BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Di tinjau dari segi ilmu bahasa,
perkataan psikologi berasal dari perkataan psyche yang diartikan jiwa
dan perkataan logos yang berati atau ilmu pengetahuan. Karena itu
perkataan psikologi sering diartikan atau diterjemahkan dengan ilmu pengetahuan
tentang jiwa atau disingkat dengan ilmu jiwa.Berikut ini adalah definisi
psikologi menurut para ahli:
Miller, G. Psychology and Comunication (1974:4) : “Psychology is the
science that attempt to describe,predict, and control mental and behavior
event”.(psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan ,meramalkan,dan
mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku).
Robert S.Woodwort dan Marquis DG. Psychology(1957:7) :”Psychology is
the scientific studies of individual activities relation to the inveronment”. (
Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah
laku individu dalam hubungan dengan alam sekitarnya).
Pembahasan tentang psikologi memang sudah biasa
dalam ilmu filsafat, karena pada dasarnya ilmu psikologi adalah bagian atau sub-sub
disiplin ilmu dari filsafat. Dalam pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
psikologi menjadi bagian dari pembelajaran dan atau pembahasannya termasuk ke
dalam salah satu studi khusus yang dapat dipelajari.
Sebagai seorang calon pendidik, mahasiswa diharapkan
mampu memahami dan mengaplikasikan setiap pengajaran, metode dan konsep
psikologi dalam prakteknya. Karena pada dasarnya suatu pembelajaran atau proses
belajar mengajar hanya akan efektif apabila seorang pendidik mampu
memahami setiap karakteristik dari para
peserta didiknya.
Makalah ini dibuat sebagai landasan pembahasan dan
pembelajaran studi psikologi dalam kehidupan sosial, terutama untuk para
mahasiswa calon pendidik, karena dalam prosesnya kita dituntut bukan hanya
mampu memberikan atau menyalurkan pendidikan sesuai dengan ketentuan pengajaran
saja. Pendidikan psikologi membahas tentang apa saja yang dapat kita apresiasikan
sebagai seorang pendidik dalam prakteknya ataupun dalam ruang lingkup
kemasyarakatannya.
Berdasarkan penelusuran yang telah kami kaji, ada
beberapa pembahasan materi psikologi yang bukan hanya mengacu pada dunia
pendidikan atau pembentuka karakter saja, ada beberapa konsep dalam studi
psikologi sosial yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupannya
sehari-hari, hal itu akan kami bahas secara rinci dalam pengembangan dari
makalah yang kami sajikan.
Dengan terselesaikannya makalah ini, para pembaca
diharapkan mampu mengaplikasikan setiap pembahasan, metode, dan konsep
psikologi yang telah kami susun secara sistematis ke dalam prakteknya, dan
mampu untuk bersikap kritis apabila dalam penyajiannya ada beberapa pembahasan
yang kami sajikan kurang relevan dalam pengembangannya, dan kami berharap
makalah yang kami sajikan ini dapat bermanfaat dalam proses pengenalan studi
psikologi sosial.
B.
Rumusan
Masalah
a. Pengertian
dan Ruang lingkup psikologi menurut para ahli?
b. Pendekatan
dan Metode yang digunakan dalam psikologi?
c. Bagaimana
Sejarah Perkembangan Psikologi?
d. Apa
saja mahzab yang digunakan dalam psikologi?
e. Apa
saja konsep yang digunakan dalam psikologi?
f.
Bagaimana Generalisasi dalam psikologi?
g. Apa
saja Teori yang digunakan dalam Psikologi?
C.
Tujuan
a. Pembahasan
studi psikologi sosial diharapkan mampu membantu para mahasiswa calon pendidik
dan yang telah menjadi pendidik (guru) dalam memahami dan mempraktekkannya pada
proses penyaluran pendidikan atau belajar mengajar kepada para peserta didik.
b. Psikologi
sosial dapat dijadikan landasan dalam hubungan interaksi sosial di ruang
lingkup masyarakat.
c. Studi
pembelajaran psikologi dapat dijadikan acuan kita untuk lebih memahami tentang
segala aspek dalam diri yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari
D.
Sistematika
Bab
I : Pendahuluan, bab ini berisi latar
belakang penulisan makalah, rumusan masalah,
penulisan makalah, tujuan penulisan
makalah, juga berisi mengenai sistematika penulisan makalah.
Bab
II : Pembahasan,
bab ini membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup psikologi, pendekatan
dan metode penelitian psikologi, sejarah perkembangan psikologi, mahzab
psikologi, konsep psikologi, generalisasi psikologi dan teori psikologi.
Bab
III : Penutup, bab ini membahas mengenai
kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup
Psikologi
Banyak
ahli-ahli psikologi mendefinisikan psikologi dalam berbagai cara, bentuk, dan
juga isi.diantaranya:
1. Psikologi
merupakan studi kegiatan mental (Atkinson,1996:18 dalam Supardan,(2008):425)
2. Psikologi
merupakan ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan
kondisi-kondisinya. (William James:1980 dalam Supardan,(2008):425)
3. Psikologi
adalah studi ilmiah mengenai prilaku (Kenneth Clark, George Miller:1970 dalam
Supardan,(2008):425)
Dari seluruh definisi yang dikemukakan oleh para
ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah studi ilmiah
mengenai proses prilaku dan juga mental.
Untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengenai psikologi, dapat menggunakan beberapa
pendekatan dari berbagai sudut pandang, yaitu :
1. Pendekatan
neurobiologi
Pendekatan ini
menekankan pada hubungan suatu tindakan dengan segala peristiwa yang ada di
dalam tubuh, terutama dalam otak dan syaraf. Adapun tokoh dalam kelompok ini
adalah Broca, Hitzig dan Ferrir.
2.
Pendekatan behaviorisme
Pendekatan ini menitik
beratkan pada seluruh kegiatan organism yang dapat diamati atau diukur. Tokoh
yang menganut pendekatan ini adalah J.B Watson dan B.F Skinner.
3.
Pendekatan kognitif
Pendekatan ini berfokus
pada cara kerja otak dalam mengolah informasi dan mengubahnya. Adapun tokoh
yang mempelopori pendekatan ini adalah
Kenneith Craik, ahli psikologi dari Inggris yang menganalogikan otak sebagai
komputer (Atkinson, 1996: 11 dalam Supardan,(2008):426).
4. Pendekatan
psikoanalitik
Pendekatan ini
menekankan pada motif bawah sadar yang berakar dari dorongan seksual dan agresi
yang ditekan pada masa kanak- kanak. Tokoh-tokohnya yaitu Sigmund Freud, Adler,
Jung, Fromm, Sullivan, Horney dan sebagainya.
5. Pendekatan
Psikologi Gestalt
Memfokuskan pada
konfigurasi yang menyeluruh. Dipelopori oleh Max Wertheimer, Kohler dan Koffka.
6.
Pendekatan fenomenologi dan humanistik
Pendekatan ini menekankan pada
pengalamn subjektif seseorang, kebebasan memilih, dan motivasi terhadap
aktualisasi.tokohnya adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers(Hall dan
Lindzey,1993:106 dalam Supardan,(2008): 426).
Dalam
ilmu psikologi, juga terdapat metode- metode yang mengenal beberapa metode
kerja, yaitu:
1.
Metode eksperimental
Metode
ini menguji setiap variabel dengan
memberikan perlakuan untuk kemudian dianalisis dan dibahas sehingga di dapatlah
kesimpulan.
2.
Metode observasi
Pada
metode ini, dilakukan berbagai macam pengamatan terhadap beberapa sampel
penelitian dalam segala aspek yang merupakan titik tolok psikologi baik
binatang maupun manusia.
3.
Metode survei
Metode
ini dilakukan dengan membagikan kuesioner ataupun wawancara.
4.
Metode tes
Metode
ini dilakukan dengan cara melakukan pengetesan. Tujuannya yaitu untuk
mengetahui dan mengukur segala jenis kemampuan, minat, sikap dan hasil
kerja.dari tes ini para psikolog dapat mengetahui gangguan mental ataupun
permasalahan dari data hasil tes yang dilakukan tanpa membutuhkan segala bentuk
alat laboraturium yang canggih.
5.
