengertian berikut:
a.       Frustrasi yang merujuk pada terhalangnya tercapainya tujuan yang diharapkan pada saat tertentu dalam rangkaian perilaku. Definisi ini dianut oleh Dollard, Doob, Miller, Mowrer, dan Sears dalam karyanya Frustration and aggression (1939: 7). Jadi, frustrasi dianggap sebagai pembatas eksternal yang menyebabkan seseorang tidak dapat memperoleh kesenangan yang diharapkannya.
b.      Frustrasi sebagai reaksi emosional internal yang disebabkan oleh suatu penghalang. Definisi ini dianut oleh Leonard Berkowitz dalam Aggression: Its Causes, Consequences and Control (1995: 42).
Dari dua definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa frustrasi tersebut merupakan suatu reaksi emosional yang disebabkan oleh gagal atau terhalangnya pencapaian tujuan yang diharapkan.
Beberapa peneliti psikologi social, kajian tentang frustrasi banyak dihubungkan dengan agresi dan kekerasan. Menurut Dollard dkk. (1939), frustrasi menjadi predisposisi terjadinya agresi karena pengalaman frustrasi mengaktifkan untuk bertindak agresif terhadap sumber frustasi. Akan tetapi, tidak semua fruatrasi menimbulkan respons agresif. Individu yang frustrasi mungkin akan menarik diri dari situasi itu atau menjadi depresi. Selain itu, tidak semua tindakan agresif merupakan hasil frustrasi yang dialami sebelumnya. Sebab tindakan agresif instrumental yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu tidak harus disertai frustrasi yang dialami sebelumnya. Jadi, pendapat awal mengenai hubungan determinisme antara frustrasi dan agresi segera diubah menjadi sebuah versi probabilitas oleh Miller (1960:38), walaupun dia sendiri termasuk pencetus pendapat awal tersebut. Ia menyatakan “Frustasi menyebabkan sejumlah respon yang berbeda. Salah satu diantaranya adalah bentuk agresi tertentu”. Dalam pandanga yang direvisi tersebut, agresi bukan satu-satunya, tetapi merupakan salah satu alternative respon terhadap frustasi. Sejauh tindakan agresif mengurangi kekuatan dorongan yang mendasarinya, tindakan itu akan bersifat menguatkan diri, kemungkina respon agresif akan timbul mengikuti frustasi yagn dialami sebelumnya (Krahe, 2005:56; Supardan, (2008):475).
6.      Sugesti
Psikologi secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan pikiran (kognisi), perasaan (emotion) dan kehendak (konasi). Gejala tersebut secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pada diri manusia dewasa, normal dan beradab. Dengan demikian ketiga gejala pokok tersebut dapat diamati melalui sikap dan perilaku manusia.Namun terkadang ada diantara pernyataan dalam aktivitas yang tampak itu merupakan gejala campuran, sehingga para ahli psikologi menambahnya hingga menjadi empat gejala jiwa utama yang dipelajari psikologi, yaitu pikiran, perasaan, kehendak dan gejala campuran.Adapun yang termasuk gejala campuran ini seperti intelegensi, kelemahan maupun sugesti.
Sugesti merupakan bagian dari bentuk interaksi sosial yang menerima dengan mudah pengaruh orang lain tanpa diseleksi dengan pemikiran yang kritis. Tanpa penggunaan kekuatan fisik atau paksaan. Sugesti banyak digunakan untuk memperoleh dukungan,terutama oleh pemimpin-pemimpin politik yang kharismatik. Namun, tidak berarti bahwa sugesti semata-mata dari oengaruh eksternal (Heterosugesti) karena sugesti secara luas  merupakan pengaruh psikis yang berasal dari orang lain maupun diri sendiri atau otosugesti.
Seseorang dapat dengan mudah menerima sugesti yang terjadi karena berbagai hal.
a.       Bila yang bersangkutan mengalami hambatan dalam daya pikir kritisnya, apakah itu karena stimulus yang emosional atau kerena kelelahan fisik dan mental. Stimulus emosional, misalnya dalam suatu pertunjukan atau konser seni music yang sangat mengagumkan, seorang penonton yang berteriak histeris. Sedangkan untuk contoh sugesti yang disebabkan oleh kelelahan fisik dan mental, misalnya seorang dosen dapat memberikan nilai yang besar dan tidak sesuai dengan ketentuan daya piker mahasiswa yang sebenarnya karena kebenaran berkas jawaban ujiannya yang berbentuk uraian ada pada urutan 79 dari sejumlah mahasiswa 82 orang.