Metode riwayat hidup atau kasus
Metode ini
ditujukan untuk mengetahui dan mengungkap kasus sesuai dengan kebutuhan
peneliti.
Beberapa
jenis ilmu psikologi tematis ataupun terapan dapat dirinci menjadi beberapa
ilmu yang lebih spesifik, namun masih dalam koridor ilmu psikologi. Diantaranya
adalah psikologi sosial, klinis dan konseling, konstutisional,
psikofarmakologi, okupasional, politik, sekolah dan pendidikan, perkembangan,
kepribadian, lintas budaya, rekayasa, lingkungan, konsumen dan psikologi
industri dan organisasi. Adapun penjelasan dari berbagai cabang ilmu psikologi
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Psikologi
sosial (Social Psychologist)
Psikologi
sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku individu sebagai
fungsi dari rangsang-rangsang sosial (Shaw dan Costanzo, 1970: 3 dalam
Supardan, (2008): 429).Dalam psikologi sosial, individu ditempatkan dalam unit
analisis utama bukan masyarakat ataupun kebudayaan. Karena psikologi ini menitikberatkan
pada peran individu, maka fenomena sosial yang dikaji yaitu agresi dan
kemarahan, alturisme dan perilaku membantu, sikap sosial persuasi, ketertarikan
dan hubungan sosial, tawar- menawar dan negosiasi, konformalitas dan proses
pengaruh sosial, kerjasama dan kompetisi, pembuatan keputusan kelompok,
presentasi diri dan manajemen kesan, peran- peran seksual, perilaku seksual,
pembelajaran sosial, dan sosialisasi.(Jones,2000: 996 dalam Supardan, (2008): 427).
Dalam
perkembangannya, psikologi sosial sebenarnya telah diamati oleh para filsuf
sosial sebelum pertanyaan ataupun ilmu psikologi menjadi sebuah ilmu (Allport,
1954 dalam Supardan, (2008): 428). Sebagaimana yang dijelaskan oleh Auguste
Comte (1789- 1857) bahwa manusia secara stimultan dapat menjadi penyebab maupun
akibat dari masyarakat (Supardan, (2008): 428). Lalu Gabriel Tarde (1842-
1904), meneliti tentang proses imitasi sebagai dasar dari dari interaksi
sosial, kemudian Gustav Le Bon (1841- 1932) dengan kontribusinya di bidang
psikologi masa. Semua pendapat dan ide- ide tersebut menjadi dasar dari
kelahiran ilmu psikologi.
Barulah kemudian pada tahun 1908,
bersamaan dengan munculnya dua teks yang ditulis oleh McDougall, yaitu An
Introduction to Social Psichology dan Ross yaitu Social Psychology disebut
sebagai tahun kelahiran dari ilmu psikologi. Namun, menurut Edward E Jones,
psikologi sosial baru mulai konsisten
mengembangkan diri pada tahun 1930-an bersamaan dengan berkembangnya teori dan
metode psikologi sosial yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (Jones, 2000: 996
dalam Supardan (2008):428).
2.
Psikologi Klinis dan Penyuluhan
atau Konseling (Clinical Psychology and
Counseling).
Bidang psikologi ini berperan dalam
penyelesaian masalah kesehatan mental dengan menggunakan prinsip-prinsip
psikologi. Dalam bidang psikologi ini, semua prinsip-prinsip psikologi
digunakan sebagai acuan dan landasan dan fondasi keilmuan.
Sejarah perkembangan psikologi dimulai
ketika pembentukan organisasi yang mengatur standar psikologi klinis oleh Dewan
Profesi Psikologi Amerika pada tahun 1974 yakni, American Noard of Profesional
Psychologist. Organisasi ini bertugas memberikan diploma, mendorong pembinaan
kecakapan psikologi professional dan juga berhak untuk melakukan pengujian.
Dari bidang psikologi ini muncul beberapa
spesialisasi yang berkembang secara mandiri. Yaitu psikologi klinis, psikologi
konseling, psikologi industri dan organisasi, psikologi pendidikan, dan
neuropsikologi.
Psikologi klinis berkembang pesat di Amerika. Hal
ini dibuktikan dengan keaktifan dan rekanan yang aktif maupun keilmuannya. Pada
tahun 1957, anggota mereka berjumlah 1.907 orang dan pada tahun 1993 terus
meningkat hingga bejumalh 113.000 orang. Dan hingga saat ini sudah ada sekitar
16.000 orang yang terdaftar pada National Register.
Sedangkan psikologi konseling merupakan
suatu bidang psikologi terapan yang berusaha menciptakan, menerapkan, dan
menyebarkan pengetahuan mengenai pencegahan dan penanggulangan gangguan fungsi
manusia dalam berbagai kondisi (Brown dan Lent, 1992 dalam Supardan (2008):429).
Di Amerika Serikat, bidang psikologi ini berdiri sebagai ilmu sendiri dan tidak
menjadi bagian dari ilmu lain pada tahun 1947. Kemudian di Kanada dan
Australia, lalu di Inggris pada 1982 dengan membentuk seksi psikologi konseling
pada British Psicology Society (Taylor,
2000: 182 dalam Supardan (2008):429). Adapun tujuan dari bidang psikologi konseling
tersebut adalah untuk membantu individu memahami dan mengubah perasaan,
pikiran, dan prilakuku kejiwaan; mengatasi tekanan mental; menanggulangi
krisis; meningkatkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan berbagai persoalan (American Psychological Association, 1985
dalam Supardan (2008):429).
3. Psikologi
Konstitusional (Constitusional Psycholy).
Bidang psikologi merupakan salah satu bidang
psikologi yang masih kontrovesional. Pemahaman dari psikologi ini adalah studi
tentang hubungan morfologis dan fungsi fisiologis tubuh serta hubungan antara
fungsi- fungsi psikologi sosial (Lerner, 2000: 168 dalam Supardan,(2008):429).
Banyak yang menentang pemahaman ini meskipun banyak data yang membuktikan
ataupun mendukung pemahaman tersebut.
Sejarah munculnya psikologi ini pertama
kali adalah ketika Kretschmer mula- mula merintisnya pada tahun 1921 dengan
menerbitkan Korperbau and Character,
dan kemudian disusul oleh Sheldon dengan karyanya yang berjudul The Varietes Of Human Psyique (1940)
yang menimbulkan banyak kritik atasnya.
Penyebab dari kritikan masyarakat terhadap
karya ini adalah karena masyarakat kurang begitu yakin terhadap kekuatan asosiasi
antara tipe fisik dan tempramen. Selain itu keraguan masyarakat ilmiah juga
berdasarkan pada landasan konseptual, metodologis, serta analisis datanya. Akan
tetapi dalam penelitian lain di mana karena aspek metodologinya lebih kuat,
terungkap bahwa memang ada asosiasi yang menonjol antara tipe- tipe fisik
tertentu.
Tampaknya perbedaan teoritis- teoritis
tersebut akan terus berkembang sebagai dinamika akademik hingga kegiatan
risetnya pun akan terus berkembang.
4. Psikofarmakologi
Bidang ini merupakan bagian dari psikologi
yang berkaitan dengan obat- obatan untuk mengatasi gangguan psikiatris. Pada
zaman dahulu, khususnya sejak tahun 1950, seorang psikiater hanya memiliki
sedikit obat stimultan dan obat penenang nonspesifik untuk mengobati kecemasan
dan depresi. Bahkan terapi Elektroconclusive
(ECT) dianggap efektif bagi penderita depresi, tetapi kurang bagus bagi
penderita Skizofernia kronis. Jadi, belum ada perawatan yang tepat bagi ribuan
bahkan jutaan pasien rumah sakit jiwa pada masa itu. Namun pada prkembangan
selanjutnya, akan ditemukan berbagai penemuan yang sangat membantu di bidang
ini yaitu, obat antipsikotrik, anti depresan dan lithium.
Antipsikotrik berfungsi sebagai penetralan
khayalan atas halusinasi yang merupakan gejala awal dari penyakit skizophrenia. Biasanya obat ini sangat
membantu dalam efek penenang dari bebagai macam gangguan psikoltik. Adapun efek
samping dari obat ini yaitu leher kaku, lesu dan juga menghambat ataupun
melemahkan fungsi fisik dan mental.