b.      Karena seseorang mengalami disosiasi atau terpecah belah pemikirannya.
c.       Karena adannya dukungan mayoritas yang dapat mempengaruhi perubahan opini, prinsip, dan pendapat maka individu atau kelompok minoritas dapat berubah pendapat sesuai dengan kehendak mayoritas
7.      Prestasi
Prestasi merupakan pencapaian atau hasil yang telah dicapai yang memerlukan suatu kecakapan/ keahlian dalam tugas-tugas akademis maupun non akademis (Chaplin, 1999: 310; Supardan, (2008):476). Berkaita dengan teori N’ach (Need for Achievement) McClelland, bahwa seorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, tidaklah semata-mata karena mengejar materi  dan meningkatkan status sosial, melainkan memiliki nilai dan kebanggaan tersendiri secara batiniah (dari dalam) yang tidak dapat diukur secara materi maupun gengsi. Need for Achievement inilah yang akan menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Pada bangsa-bangsa miskin dan berkembang, pada umumnya memiliki N’Ach yang rendah. Sebaliknya, bangsa atau negara yang memiliki N’Ach yang tinggi, dan akan maju seperti halnya Negara-negara Kapitalis Barat.
Teori McClelland yang dituangkan dalam bukunya The Achievement Motive in Economic Growth (1984), pada hakikatnya kemajuan ekonomi suatu bangsa lebih ditentukan oleh factor internal, yakni pada nilai-nilai dan motivasi-motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang untuk meraih kesempatan dan merubah nasibnya sendiri. Selain itu, teori McClelland pun didasarkan pada studinya yang dilandaskan pada teori psikoanalitis Freud tentang mimpi-mimpi dalam bentuk cerita dari cebuah gambar di Amerika Utara. Kesimpulannya adalah bahwa khayalan, mitos dan legenda ada kaitannya dengan dorongan dan perilaku dalam kehidupan mereka yang dinamakan Need for Achievement (N’Ach), yakni untuk bekerja secara baik, bekerja bukan atas dasar gengsi ataupun pengakuan sosial, tetapi bekerja demi pemuasan batin dari dalam untuk berprestasi (Fakih, 2001:59; Supardan, (2008):477). 
8.      Crowding (Kerumunan Massa)
Crowding (kerumunan Massa) merupakan suatu kerumunan orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama walaupun mungkin tidak saling mengenal dengan emosi-emosi yang sudah dibangkitkan dan tidak kritis (Chaplin, 1999:118; Supardan, (2008):477). Ini banyak terjadi seperti kaum hooligan sepakbola inggris yang brutal, dimana beberapa tahun yang lalu terjadi tawuran dengan pendukung Italia di Brussel, Belgia bahkan menewakan beberapa ratus orang pendukung Italia. Hal serupa terjadi pada perilaku beringas “boneknya persebaya” yang suka merusak fasilitas publik, seperti gerbong kereta api, maupun “bobotoh persib Bandung”, jika kalah bertanding meruss]ak fasilitas umum, seperti tanaman hias, pot bunga, dan lampu hias di pinggir jalan.
Mengapa sampai terjadi demikian? Menurut Gustaf Le Bon (1841-1932), seorang psikologis Francis yang terkenal dengan bukunya psychologie des foules (1985) bahwa suatu masa seakan-akan memiliki suatu jiwa tersendiri yang berlainan sifatnya dengan jiwa individu satu persatu. Dengan demikian, seorang individu yang bergabung dalam masa tersebut sebagi anggota masa itu akan berpengalaman dan bertingkah laku secara berlainan dibandingkan dengan pengalaman dan tingkah lakunya sehari-hari selaku individu. Jiwa masa tersebut impulsif, lebih mudah tersinggung, bersikap menerabas, lebih mudah terbawa oleh sentiment-sentimen, kurang rasional, suggestible, mudah mengimitasi agresi dan kekerasan serta lebih bersikap primitive dalam arti buas, beringas, ridak rasional, penuh sentiment, serta sukar dikendalikan (Gerungan, 2000:32; Supardan, (2008):477). Teori Le Bon tersebut diikuti oleh Adolf Hitler dalam bukunya Mein kampf.