Antidepresan berfungsi untuk para penderita
gangguan mental mayor atau fase tertekan dalam penyakit depresi kejiwaan.
Sedangkan lithium berfungsi untuk
menetralkan tahap kegilaan dari depresi berat.dan menghindarkan pasien yang
sudah sembuh dari penyakit jiwanya dari kambuhnya penyakit tersebut.
5. Psikologi
Okupasional
Bidang psikologi ini merupakan rangkuman
dari beberapa bidang psikologi. Yaitu psikologi industi, organisasi,
vokasional, dan psikologi sumber daya manusia.. psikologi industi berkaitan
dengan kepentingan manajemen, psikologi organisasi membatasi hanya pada konteks
tertentu, psikologi vokasional cenderung membatasi berbagai karier individu di
luar konteks organisasional yang dapat mereka tekuni, sedangkan psikologi
sumber daya manusia dapat mengabaikan konteks nonorganisasional.
Dengan demikian, psikologi okupasional
merupakan label bermanfaat yang merangkum penekanan diatas. Oleh karena itu
psikologi okupasional banyak membahas tentang antara organisasi dengan individu
dalam teori peranan, makna kerja dalam pendekatan fenonenologi terhadap kognisi
, karier- karier kehidupan dalam teori kehidupan perkembangan manusia dan
hubungan antarorganisasi dan antar Negara kebangsaan dalam teori konflik dan
negoisasi.
Sejarah dari penemuan sampai perkembangannya
hingga sekarang dimulai saat Galton menemukan determinasi biologi pada abad ke-19.
Determinasi biologi merupakan kemampuan intelektual yang bersifat bawaan,
sangat relevan dengan pendapat Taylor bahwa kerja dapat dipilah menjadi
berbagai macam beberapa tugas yang membutuhkan kemampuan spesifik. Dan kemudian
terus berkembang hingga pasca Perang Dunia I dilakukan beberapa tes tes
psikometrik dalam seleksi kemiliteran.
Namun hal itu berbeda dengan pasca Perang
Dunia II. Pasca Perang Dunia II ditemukan perlu adanya keterpaduan kelompok
dalam meraih tujuan. Oleh karena itu berkembanglah teori- teori kepemimpinan
dari Fred Fiedler, teori tipologi X dan Y dari David McGregor, dan sebagainya.
Selanjutnya yang memberi pengaruh kuat pada psikologi okupasional adalah
gerakan humanism tahun 1960-an, seperti yang dilukiskan Theodore Reich (1970)
dan proses- proses aktualisasi diri, yakni pencapaian potensi seseorang secara
optimal, mendapat dukungan dari para ahli psikologi humanis- eksistensialis,
seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers.
6. Psikologi
politik
Tujuan dari bidang psikologi ini pada
dasarnya adalah untuk menyikap saling keterkaitan antar proses psikologi dan
politik.bidang psikologi ini mempunyai berbagai sumber dari berbagi disiplin
antara lain antropologi budaya, psikologi ekonomi, sosiologi, psikologi, serta
ilmu politik.
7. Psikologi
sekolah dan pendidikan
Bidang ini mengkaji tentang anak didik di
sekolah serta berbagai substansinya. Bidang ini merupakan kombinasi dari
berbagai bidang psikologi lainnya yaitu psikologi perkembangan anak, psikologi
pendidikan dan psikologi klinis. Lain halnya dengan psikologi pendidikan.
Psikologi pendidikan merupakan kajian tentang prilaku dalam proses pengajaran.
8. Psikologi
perkembangan.
Psikologi ini menekankan kepada perkembangan
manusia dan segala faktor yang mempengaruhi perilakunya. Di dalam bidang
psikologi ini dipelajari berbagai bentuk kemampuan khusus manusia seperti
kemampuan berbahasa.
Pada mulanya psikologi ini hanya
menekankan pada tahapan perkembangan, usia dan bentuk permasalahannya. Namun
kemudian kajian ini diperluas ke tahap pembautan dan juga kelahiran, tahap
dewasa, lanjut usia dan pertengahan (Siegel, 1969: 88, Hurlock, 1980: 2 dalam
Supardan,(2008):433)
Ada dua alasan utama yang dikemukakan oleh
Hurlock yang mendorong adanya perbedaan penekanan pada psikologi perkembangan,
yaitu:
a. Riset
terhadap periode tertentu dalam perkembangan sangat dipengaruhi oleh keinginan
untuk memecahkan masalah praktis
b. Riset
terhadap masa tertentu dirasakan lebih sulit dibandingkan dengan tahap lain.
9. Psikologi
kepribadian
Bidang psikologi ini sebenarnya bukan
bidang psikologi baru. Melainkan hanya namanya saja yang berbeda dari bidang
sebelumnya yaitu Ilmu Karakter, Psikologi Karakter maupun Teori Psikologi. Menurut
Caplin (1999:362 dalam Supardan, (2008):433), psikologi kepribadian merupakan
segi pandangan yang menekankan pada penamaan dan pelekatan tingkah laku. Namun
definisi tersebut belum mampu mengungkap apa sebenarnya arti dari kepribadian.
Adapun Alfred Adler menyebutkan bahwa psikologi kepribadian merupakan ilmu
perilaku tentang gaya hidup ataupun karakteristik dan juga tujuan hidup. Ada
pendapat lain dari Carl Jung yang menyatakan bahwa psikologi kepribadian
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku integrasi dari ego,
ketidaksamaan pribadi, kolektif kompleks dan juga arketip pesona serta anima.
Psikologi
kepribadian jika digolongkan menurut metode yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Atas
dasar pemikiran spekulatif.
b. Atas
dasar data empiris.
Sedangkan
jika digolongkan berdasarkan komponen kepribadian, dapat digolongkan menjadi
berikut:
a. Teori
konstitusional
b. Teori
tempramen
c. Teori
ketidaksadaran
d. Teori
faktor
e. Teori
kebudayaan
10. Psikologi
lintas budaya
Menurut Brislin, Lonner dan Thorndike, psikologi
lintas budaya adalah kajian empiris mengenai anggota berbagai kelompok budaya
yang memiliki perbedaan pengalaman dan membawa pada perbedaan prilaku.
Adapun tujuan dari bidang psikologi ini
adalah sebagai berikut:
a. Sebagai
pengujian kerampatan pengetahuan dari teori psikologi.
b. Untuk
menemukan variasi yang tidak dijumpai dalam pengalaman budaya yang berbeda-
beda.
c. Mengintegrasikan
hasil –hasil yang dialui dalam sebuah psikologi yang lebih luas.
11. Psikologi
rekayasa
Masalah yang menjadi sorotan utama bagi
psikologi rekayasa adalah masalah- masalah yang menyangkut factor manusiawi.
Bidang kajian dari psikologi ini sangat laus sehingga dapat mencakup setiap
kajian dalam psikologi industi dan berbagai bidang kajian lainnya yang
berhubungan dengan psikologi industi.
Ada banyak persamaan antara psikologi
rekayasa dan psikologi industri, sehingga kedua bidang ini nampak saling
tumpang tindih, namun ada tiga perbedaan
utama yang membedakan kedua bidang inbi yaitu:
a. Ahli psikologi rekayasa akan mencari kesuaian
antara pekerja dengan pekerjaannya melalui seleksi, sedangkan ahli psikologi
rekayasa akan menyesuaikan pekerjaan dengan pekerjanya.
b. Letak
titikberat pendekatan psikologi rekayasa berada di dalam masalah– masalah
pelaksanaan kerja
c. Lingkungan
psikologi rekayasa modern telah memperluas lingkungan okupasional dengan
menjangkau semua wilayah kehidupan sehari- hari.
Psikologi
rekayasa dan Paikologi industri mempunyai banyak kesamaan yaitu darisejarah
perkembangannya.
Psikologi
rekayasa lahir setelah masa pertumbuhan psikologi industri. Pada tahun 1898, di
mana Frederick W. Taylor yang terkenal dengan studinya tentang dimensi waktu
dan kerja manual. Setelah Perang Dunia II Psikologi rekayasa semakin menonjol
peranannya terutama setelah dirasakan adanya kompleksitas mesin atau peralatan
mekanis.