9.      Imitasi
Imitasi merupakan salah satu proses interaksi sosial yang banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan meniru perbuatan orang lain secara disengaja. Pengaruhnya dapat positif dan negatif. Secara positif, imitasi dapat menimbulkan pengaruh makin patuhnya terhadap norma-norma yang berlaku, terutama dalam masyarakat patriiimonial (patronase). Sedangkan secara negatif, seperti dengan maraknya penyiaran film-film kekerasan maka di masyarakat dan sekolah pun kekerasan akan semakin meningkat intensitasnya.
Menurut seorang ahli psikologi sosial dan krimonolog Prancis, Gabriel Tarde (1842-1904) bahwa masyarakat tiada lain dari pengelompokkan manusia, dimana individu satu sama lain mengimitasinya. Manusia baru dapat menjadi suatu masyarakat manakala ia mau mengimitasi suatu kegiatan manusia lainnya, dengan semboyan la societe c’est l’imitation, dan teori modeling. Menurutnya manusia belajar melalui peniruan, mengambil pola-pola perilaku yang mereka lihat di sekitar mereka, dan juga melalui proses umum yang disebut pembiasaan.
Dalam eksperimennya yang sederhana dalam boneka Bobo, Bandura membagi anak yang diamati menjadi 3 kelompok. Satu kelompok berada di sebuah kamar selama 10 menit untuk memperhatikan seorang dewasa anggota regu peneliti. Ia bertindak sebagai model yang menurut perkiraan akan ditiru anak-anak. Model tersebut menyerang boneka Bobo denga menghantam hidungnya, dan akhirnya menduduki boneka itu sambil berseru “Bangsat, tunduk terus kau!” Kelompok anak-anak yang kedua, melihat model yang sama-sama bermain akrab dengan boneka Bobo. Kelompok ketiga, anak-anak dibiarkan tanpa ada model yang menganiaya maupun bermain dengan boneka Bobo. Kemudian, ketiga kelompok ini dimasukkan secara serentak ke dalam kamar yang sudah disediakan boneka Bobo, dan ternyata anak-anak kelompok pertama adalah anak-anak yang paling agresif melakukan kekerasan dengan memukul-mukul boneka Bobo. Dari penelitian ini jelas bahwa agresi dan kekerasan lebih dominan dilakukan melalui pembelajaran imitasi dengan model yang diberikan (Bailey, 1988:45; Supardan, (2008):478).
10.  Kesadaran
Konsep kesadaran memiliki makna inti yang merujuk pada suatu kondisi atau kontinum dimana kita mampu merasakan, berpikir, dan membuat persepsi (Wright, 2000:162; Supardan, (2008):478). Kesadaran pun sangat dipengaruhi oleh sudut pandang individual, dan kita mungkin dpat mengatakan bahwa aspek-aspek subjektif dari kesadaran itu berada di luar penjelasan system ilmu pengetahuan yang didasarkan pada  pemahaman bersama, bahkan berada di luar semua makna yang terkonstruksikan secara sosial.
Dalam hal ini, Willian James mengawali kritik dan sintesis apakah pikiran itu bersumber pada otak materi ataukah jiwa nonmateri, yang selanjutnya menjadi sumber perdebatan sengit pada abad ke-19. Kemudian ia menyimpulkan bahwa pikiran secara psokologis ada pada otak, namun pikiran memiliki hukum-hukum tersendiri. Analisisnya mengenai kesadara dimulai dari introspeksi, secara umum kesadaran dipandang sebagai suatu rangkaian dan senantiasa berubah, serta terkait dengan persepsi diri, selalu memiliki objek, bersikap selektif dan evaluatif. Dikatakan berubah karena dalam kesadaran memiliki rentang tertentu, bersifat terbatas, dan ada pula keterbatasan dlam memori langsung sehingga daya ingat kita tentang masa lampau pun terbatas fluktuatif. Dengan demikian, kesadaran tergantung pada fungsi-fungsi otak tertentu.
11.  Fantasi
Konsep fantasi merujuk pada kapasitas manusia yang luar biasa dalam memberikan sosok pada sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, kemudian melengkapinya dengan aneka pengadaian, baik itu secara spontan maupun sengaja (Janjnes, 1977).