12. Psikologis
Lingkungan
Psikologi lingkungan berhubungan dengan
proses belajar yang menunjuk pada efek kumulatif dari respon individu terhadap
rangsangan lingkungan individu dalam hidupnya. Psikologi lingkungan dapat
menjangkau berbagai bentuk permasalahn. Bukan hanya yang tidak terpikirkan
sebelumnya oleh manusia melainkan juga yang sudah diperhitungkan sebelumnya.
13. Psikologi
konsumen
Psikologi konsumen membahas tentang
tingkah laku individu sebagai konsumen. Bidang psikologi ini mulai dengan psikologi
periklanan dan penjualan., objeknya adalah komunikasi yang efektif baik dari
pihak perusahaaan maupun distributor kepada konsumen.
Dalam sejarah perkembangannya, psikologi
ini mulai berkembang mulai tahun 1960-an. Dan dalam masa perkembangannya
tersebut ada perkembangan psikologi yang sangat mencolok yaitu peralihan pusat
perhatian dari konsumen sebagai pembeli ke konsumen sebagai konsumen (Jacoby,
1976; Perloff, 1968 dalam Supardan,(2008):439). Menurut Anastasi, ada empat
cara berbeda, yaitu:
a. Perluasan
pusat perhatian melampaui kegiatan pembelian
b. Peningkatan
kecenderungan untuk mendekati masalah dari sudut pandang konsumen
c. Dalam
psikologi konsumen adalah timbulnya pengakuan terhadap konsumen sebagai
organisme hidup yang tingkah lakunya berhak mendapat pengakuan ilmiah
d. Ciri
dari karya psikologi ilmiah adalah makin meningkatnya perhatian pada masalah
sosial.
14. Psikologi
industri dan organisasi
Merupakan penerapan dari berbagai prinsip
psikologi industri dan perdagangan. Dalam kajian ini terdapat tiga bidang
kajian psikologi industri dan organisasi, yaitu:
a. Psikologi
personalia
Menekankan pembuatan keputusan mengenai personalia,
pelatiahan, promosi , transfer pekerjaan dan lain sebagainya. Sedangkan alat
yang sering digunakan adalah analisis pekerjaan dan tes kemampuan. Analisis
kemampuan berguna untuk penentuan tugas dan tes kemampuan untuk menjajaki
gambaran kekuatan dan kelemahan
b. Psikologi
industri atau sosial klinis
Berkaitan dengan penyesuaian timbal balik antara
orang dan lingkungannya.
c. Psikologi
sumber daya manusia dan rekayasa manusia
Menggunakan asumsi dan berkebalikan dengan psikologi
personalia. Walaupun keduanya memiliki permasalahan yang sama yaitu bagaimana
mencocokkan individu dengan pekerjaannya.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian Psikologi
1.
Pendekatan
Lima
Pendekatan Psikologi menurut (Atkinson dan Hilgard 1996:7-14 dalam Supardan,
(2008):440)
a. Pendekatan
Neurobiologis
Kajian yang menitikberatkan pada pembahasan struktur
otak menusia. Kajian ini menghubungkan perilaku dengan hal-hal yang terjadi
dalam tubuh, terutama dalam otak dan
sistem sarafnya. Pendekatan ini mengkhususkan proses neurobiologi yang
mendasari perilaku dan kegiatan mental. Penemuan mutakhir telah manunjukan
dengan jelas adanya hubungan yang erat antara aktifitas otak dengan perilaku
dan pengalaman. Reaksi emosional seperti rasa takut dan marah dibangkitkan pada
bianatang dengan memberi rangsangan elektrik yang lemah pada beberapa bagian
tertentu otak.
b. Pendekatan
Perilaku
Merupakan pendekatan dengan cara mengamati perilaku
manusia, bukan mengamati kegiatan-kegiatan bagian tubuh dalam menusia. Pendekatan
perilaku menekankan bahwa tingkah laku yang datang secara sederhana dapat
digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti
tingkah laku itu seperti reflek tanpa
kerja mental sama sekali. Pendekatan ini mulai diperkenalkan oleh
ahli psikologi Amerika John. B Watson pada awal tahun 1990-an.Watson
berpendapat bahwa intropeksi merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya
alasannya, jika psikologi dikatakan ilmu maka datanya harus dapat diamati dan
terukur. Sedangkan intropeksi hanya anda sendiri yang mampu mengintropeksi
pengamatan dan perasaan anda,orang lain tidak.
c. Pendekatan
Kognitif
Pendekatan
ini bertolak dari suatu asumsi bahwa sebagai manusia tidak sekedar penerima
rangangan pasif. otak manusia secara aktif mengolah informasi yang diterima dan
mengubahnya dalam bentuk serta ketegori pengetahuan baru. Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku adalah proses
mental, dimana individu (organisme) aktif dalam menangkap, menilai,
membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu
menerima stimulus lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas
stimulus yang datang. Tujuan psikologi kognitif adalah untuk
mengandalkan eksperimen dan mewujudkan teori yang menerangkan bagaimana proses
mental disusun dan berfungsi.
d. Pendekatan
Psikoanallitik
Pendekatan ini dikembangkan oleh
Sigmund Freud, ahli psikologi Austria yang didasarkan atas studi yang luas dari
para pasien secara individual, bukan secara eksperimen. Dasar pemikiran
pendekatan ini bahwa sebagian besar perilaku manusia adalah dari proses yang
tidak disadari, tetapi berpengaruh terhadap perilakunya. pendekatan ini meyakini bahwa kehidupan individu sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak didasari oleh
hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan, impuls, atau dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan
tetap hidup dalam alam bawah sadar dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk
dipuaskan. Ia
percaya banyak dari impuls pada masa kanak-kanak yang dilarang dan dihukum oleh
para orang tua dan masyarakatnya berasal dari naluri pembawaan (innate
instinc).
Melarang impuls tersebut
mengakibatkan mereka keluar dari kesadaran dan menggantikannya dengan
ketidaksadaran yang tetap berpengaruh pada perilakunya. Impuls ini menurut
Freud akan manumbuhkan jalan pelampiasan melalui mimpi, kekeliruan dalam
berbicara (latah), cara kebiasaan dan gejala penyakit neurosis, serta melalui
bentuk perilaku yang dapat diterima masyarakat.
e. Pendekatan
Fenomenologi
Pendekatan ini memusatkan perhatiaanya pada pengalaman subjektif
individu tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep tentang
dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran
atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu
dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya. Pendekatan ini, menekankan pemahaman kejadian
atau fenomena yang dialami individu tanpa adanya beban prakonsepsi atau ide
teoritis. Para psikolog percaya kita dapat mempelajari kodrat manusia dengan
cara mempelajari bagaimana manusia memandang diri dan dunia mereka daripada
mengamati tindak-tanduk mereka.
Ahli psikologi yang lain menitikberatkan pengertian
mengenai kehidupan bagian dalam dan pengertian mengenai pengalaman individu
daripada mengembangkan teori atau meramalkan perilaku. Pandangan ini menolak
perilaku dikontrol oleh desakan yang tidak disadari (teori psikoanalitik) atau
rangsangan dari luar, terutama behaviorisme. Mereka lebih meyakini bahwa kita
tidak digerakkan oleh kekuatan di luar kontrol kita, tetapi kita merupakan
pelaku yang mengontrol tujuan kita sendiri.
2.
Metode
Jika ditelaah dari segi metode yang digunakan dalalm
psikologi pada mulanya metode klasik psikologi terbatas pada intropeksi. Metode
ini mengacu pada observasi dan pencatatan pribadi yang cermat mengenai persepsi
dan perasaannya sendiri. selanjutnya, metode-metode psikologi berkembang
menjadi 5 metode.
a. Metode
Eksperimen
Metode ini lebih banyak digunakan untuk
menyelidiki besaran pengaruh dari suatu penelitian yang diujicobakan. Pada
metode eksperimental sifat subjektivitas dari metode introspeksi akan dapat
diatasi. Pada metode instrospeksi murni hanya diri peneliti yang menjadi objek.
Tetapi pada instrospeksi eksperimental jumlah subjek banyak, yaitu orang-orang
yang dieksperimentasi itu. Dengan luasnya atau banyaknya subjek penelitian maka
hasil yang didapatkan akan lebih objektif.
Ciri
yang mencolok adanya suatu perlakuan (treatment) atau menipulasi terhadapsuatu
yang diteliti, apakah ada perbedaan yang signifikan antara kelompok treatment
(perlakuan) atau tidak, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol sebagai
treatment tersebut.
b.Metode
Pengamatan (Observasi)
Metode ini secara lengsung mengamati terhadap
sesuatu yang diteliti, baik perilaku binatang meupun menusia. Data yang
diperoeh mencakup pengamatan perilaku pencatatan perubahan fisiologis dan
jawaban yang diperoleh untuk setiap pertanyaan yang diajukan mengenai perasaan
para subjek sebelum, selama dan sesudah penelitian.
c. Metode Survei
Metode
ini menggunakan kuisioner atau wawancara dalam ukuran sampel besar untuk
mengetahui informasi, seperti pendapat politik, pilihan para
konsumen,sebab-sebab mereka partisipatif/tidak partisipatif. Metode ini memerlukan
validitas yang benar-benar teruji andal melalui uji coba sebelumnya, termasuk
sampel yang dipilih harus mewakili populasinya.
d. Metode
Tes
Metode
ini digunakan untuk mengukur segala jenis kemampuan, seperti minat, ,bakat, inteligensi,
sikap, maupun prestasi belajar. Dalam kosakata psikologi hal ini dinamakan pemeriksaan psikologi
atau disebut juga dengan psikotes
Metode ini menggunakan alat-alat psikodiagnostik
tertentu yang hanya dapat digunakan oleh para ahli yang benar-benar sudah
terlatih. alat-alat itu dapat dipergunakan unntuk mengukur dan untuk mengetahui
taraf kecerdasan seseorang, arah minat seseorang, sikap seseorang, struktur
kepribadian seeorang, dan lain-lain dari orang yang diperiksa itu.
Analisis
terhadap hasil tes kemudian menghubungkan keanekaragaman skor tes dengan
keanekaragaman yang terdapat di antara manusia. Selanjutnya, penyusunan tes dan
pemakainannya harus benar-benar direncanakan secara saksama dalam menyiapkan
butir-butir soal, pembuatan skala, dan menentukan normanya.
e. Metode
Riwayat Kasus
Metode
penelaahan riwayat hidup secara ilmiah dikenal sebagai riwayat kasus, merupakan
sumber data yang penting bagi para ahli psikologi dalam mempelajari setiap
individu. Sejarah kehidupan
seseorang dapat merupakan sumber data yang penting untuk lebih mengetahui
“jiwa” orang yang bersangkutan, misalnya dari cerita ibunya, seorang anak yang
tidak naik kelas mungkin diketahui bahwa dia bukannya kurang pandai tetapi
minatnya sejak kecil memang dibidang musik sehingga dia tidak cukup serius
untuk mengikuti pendidikan di sekolahnya. Dalam metode ini orang menguraikan
tentang keadaaan, sikap-sikap ataupun sifat lain mengenai orang yang
bersangkutan. Pada metode ini disamping mempunyai keuntungan juga mempunyai
kelemahan, yaitu tidak jarang metode ini bersifat subjektif. Riwayat
kasus dipersiapkan dengan cara merekonstruksi riwayat hidup seseorang yang
didasarkan pada kejadian dan catatan yang teringat. Pada saat seseorang merasa
kesulitan pengetahuan masa lampau individu penting untuk memahami perilakunya
sekarang. Metode ini mengakibatkan adanya disortasi kejadian atau adanya hal
yang terlupakan, tetapi ia sering merupakan satu-satunya metode yang tersedia.
Metode riwayat kasus, juga dapat didasarkan pada studi longitudinal. Jenis
studi ini mengikuti seseorang individu atau kelompok individu dalam jarak waktu
yang panjang.
C. Sejarah dan Perkembangan Psikologi
Dibandingkan dengan disiplin ilmu lain,
psikologi termasuk ilmu yang relatif muda.Namun demikian,dalam lintasan sejarah
psikologi,banyak para ahli telah menulis tentang psikologi.Pada zaman Yunani
kuno,Plato dan Aristoteles dianggap
sebagai pelopor besar dalam psikologi. Plato (427 – 347 SM) yang beranggapan
jiwa manusia terbagi atas dua bagian,yaitu jiwa rohaniah danjiwa badaniah. Jiwa
rohaniah bersifat abadi, tidak pernah mati,sedangkan badaniah
tidak.Selanjutnya,tentang jiwa menurut plato yang terkenal dengan konsepsinya Trichotomi dalam diri manusia terdapat
jiwa yang meliputi pikiran atau kecerdasan (di kepala),kemauan (di dada),dan
nafsu/perasaan (di perut). Sedangkan Aristoteles (384 – 323 SM) lebih dikenal
dangan Dichotami,dimana jiwa meliputi
kecerdasan dan kemauan .
Begituipun
Saint Agustinus yang terpengaruh oleh gagasan Plato dalam bukunya Confessions,mengajarkan
bahwa manusia terdiri dari jasmani dan rohani.Jasmani menjadi sumber kejahatan
karena tubuh sebagai kurungan dari rohani.Sebaliknya ,rohani tidak berzat dan
memberi arah pada jasmani dan membentuk jasmani (Said,1990: 15 dalam Supardan, (2008):446).Berbeda
dengan Rene Descartes (1650) yang menandai adanya hubungan antara pikiran
dengan badan sebagai satu interaksi yang terungkap dalam semboyannya cogito
ergo sum atau ‘saya berpikir karena itu saya ada ‘ (Russel,2002: 740 dalam
Supardan, (2008): 446).Namun,dari semua ajaran-ajaran kejiwaan masa lalu masih
diwarnai oleh pemikiran filsafat yang spekulatif.
Ungkapan bahwa “psikologi telah lama ada,
tetapi sejarahnya hanya singkat” adalah ungkapan yang dikemukakan pertama
kalinya oleh Herman Ebbingause, On Memory(1850 – 1909) : An
Investigation in Experimental Psychology (1885). Sejak itu ucapan tersebut
sering dikutip oleh para ahli psikologi. Ebbinghaus adalah seorang psikolog
Jerman pertama yang membuat suatu usaha mengkaji asosiasi (asosianisme)-teori yang mengemukakan bahwa pikiran tersusun atas beberapa elemen- biasanya mengacu kepada
sensasi-sensasi dan ide-ide secara ilmiah yang kemudian aliran ini menjadi
kognitivisme hingga saat ini.
Sebelumnya usaha studi ilmiah yang sistematis
terhadap psikologi telah dibangun sebagaimana yang dilakukan pada cabang ilmu
lainnya, dapat dikatakan telah muncul pada pada pertengahan abad ke- 19 pada
tahuin 1875. Momentum lainnya pada tahun 1883, ia memulai pelajaran pertama
yang berjudul psikologi Eksperimental,
sedangkan pada tahun 1894, usahanya diberi penghargaan dengan membentuk secara
resmi sebuah Institut Psikologi
eksperimental di Leipzig yang merupakan institusi psikologi pertama di
dunia (Boeree, 2005 : 292 dalam Supardan, (2008): 447 ).
Sedangkan
untuk pengukuran psikometrik diawali oleh Francis Galton (1822-1911), seorang
ahli psikologi Inggris yang mewakili hobi mengukur sesuatu yang meluas bahkan
ke latar belakang wanita yang dia temui dalam perjalanannya ke Afrika dengan
menggunakan triangulasi akhirnya ia membuatnya dapat mengukur tingkat
intelegasi. Pada tahun 1874, Galton membukukan English Men of Science : their Nature and Nuture, yang didasarkan
pada survei panjangnya kepada ribuan ilmuwan, hasilnya menunjukan bahwa
meskipun kepotensialan intelegasi itu jelas masih merupakan warisan, namun
kecerdasan harus dipelihara agar tetap memiliki nutrisi kecerdasan yang penuh.