Penelitian James dalam The principles of psychology (1980) tentang fantasi yang sering diremehkan orang, dikemukakan bahwa fantasi merupakan suatu respons terhadap suatu rangsangan melalui proses asiosiatif yang kompleks. Dalam studi yang lebih komprehensif, fantasi dapat dikaji melalui beberapa pendekatan dan metode psikologi, yaitu psikoanalitik, metode proyektif, dan metode rist pertimbangan teoretis mutakhir (Singer, 2000: 344-345; Supardan, (2008):480).
a.       Psikoanalitik
Freud (1962[1908]) mengemukakan tentang arti penting psikologi khayalan dalam makalahnya yang berjudul Creative writes and daydreaming. Proses asosiasi bebas psikoanalisis pun mendorong para pasien untuk membangkitkan kembali ingatannya di masa kanak-kanak dan juga mengenai fantasi-fantasi yang dibuatnya pada masa itu, sarta khayalan-khayalan setelah dewasa.
b.      Metode Proyektif
Studi yang dilakukan oleh para psikiatri membangkitkan minat untuk menemukan berbagai prosedur yang memunculkan fantasi sebagai pijakan diagnosis. Itulah yang disebut sebagai metode proyektif terutama metode Roscharch Inkoblots dan Thematic Apperception. Proses Roscharch Inkloblots adalah upaya menggunakan asosiasi spontan untuk mengidentifikasikan unsur-unsur struktural kepribadian, seperti kecenderungan berkhayal, suka emosional, kepekaan terhadap organisasi kognisi, dan kontrol terhadap diri sendiri. sedangkan metode Thematic Apperception Test, merupakan suatu metode yang meminta para responden untuk mengajukan cerita melalui gambar-gambar sederhana yang dapat ditafsirkan melalui bentuk-bentuk penafsiran sesuai pengalaman maupun persepsi pasien, bahkan dapat digunakan untuk menghubungkan khayalan dengan motivasi seseorang (MacClelland, 1961;1992; Supardan, (2008):480).
c.       Metode Riset Penimbangan Teoretis Mutakhir
Contoh metode ini, yaitu melalui survei kuesioner dengan pencatatan khayalan oleh orang yang bersangkutan; studi laboratorium dengan berbagai variasi teknik; pengukuran psikofisiologis fungsi-fungsi otak selama fantasi tercipta; pengukuran fantasi ketika ia muncul dalam benak orang yang bersangkutan (Singer, 2000:344; Supardan, (2008):480).
12.  Personalitas
      Personalitas berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata persona yang artinya topeng actor. Merupakan sebuah konsep samar yang mencangkup seluruh karakteristik psikologi yang membedakan seseorang dengan yang lainnya (Colman, 2000:745 dalam Supardan,(2008):481). Menurut Gordon W.Alport, ada 50 definisi personalitas yang berbeda-beda sejak ia melakukan penelitian(Alport, 1954). Namun, secara garis besar personalitas pada hakikatnya merupakan organisasi dinamis dalam individu yang terdiri dari system-sistem psikofisik yang menentukan tingkah laku dan pikiran yang dimiliki secara karakteristik (Chaplin, 1999:362; Supardan, (2008):481).
      Penelitian personalitas yang lebih modern dilakukan oleh Francis Galton (1884) di Inggris, kemudian disusul Alfred Binet dan Theodore Simon tahun 1905 dengan penelitian inteligensi. Penelitian itu terus berkembang, kendati tidak pernah diakui secara akademis bahwa integligensi sebagai bagian teori kepribadian. Mungkin teori kepribadian multisifat yang sebenarnya lebih menonjol dan lebih ambisius untuk menjelaskan kepribadian manusia sebagai satu kesatuan yang utuh, bukan satu aspek saja. Tujuan teori ini adalah mengidentifikasikan konstelasi sifat dasar yang membentuk struktur kepribadian dan menjelaskan perbedaan setiap orang menurut letak  berbagai perbedaan ini dalam dimensi-dimensinya, seperti teori Eysenck (1967), Cattel (1977), dan lain-lain.
13.  Pikiran
      Istilah mind atau pikiran berasal dari bahasa Teutonic Kuno, yaitu gamundi yang artinya berpikir, mengingat, bermaksud, dan intend (Valentine, 2000:667; Supardan, (2008): 481). Berbagai pengertian ini tampak sekali sebagai frase, seperti mengingat kembali (remind), memerhatikan (give one’s mind), dan mengubah pikiran orang (to make up or change  one’s mind). Dahulu kata mind digunakan untuk menunjuk secara kolektif pada kemampuan mental, seperti mempersepsi, membayangkan, mengingat, berpikir, mempercayai, merasakan, menginginkan, memutuskan, dan berniat.