Khususnya melalui pendidikan liberal yang diberikan oleh sistem sekolah
Inggris, yang sebenarnya sangat Galton benci (Boeree, 2005: 284 dalam Supardan,
(2008): 447)
Sekali lagi, perkembangan ilmu psikologi
menjadi pesat, terutama setelah adanya pengaruh psikologi eksperimental Wilhelm
Wundt pada tahun 1879, ia telah mendirikan laboratoriumnya di Universitas
Leipzig, Jerman, terutama mengenai gejala-gejala psikis yang disadari (indra),
seperti persepsi, reproduksi, ingatan, asosiasi, dan fantasi. Wundt
mengembangkan teori asosiasi tersebut melalui metode barunya yang eksperimental
telah membawa ilmu psikologi lebih dikenal. Ia berpandangan bahwa dalam
memahami gejala-gejala kejiwaan manusia, tidak dapat kita pandang proses-proses
kejiwaan itu seperti suatu penjumlahan dari unsur-unsurnya, tetapi jiwa itu
merupakan suatu kesatuan (keseluruhan) yang melebihi jumlah dari unsur-unsurnya.
Namun, psikologi Wundt masih bertumpu pada introspeksi sebagai metode untuk
mengkaji proses mental.
Suatu
perkembangan lainnya dalam sejarah psikologi ialah yang dipelopori olah Sigmund
Frued, seorang psikiater Austria (1856 – 1939) yang secara sistematisdan
empritis telah menunjukan bahwa pergolakan jiwa manusia tidak hanya melibatkan
kelangsungan alam sadar bagi diri orang yang bersangkutan,tetapi juga
melibatkan pergolakan yang tidak sadar (alam bawah sadar) pada diri orang
tersebut. Bahkan menurut Frued, kegiatan tingkah laku manusia sehari-hari
justru lebih dominan dipengaruhi oleh alam bawah sadar. Selain itu, bagi Frued
bahwa tingkah laku manusia yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan pengaruh
masa dini (kanak-kanak) yang memiliki kekuatan besar terhadap kepribadian
dewasa, merupakan inti pandangannya yang sering disebut psikoanalitik. Pendapat bahwa prilaku (behavior) harus merupakan unsur subject tunggal yang penting dalam
psikologi, mulai diungkapkan oleh seorang ahli psikologi Amerika John Braodus
Watson (1878-1958).
Ivan M. Sekhenov (1829-1905) adalah
seorang fisiologis yang pernah belajar di University
of Berlin bersama-sama tokoh terkenal lainnya, seperti Muller,
DuBois-Reymound, dan Helmholtz. Ia banayak menghabiskan waktunya untuk
memadukan asosianisme dengan materialisme, ia menyimpulkan bahwa semua perilaku
manusia pada dasrnya disebabkan oleh stimulasi. Salah satu karyanya adalah Reflexes of the Brain, isinya
memperkenalkan gagasan bahwa tidak hanya proses pembebasan (excitatory) saja
yang ada dalam sistem saraf pusat, tetapi juga proses penghalangan (inhibitory) (Boeree, 2005: 385-386 dalam
Supardan, (2008): 449).
John Broadus Watson (1878-1958),
seorang ahli psikologi Universitas John Hopines di Baltimore ayng menangkap
temuan Pavlov itu benar, tetapi juga bahwa teori itu menjelaskan semua perilaku
manusia. Bagi Watson, perilaku manusia dapat dianalogikan sebagai mesin
rangsangan- tanggapan; kecondongan manusia seperti cinta dan keinginan,
sebenrnya hanya perwujudan tanggapan kelenjar dan otot yang telah dibiasakan
didalam tubuh yang mekanistik. Watson mengeluarkan bualan yang terkenal dan
agak menakutkan tentang kekuatan pembiasaan terhadap bayi yang dapat dididik
sesuai dengan kehendaknya. Selain itu, ia melakukan eksperimen terhadap “Albert
kecil” yang ditakut-takuti dengan tikus putih dan suara keras dari batang baja
yang dipukul palu, agar ia menjadi fobi terhadap pengalamnnya yang menyakitkan
itu. Disini Watson menganggap bahwa pembiasaan sebagai kekuakatan bermanfaat
yang harus digunakan untuk meningkatkan pendidikan.
Pemikiran Burrhus Frederic Skinner
(1904-1990) agak berbeda dengan Watson. Skinner yang lahir dikota kecil
Pennsylvania, yakni Susquehanna memperoleh gelar Doktor pada tahun 1931.
Eksperimennya dilakukan terhadap burung merpati dan tikus yang dimasukan dalam
kurungan (sering disebut “kotak Skinner”) didasarkan pada “cara kerja yang
menentukan” (operant conditioning).
Sebelum itu, psikologi diartikan
sebagai studi mengenai kegiatan mental, datanya terutama diperoleh melalui
observasi diri dalam bentuk intropeksi (Atkinson, 1996: 8 dalam Supardan, (2008):
452). Intropeksi mengacu pada obesrvasi dan pencatatan pribadi yang cermat
mengenai persepsi dan perasaan sendiri. Intropeksi dimulai dengan laporan
mengenai kesan yang diterima indra sampai timbulnya rangsangan, kemudian sampai
pada penyelidikan yang berlangsung lama mengenai pengalaman emosi, misalnya
selama terapi psikologi. Watson maupun Skinner berontak, bahwa metode
introspeksi tersebut dalam psikologi tidak ada gunanya (Atkinson, 1996: 8 dalam
Supardan, (2008): 452). Ia menganggap bahwa psikologi adalah sebagai disiplin
ilmu maka datangnya harus dapat diamati dan terukur. Oleh karen itu, menurutnya
hanya dengan metode behaviorisme, psikologi menjadi ilmu yang objektif.
Kemudian, menurut pandangan psikologi
kognitif bahwa kognisi mengacu pada proses mental dari persepsi, ingatan, dan
pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan persoalan, dan merencanakan masa depan.
Berbeda dengan latar belakang munculnya
psikologi fenomenologis yang
memusatkan perhatiannya pada pengalaman subjektif. Dalam pendekatan ini,
memahami kejadian atau fenomena yang dialami individu tanpa adanya beban ide
teoretis.
D. Mazhab Ilmu Psikologi
Ada
Sembilan mazhab yang diperkenalkan Boeree (2005:289-436 dalam Supardan,(2008):453)
yakni Psikologi Psikoanalisis, Psikologi behaviorisme, Psikologi kognitif,
Psikologi eksperimental, Psikologi fisiologi, Psikologi Gestalt, Psikologi humanistik,
Psikologi eksistensialisme, Psikologi fenomenologis.
a.
Psikologi Psikoanalisis
Mazhab psikoanalisis merupakan mazhab yang secara tegas memperhatikan
tentang struktur kejiwaan manusia. Pendiri mazhab ini Sigmund Freud. Mazhab ini
merupakan mazhab utama dalam sejarah psikologi. Menurut mazhab ini kepribadian
manusia bukan dari bagian-bagiannya yang terpisah. Ia meyakini bahwa kehidupan individu
sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku banyak
didasari oleh hal-hal yang tidak disadari, seperti keinginan dan dorongan
Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup dalam alam bawah sadar
dan sewaktu-waktu akan menuntut untuk dipuaskan.
Menurut mazhab ini, perilaku manusia dianggap
sebagai hasil interaksi sub sistim dalam kepribadian manusia yaitu :
1.
Id
Salah satu
bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia, Id
merupakan pusat insting yang bergerak berdasarkan prinsip kesenangan dan
cenderung memenuhi kebutuhannya. Bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak
mau tahu dengan kenyataan. Id juga dikatakan sebagai tabiat hewani yang terdiri
dari dua bagian, yakni libido (insting reproduktif penyediaan energi dasar
untuk kegiatan – kegiatan kosntrukstif) dan thanatos (insting destruktif dan
agresif).
2. Ego
Ego
berfungsi menyalurkan tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego
adalah
mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistic.
Egolah yang menyebabkan menusia mampu menundukan hasrat hewaninya dan hidup
sebagai wujud rasional, ia bergerak berdasarkan prinsip realitas.
3. Super Ego
Suatu
unsur yang menjadi polisi kepribadian, mewakili sesuatu yang normatif atau
ideal, super ego disebut juga sebagai hati nurani, merupakan internalisasi dari
norma-norma sosial dan kultur masyarakat. Super ego memaksa ego untuk menekan
hasrat-hasrat yang tidak berlainan dibawah alam sadar.
b. Behaviorisme
Mazhab
behaviorisme didirikan oleh John Broadus Watson, Beliau memfokuskan
perhatiannya pada sesuatu yang dapat diteliti seperti lingkungan dan perilaku.