      Dalam bahasa Yunani Kuno, persoalan pikiran dikaitkan dengan jiwa atau roh, hal serupa juga terjadi di Eropa pada abad pertengahan, dimana ajaran teologi mendominasi. Sementara itu, Plato membagi pikiran ke dalam tiga bagian, yakni fungsi-fungsi kognitif, konatif, dan afektif, hal tersebut bertahan hingga abad ke-19. Sementara itu, muncul psikologi kognitif yang mempopulerkan kerangka metafora mental adalah organisasi fungsionalnya, bukan konstitusi materialnya. Pikiran dapat dimodelkan melalui suatu hierarki prosesor paralel ganda memungkinkan kecepatan dan fleksibilitas dengan interaksi dan ketergantungan di dalam dan di antara berbagai level. Pada level yang terendah, prosesor-prosesor ini mengatur interaksi-interaksi sensoris dan motoris dengan dunia luar, pada level yang tertinggi, seluruh tujuan dipantau. Sebagian kecil dari model ini mungkin sama fungsinya, sedangkan mayoritasnya mungkin relatif terspesialisasi (Valentine, 2000: 668; Supardan, (2008):482)
14.   Insting atau Naluri
      Istilah insting atau naluri merujuk pada macam-macam aktivitas yangluas sebagai contoh, istilah ini mengacu pada suatu impuls untuk melakukan tindakan tertentu tanpa kesadaran, tidak berhubungan dengan hasil pembelajaran atau didikan (James, 1980). Ada juga yang mengartikan naluri sebagai suatu kecenderungan, sikap atau intuisi yang dibawa sejak lahir. Begitu luasnya pengertian tentang insting atau naluri, oleh Karena itu menyulitkan pembahasannya secara ilmiah (Beer, 2000).
        Untuk mengetahui pemahaman naluri lebih jauh, kita dapat mengikuti pendapat para ahli terlebih dahulu, seperti Charles Darwin, Sigmund Freud, maupun McDougal. Darwin yang menulis The Origin of Species (1859) mengartikan naluri sebagai suatu yang terpisah dari pengalaman hidup. Sedangkan Freud melihat naluri sebagai suatu dorongan biologis yang ada pada setiap makhluk hidup yang melandasi perilakunya untuk mempertahankan diri dan berproduksi. Namun, bagi Freud ada terdapat tambahan bahwa setiap manusi memiliki ‘naluri’ hidup (eros), seperti kegairahan dan naluri kematian (thanatos) melalui agresi dan kekerasan. Jadi, bagi Freud naluri pada hakikatnya adalah energy yang tersembunyi yang sekurang-kurangnya analog dengan energy fisik, dan adakalanya berfungsi sebagai agen intensional yang mendorong seseorang melakukan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Disini jelas bahwa Freud tidak konsisten, karena itu ia dikritik karena kekurangan dukungan empiris dan konsisten konseptual.
                    Beberapa aspek yang bersifat netral pada konsep naluri diantaranya mencangkup psikofisik, namun mengartikan persepsi, emosi dan impuls sebagai suatu manifestasi mental yang selalu memberi pengaruh terhadap tindakan, control, dan arah tindakan secara sengaja. Jadi, terdapat beberapa unsure kognitif, dan konotatif yang menjadi kekuatan emosi. Sebagai kesimpulan, pengertian naluri tersebut sejauh ini masih merupakan cangkupan aktivitas yang luas, dapat merupakan dorongan biologis pada suatu impuls untuk melalkukan tindakan tertentu tanpa kesadaran yang sifatnya turunan atau bawaan dengan mengabaikan pengalaman hidup maupun hasil belajar.
15.  Mimpi
        Mimpi secara psikologis merujuk pada suatu aktivitas sederhana tamsil simbolik, ide, gagasan, hasrat terpendam, kebutuhan, dan konflik yang saling bertalian dan berlangsung selama tidur, selama dikuasai obat bius maupun dalam kondisi terhipnotis (CChaplin, 1999: 147; Supardan, (2008): 483). Sampai sekarang ini, masih relatif sedikit difahami bahkan sering kali diabaikan dalam berbagai kajian kognini. Terutama setelah metode introspeksi tergusur oleh metode-metode objektif-positivistik tentang kesadaran pada periode ilmu-ilmu sosial di tahun 1930-an dan 1940-an, studi tertang mimpi terpental dan mandek dari kepustakaan dunia ilmu-ilmu sosial (Cartwright, 2000:240) padahal mimpi memiliki peran penting yang tidak disadari orang-orang pada umumnya (Fraud, 1962: 83-98; Supardan, (2008): 484).
        Terungakapnya latar belakang mimpi, yakni pada kondisi oelektrofisiologis tertentu disaat kita tidur yang ditandai gerakan mata secara liar dibawah kelopak (disebut REM = rapid eye movement), mulai saat itu ada kriteria objektif yang diketahui tentang munculnya mimpi.

F. GENERALISASI PSIKOLOGI
1. Motivasi
Motivasi seseorang untuk melakukan suatu tindakan dapat berlangsung baik disadari maupun tidak disadari. Sebab sebagai manusia sering  terjadi bahwa kita tidak selalu sepenuhnya menyadari akan sebab dan akibat yang ditimbulkan dari tindakan itu.
2. Konsep Diri
                Konsep diri yang baik bagi seseorang adalah konsep diri yang positif . artinya penilaian tentang dirinya secara internal maupun eksternal adalah seimbang dan valid. Sebaliknya, bagi seseorang yang sombong, tidak sesuai antara penilaian dirinya secara internal dengan eksternal yang suka membual adalah konsep diri yang negatif.
3. Sikap
Sebuah sikap seringkali didefinisikan sebagai tendensi atau kecenderungan untuk bereaksi secara menyenangkan ataupun tidak menyenangkan terhadap sekelompok stimuli yang ditunjuk, misalnya suatu kelompok etnis, kelompok bangsa, adat istiadat, atau lembaga (Anastasi dan Urbina, 1997:42 dalam Supardan, (2008):485)
4. Persepsi
                Persepsi seseorang tentang posisi suatu benda tertentu, memiliki nilai yang lebih objektif disbanding jika kita bertanya tentang sikap seseorang terhadap polotik tertentu. Akan tetapi, persepsi seseorang pun dapat keliru manakala individu mengalami ilusi, dimana ia mengalami gangguan pengamatan yang tidak sesuai dengan penginderaan sehingga ketika mekanisme normal diaktifkan tidak mampu menangkap stimuli sebenarnya secara akurat.
5. Frustasi
           Frustasi yang disebabkan oleh ketidakadilan (bersifat arbitrer), lebih erat hubungannya dengan terjadinya agresi, dibanding dengan frustasi non arbitrer. Sebab frustasi non arbitrer justru reaksinya dapat menarik diri dari pergaulan dan menjadi depresi (Krahe,2005:56;berkowitz, 1995:47 dalam Supardan,(2008):485)

6. Sugesti
           Berlangsungnya proses sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda kekalutan emosi dan sedang terhambat daya pikirnya seseorang secara rasional. Akan tetapi juga dapat terjadi oleh sebab yang memberikan pandangan tersebut adalah orang yang dianggap berwibawa dan otoriter ataupun karena faktor suara mayoritas (Sukanto,1986:52-53 dalam Supardan,(2008):485).
7. Prestasi
        Masyarakat yang memiliki tingkat kebutuhan yang berprestasi, umumnya akan menghasilkan jiwa wiraswastawan yang lebih bersemangan dan selanjutnya kan menghasilkan perkembangan ekonomi yang lebih cepat, dibandingkan dengan kelompok yang memiliki tingkat kebuuhan berprestasi yang lebih rendah.
8. Crowding (Kerumunan Massa)
           Crowding atau kerumuanan massa sering merefleksiakan perbuatan-perbuatan primitif yang dekstruktif, walaupun pada hakikatnya tidak selalu merepresentasikan perbuatan negatif seperti itu.
9. Imitasi
         Menurut Gabriel Tarde, masyarakat tidak lain adalah pengelompokan manusia, dimana individu yang satu mengimitasi yang lain, dan sebaliknya. Bahkan, masyrakat baru menjadi masyarakat sebenarnya apabila manusia mulai mengimitasi kegiatan-kegiatan manusia lainnya. Menurut Tarde, La Sosiete c’es l imitasion(Gerungan,2000:32 dalam Supardan,(2008):486)
10.Kesadaraan
Bukti-bukti medis menunjukan bahwa kesadaran seseorang sangat bergantung dari fungsi otak tertentu.