Behaviorisme hanya menganalisa perilaku yang hanya dapat dilihat oleh panca
indra saja. Teori dari mahzab ini dikenal dengan teori belajar, karena menurut
mereka seluruh perilaku manusia merupakan hasil belajar.Behaviorisme
mempersoalkan bagaimana perilaku manusia dikendalikan oleh faktor-faktor
lingkungan.
c. Psikologi Kognitif
Mazhab ini
lahir pada awal tahun 70-an ketika psikologi sosial berkembang ke arah
paradigma baru, manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk pasif yang
digerakkan oleh lingkungannya tetapi makhluk yang paham dan berpikir tentang
lingkungannya (homo sapiens). Mazhab ini memunculkan teori rasionalitas dan
mengembalikan unsur jiwa ke dalam kesatuan dalam diri manusia. Asumsi yang
digunakan adalah manusia bersifat aktif yang menafsirkan stimuli secara tidak
otomatis bahkan mendistorsi lingkungan.Jadi manusialah yang menentukan stimuli.
d. Psikologi Humanistik
Lahir
sebagai revolusi ketiga atau dikatakan sebagai mazhab ketiga psikologi.
Psikologi humanistik melengkapi aspek-aspek dasar dari mazhab psikoanalisis dan
behaviorisme dengan memasukan aspek positif yang menentukan seperti cinta,
kreativitas, nilai, makna dan pertumbuhan pribadi. Asumsi dasar mazhab ini yang
membedakan dengan mazhab lain adalah perhatian pada makna kehidupan bahwa
manusia bukanlah sekedar pelakon tetapi pencari makna kehidupan.
e.
Psikologi Eksperimental
Psikologi ini diperkenalkan oleh Atkinson(1996:20
dalam Supardan,(2008):453). Para ahli psikologi yang mempergunakan metode ini
mempelajari bagaimana orang bereaksi terhadap rangsangan indra, memandang dunia
ini, belajar dan mengingat, menjawab secara emosional dan digerakkan untuk
bertindak, baik oleh rasa lapar maupun oleh keinginan untuk sukses dalam hidup.
Bidang ini erat hubungannya dengan biologi serta psikologi fisiologi.
f. Pskologi Gestalt
Madzhab psikologi ini adalah kebalikan dari madzhab
psikologi behaviorisme.
Menurut madzhab ini proses mental
itu sangat penting.
g. Psikologi Fenomenologis
Pendekatan
fenomenologi ini lebih memperhatikan pada
pengalaman subyektif individu karena itu tingkah laku
sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap diri dan dunianya, konsep
tentang dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti melihat tingkah laku seseorang selalu
dikaitkan dengan fenomena tentang dirinya.
h.
Psikologi Eksistensialisme
Eksistensialisme
adalah aliran filsafat yang berusaha memahami kondisi manusia sebagaimana
memanifestasikan dirinya di dalam situasi-situasi kongkret. Kondisi manusia
yang dimaksud bukanlah hanya berupa ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan
tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh momen yang hadir pada saat itu
(misalnya perasaan senangnya, kecemasannya, kegelapannya, dan lainnya). Manusia
eksistensial lebih sekedar manusia alam (suatu organism atau alam, objek)
seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi manusia sebagai “subjek” serta
manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan
individu dan dunianya. Manusia tidak dapat dipisahkan sebagai manusia individu
yang hidup sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan lingkungan dan
habitatnya secara keseluruhan.
i.Psikologi Fisiologi
Psikologi Eksperimental sangat berkaitan dengan psikologi
fisiologi ini, bidang ini mencoba menemukan hubungan antara proses biologi dengan
perilaku manusia. Seperti, bagaimana hormone seks mempengaruhi perilaku, bagian
otak mana yang mengontrol ucapan. Hal-hal seperti itulah yang dibahas dalam
psikologi ini.
E. Konsep Psikologi
Konsep psikologi adalah gagasan-gagasan mengenai
sesuatu yang menyangkut
tentang
tingkah laku manusia dan lingkungan sekitarnya melalui pengalaman-pengalaman
yang dialami. Psikologi menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Psikologi
dipelajari untuk lebih mengenal diri sendiri dan orang lain. Setelah mengenal
diri maka dia akan berusaha menyesuaikan dengan orang lain.
“Psychology may be defined as the
systematic study of
behaviour and
mental life” "Psikologi dapat didefinisikan sebagai sistematis studi perilaku dan kehidupan mental "(Henry
L. Roediger & rakan, 1984. ). Kajian sistematik tentang tingkah laku
manusia dan
pengalaman (Kalat, 1999).
Konsep yang dikembangkan dalam ilmu psikologi seperti: motivasi, konsep
diri, sikap, persepsi, frustrasi, sugesti, prestasi, crowding (kerumunan masa),
imitasi, kesadaran, fantasi, personalitasi, pikiran, insting atau naluri, dan
mimpi.
1. Motivasi
Motivasi adalah
suatu keadaan dan ketegangan individu yang membangkitkan dan memelihara serta
mengarahkan tingkah laku yang mendorong (drive) menuju pada suatu tujuan (goal)
untuk mencapai suatu kebutuhan (need). (Chaplin, 1999:310; Thoha, 1993:180-181
dalam Supardan, (2008):469-470)
a. Menurut James O. Whittaker
menyatakanan motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan
atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang
ditimbulkan oleh motivasi tersebut.
b. Menurut Mc Donal, “Motivation is a
nergy change within the person characterized by affective arousal and
anticipatory goal reaction”. Motivasi adalah suatu perubahan energi didalam
pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk
mencapai tujuan.
c. Menurut Ghuthrie motivasi hanya
menimbulkan variasi respons pada individu, dan bila dihubungkan dengan hasil
belajar, motivasi tersebut bukan instrumental dalam belajar.
d. Menurut Wood Worth dan Marques motif
adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas
tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi disekitarnya.
Berdasarkan
pengertian tersebut dapat diketahui bahwa pada intinya sama yakni sebagai
pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk suatu
aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi disini berasal dari
dalam diri sendiri, dan juga motivasi dapat dirangsang oleh faktor dari luar
individu tersebut.
Adapun
beberapa pendekatan yang dapat menjawab pertanyaan “mengapa?” seperti contoh:
“mengapa
anda dapat mempelajari kebiasaan itu?”( Apter: 1996: 688-689
dalam Supardan, (2008:469-470)
a.
Pendekatan hedonisme, dimana orang akan berperilaku memaksimalkan kesenangan
dan meminimalkan penderitaan karena pada hakikatnya individu adalah makhluk
yang rasional.
b.
Pendekatan psikoanalitis, yang menempatkan manusia tidak selalu rasional.
Perilakunya ditentukan oleh pergulatan antara golongan-golongan bawah sadar
yang kuat terutama id yang bekerja
atas dasar nafsu dan biologis.
c.
Pendekatan insting, dalam pendekatan ini McDougal (1908) berpendapat bahwa
manusia sebagai makhluk nonrasional dan menunjukkan penerusan antara motivasi
hewani dan manusiawi.
d.
Pendekatan eksperimental, dengan mengedepankan drive (dorongan). Konsep ini membuat organisme melakukan suatu
tindakan.
e.
Pendekatan teori rangsangan optimal (optimal arousal
theory) yang diperkenalkan oleh Hebb (1955), dimana organisme berusaha
mencapai dan memelihara rangsangan yang berskala menengah pada dimensi
rangsangan.
f.
Pendekatan aktualisasi diri yang diperkenalkan oleh Maslow (1954), dimana manusia
selalu memiliki kebutuhan mendasar untuk berkembang secara psikologis menjadi
individu yang sepenuhnya memiliki potensi-potensi positif untuk
diaktualisasikan (Apter, 1996: 687)
2.