11.Fantasi
Pemanfaatan fantasi dalam dunia seni sudah lama merupakan sumber lahirnya puisi,drama,dan lukisan.akan tetapi,baru sejak abad ke-20 fenomena tersebut menjadi kajian ilmiah formal dalam psikologi(Singer,2000:343 dalam Supardan,(2008):486)
12. Personalitas
Kepribadiaan mencangkup usaha-usaha menyesuaikan diri yang beraneka ragam,namun khas yang di lakukan oleh individu.karena itu,kepribadiaan sering di indentikan dengan aspek-aspek unik atau khas tingkah laku.Dalam hal ini,kepribadiaan merupakan istilah untuk menunjukan pada hal-hal khusus tentang individu dan yang membedakannya dari semua oang (Hall dan Lindzey,1993:27 dalam Supardan,(2008):487).
13. Pikiran
      Manusia sebagai makhluk rasional yang beragama dan berbudaya,semestinya pikirannya mampu mengendalikan perilakunyabsehari-hari.Bukan sebaliknya,perilaku mengendalikan pikiran(Valentine,2000:668 dalam Supardan,(2008):487).
14. Insting atau Naluri
Bagi Charles Darwin maupun Sigmund freud,agresi dan kekerasan jika di telusuri asal muasalnya merupakan bagian dari seleksi alam yang kompetitif ataupun insting/naluri sebagai pertahaan naluri kehidupan(eros) maupun naluri kematian (thanatos)sebagai makhluk manusia.
15.  Mimpi
   Sampai sekarang riset tentang mimpi masih sangat terbatas sehingga aktivitas mimpi masih merupakan bagian perilaku menusia yang sangat sedikit di pahami.

G.TEORI PSIKOLOGI

1. Teori Agresi psikoalanalisis Sigmund Freud,dalam bukunya beyond the pleasure principle (1920) Inti dari teori tersebut adalah :
a.       Perilaku agresif manusia pada dasarnya didorong oleh 2 kekuatan dasar yang menjadi bagian tidak terpisah dari sifat manusia, yaitu insting naluri kehidupan (eros) dan insting kematian (thanatis).
b.      Eros mendorong orang mencari kesenangan dan kenikmatan untuk memenuhi keinginan. Thatanos, lebih kepada tindakan yang diarahkan diri dan perasaan berdosa atau bersalah.
c.       Kedua insting tersebut merupakan sumber konflik intratisik  yang berkelanjutan
d.      Satu alternatif yang mungkin dapat dilakukan melalui kataris ( pelepasan ) yang dapat dilakukan melalui humor.
2.   Teori disonansi kognitif festinger , dalam bukunya A Theorf of cognitive dissonance (1957). Inti dari teori ini adalah :
a. antara elemen – elemen kognitif mungkin terjadi hubungan yang tidak pas
      b. disonansi kognitif menimbulkan desakan
c. hasil dari desakan itu terwujud dalam perubahan–perubahan pada kognisi
   d.perubahan tingkah laku dan menghadapkan diri pada beberapa infoermasi tentang   pendapat baru yang sudah diseleksi terlebih dahulu
3. Teori kepribadian Erich Fromm
   Inti dari teori ini adalah :
a.    Kebebasan manusia yang semakin luas, menempatkan manusia pada kesepian dengan kata lain kebebasan menjadikan keadaan – keadaan yang negative dimana manusia-manusia melarikan diri
b. Manusia selalu berusaha memecahkan kontradisi – kontradisi dasar yang ada padanya
c.  Aspek individu
d.   Kepribadian orang akan berkembang menurut kesempatan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat tertentu
e.    Sebagai manusia tidak lepas dari pasangan tipe karakter nekrofilus dan biofilus
f.     Lima tipe masyarakat kini sudah menggejala ke lima tipe tersebut ialah reseptif, eksploitatif, penimbunan, pemasaran dan produktif
g.    Masyarakat yang didambakan adalah sosialisme komunitarian humanistic
4.         Teori Deprivasi Relativef Gurr
Dalam bukunya Why Men Rebel (1976) Inti dari teori ini adalah :
a.       Dengan mendefinisikan deprivasi relative sebagai hasil dari proses perubahan harapan dan kemampuan untuk memenuhi harapan itu maka bentuk deprivasi dapat dibedakan berdasarkan pola-pola perubahan.
b.      Ketidakpuasan menciptakan potensi untuk kekerasan politik.
5.     Teori kecerdasan majemuk howard gardner
a.       Dibuktikan dengan hasil dari tugas-tugas dalam psikologi eksperimental
b.      Kecerdasan menunjukan sekumpulan kegiatan pengolahan
c.       Ada delapan kecerdasan yang relatif otonom, yaitu :
1)      Kecerdasan linguistik
2)      Kecerdasan logika matematika
3)      Kecerdasan spasial
4)      Kecerdasan kinestetik jasmaniah
5)      Kecerdasan interpersonal
6)      Kecerdasan intrapersonal
7)      Kecerdasan naturalis
d.      Jumlah kecerdasan kurang penting dari pada kemajemukan kecerdasan

      Bab III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
            Ilmu psikologi merupakan ilmu yang membahas mengenai perilaku manusia dalam berbagai interaksi. Banyak ahli yang mendefinisikan psikologi seperti Psikologi merupakan studi kegiatan mental (Atkinson,1996:18 dalam Supardan,(2008):425) selanjutnya William James ahli psikologi Jerman, memberikan definisi bahwa psikologi merupakan ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya. (William James:1980 dalam Supardan,(2008):425). Dari berbagai definisi tersebut, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa psikologi sebagai studi ilmiah mengenai proses perilaku dan proses-proses mental.
            Pendekatan dan metode yang digunakan dalam psikologi merupakan pencarian cara yang efektif untuk dapat semakin mengenali ilmu psikologi dan dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sosial melalui berbagai metode yang yang tersedia.
            Sejarah psikologi merupakan suatu gambaran berkembangnya ilmu psikologi. Dibandingkan dengan disiplin ilmu lain, psikologi termasuk ilmu yang relatif muda, namun sebenarnya embrio ilmu psikolgi sudah cukup berkembang pada saat disiplin ilmu yang lain juga berkembang. Psikologi pada awalnya hanya merupakan ilmu yang bersifat tidak pasti yang tidak didasarkan pada penelitian yang valid, sehingga akhirnya para ahli psikologi mulai banyak melakukan berbagai penelitian untuk semakin memperkuat adanya ilmu psikologi.
            Setiap tokoh memiliki persepsi masing-masing untuk menilai seperti apa manusia itu dari mulai kebiasaan kesehariannya, proses mempertahankan hidupnya, sikap terhadap lingkungan sekitarnya, cara berfikirnya bahkan tingkat kecerdasannya. Semua itu dikemas dalam mazhab psikologi.
Dengan pemaparan mengenai konsep-konsep psikologi yang telah di jelaskan, dapat disimpulkan bahwa setiap gerak atau aktivitas manusia baik secara individu maupun kelompok itu dipengaruhi oleh berbagai aspek, baik aspek internal yaitu yang terjadi di dalam dirinya sendiri yang melibatkan perasaan, ide, emosi, kesadaran dan lain sebagainya maupun dapat dipengaruhi oleh aspek eksternal yaitu pengaruh atau ajakan dari orang lain, lingkungan, kelompok dan lain sebagainya.
Generalisasi psikologi itu terdiri dari Lima Belas kategori yang merupakan uraian dari konsep yang saling keterkaitan, yaitu diantaranya motivasi, konsep diri, sikap, persepsi, frustrasi, sugesti, prestasi, crowding, imitasi, kesadaran, fantasi, personalitas, pikiran, insting dan mimpi. Dari lima belas kategori tersebut dapat menjelaskan aspek-aspek yang ada di ilmu psikologi.
Teori psikologi merupakan pendapat para ahli yang mengemukakan berbgai fenomena dalam psikologi yang mampu mendeskripsikan keadaan manusia dalam aspek psikologisnya.















Daftar Pustaka
Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Bandung: Bumi Aksara
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Chaplin,J. P. (2008). Kamus Psikologi Lengkap. Jakarta: PT Raja Grafindo
Stenberg, J Robert. (2008). Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Abdul, M. dkk. (2004). Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana
Shaleh, A. (2009). Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana
Rakhmat, J. (1996). Psikologi Komunikasi. Edisi kesepuluh. Bandung: Rosdakarya
Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial. Yogyakarta: C.V Andi Offset
Sarwono, S. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press
Filedman,R. (1999). Understanding Psychology. Singapore: McGrow Hill College
Anis, V. (2010). Konsep Psikologi.[Online]
Merah, A. (2011). Psikologi Agama orientasi dan sikap. [Online]
Tya, W. (2011). Psikologi Agama dan Orientasi Sikap.[Online]
Al- Maqassary, A. (2011). Pengertian dan Persepsi Psikologi. [Online]

No comments:

Post a Comment