Konsep Diri
Konsep diri merupakan penilaian tentang dirinya oleh orang lain yang
menyangkut aspek physical, perceptual dan
attitudinal (fisik, persepsi dan
kesikapan). Konsep ini pun merupakan penilaian tentang dirinya yang sering
diibaratkan sama dengan atau serupa dengan hasil penilaian orang lain. Dalam
kaitannya dengan nilai tersebut, Cooley mengeluarkan teori tentang Looking Glass Self. Artinya, setiap
hubungan sosial dimana seseorang itu terlibat merpakan suatu cerminan diri yang
disatukan dalam identitas orang itu sendiri (Jhonson, 1986: 28;
Supardan, (2008):469-470)
Atwater
(1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang
meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan
nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
Selanjutnya,
Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, bodyimage,
kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri.
Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan
seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang
lain melihat dirinya.
Menurut
Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang
diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater, 1984), mendefisikan konsep
diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks diri keyakinan yang dimiliki
seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan
tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983)
menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi
fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya
atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Berdasarkan
pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah
gagasan tentang konsep diri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian
seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri atas bagaimana cara
kita melihat konsep diri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang konsep
diri, dan bagaimana kita menginginkan konsep diri menjadi manusia sebagaimana
yang kita harapkan.
Menurut Gecas (2000: 955), ada tiga motivasi diri yang
menonjol dalam literatur psikologi sosial, yaitu motivasi penguatan diri (self-enhancement)
atau motivasi harga diri (self-esteem motive); motivasi kemampuan diri (self-efficacy motive); motivasi konsisten diri (self-consistency motive).
a.
motivasi penguatan diri (self-enhancement)
atau motivasi harga diri (self-esteem motive) mengacu pada
motivasi seorang individu untuk mempertahankan atau menguatkan harga diri
mereka yang dapat dilakukan kecenderungan orang dalam medistorsi kenyataan agar
tetap positif.
b.
Motivasi kemampuan diri (self-efficacy
motive) mengacu pada pentingnya menghayati (experiencing) diri sebagai agen
sebab akibat, yaitu motivasi untuk menerima dan menghayati diri sebagai
seseorang yang mampu, kompeten, tidak dapat lepas dari
konsekuansi-konsekuensinya, baik positif (memberi semangat) maupun negatif
(alienasi dan fatum).
c.
Motivasi konsitensi diri ( self-consistency
motive) lebih merupakan motivasi
diri yang terlemah dari tiga motivasi diri walaupun jelas yang ketiga ini pun
banyak pendukungnya. Konsep ini menyatakan bahwa konsep diri sebagai organisasi
pengetahuan atau generalisasi kognitif yang memberi penekanan lebih besar pada
motivasi konsistensi diri (Gecas, 2000: 955; Supardan, 2011: 471)
3.
Sikap
Konsep sikap merujuk pada
masalah yang bersifat evaluatif fektif terhadap suatu kecenderungan atas reaksi
yang dipilihnya. Sikap pun menunjukkan
penilaian kita apakah itu bersifat positif ataupun negatif terhadap
bermacam-macam entitas, misalnya individu, kelompok, objek, tindakan, dan
lembaga (Manis, 2000:49; Supardan, (2008): 471 ). Dengan demikian, sikap sebagai tendensi untuk
bereaksi secara menyenangkan ataupun tidak menyenangkan terhadap sekelompok
stimuli yang ditunjuk, misalnya suatu kelompok etnis atau komunitas, adat
istiadat atau lembaga. Jelas bahwa ketika dirumuskan, sikap tidak dapat diamati
secara langsung, tetapi harus disimpulkan dari perilaku yang jelas, baik verbal
maupun nonverbal. Dalam istilah yang lebih objektif, konsep sikap mungkin
dikatakan betkonotasi konsistensi respons dalam kaitannya dengan kategori
stimuli. Namun, dalam praktiknya, konsep sikap kerap kali tidak terasosiasikan
dengan stimuli sosial dan dengan respons bernada emosional ini sering kali
mencangkup penilaian atas nilai (Anastagsi dan Urbina, 1997: 42)
Pendapat atau pendirian” adalah
pengertian sikap dalam eter Salim & Yenny Salim (1991: 1422). Sementara
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada
pendirian, keyakinan”. Menurut Mar’at (dalam Jalaluddin, 2010: 259) secara umum
“sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap obyek-obyek
tertentu berdasarkan penalaran, pemahaman, dan penghayatan individu”.
Pendapat seseorang maupun kelompok kadang-kadang
dibedakan dari sikap, tapi pembedaan yang diajukan tidak konsisten dan juga
tidak dapat dipertahankan secara argumentatif.
Kedua bentuk tersebut lebih sering digunakan secara timbal balik.
Walaupun dalam kaitannya dengan metodologi penaksiran, survei opini secara
tradisional dibedakan dari skala sikap (Anastasi dan Urbina, 1997:42; Supardan,
2011:472). Dalam survey pendapat (opinion survey) secara khas menaruh perhatian
pada jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan khususyang tidak perlu dikaitkan
dengan jawaban. Jawaban tiap pertanyaan tersebut secara terpisah ditabulasikan
untuk mengidentifikasi sumber-sumber kepuasan dan ketidakpuasan kelompok yang
diteliti (Fink, 1995). Hal itu berbeda dengan skala sikap yang menghasilkan
skor total yang menunjukkan arah dan intensitas sikap individu terhadap
stimuli. Dalam penyusunan skala sikap (attitude scale), pertanyaan-pertanyaan
yang berbeda dirancang untuk mengukur suatu sikap tunggal atau suatu variabel
unidimensional, dan prosedur objektif ditempuh untuk mendekati sasaran tersebut
(Anastasi dan Urbina, 1997:42; Supardan, 2008:472).
4.
Persepsi
Menurut
kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau mengenali
objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran dari
proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan
penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) variabel
yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi
untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, (5) kesadaran
intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai
sesuatu (Chaplin, 2006:358).
Menurut
Leavit (dalam Sobur, 2003:445) persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan,
bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi
adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau
mengartikan sesuatu. Persepsi menurut Epstein & Rogers (dalam Stenberg,
2008:105) adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali,
mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima dari
stimuli lingkungan.
Persepsi didefinisikan sebagai suatu
proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita
(penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari
di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009:110).
Menurut Wittig (1977:76) persepsi
adalah proses menginterpretasikan stimulus oleh seseorang (perception is the
process by which a person interprets sensory stimuli). Persepsi muncul dari
beberapa bagian pengalaman sebelumnya.
Definisi persepsi yang diberikan
oleh Desiderato (dalam Rakhmat, 1996:51) adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi
(sensory stimuli). Hubungan dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian
dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak
hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.
Persepsi dalam pengertian psikologi menurut
Sarwono (2002:94) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk
memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran,
peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran
atau kognisi.
Menurut Moskowitz dan Ogel (dalam
Walgito, 2003:54) persepsi merupakan proses yang integrated dari individu
terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu
yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.
Persepsi menurut Fielman (1999:126)
adalah proses konstruktif yang mana kita menerima stimulus yang ada dan
berusaha memahami situasi (Perception a contructive process by which we go
beyond the stimuli that are presented to us and attempt to construct a
meaningful situation). Sedangkan menurut Morgan (1987:107) persepsi mengacu
pada carakerja, suara, rasa, selera, atau bau. Dengan kata lain, persepsi
dapat didefinisikan apa punyang dialami oleh seseorang (perception refers to
the way the work, sound, feel, tastes, or smell. In other works, perception can
be defined as whatever is experienced by a person).
Persepsi adalah proses pengolahan
informasi dari lingkungan yang berupa stimulus, yang diterima melalui alat
indera dan diteruskan ke otak untuk diseleksi, diorganisasikan sehingga
menimbulkan penafsiran atau penginterpretasian yang berupa penilaian dari
penginderaan atau pengalaman sebelumnya. Persepsi merupakan hasil interaksi
antara dunia luar individu (lingkungan) dengan pengalaman individu yang sudah
diinternalisasi dengan sistem sensorik alat indera sebagai penghubung, dan
dinterpretasikan oleh system syaraf di otak.
5. Frustasi
Konsep
frustasi setidaknya merujuk pada dua pengertian berikut:
a. Frustrasi
yang merujuk pada terhalangnya tercapainya tujuan yang diharapkan pada saat
tertentu dalam rangkaian perilaku. Definisi ini dianut oleh Dollard, Doob, Miller,
Mowrer, dan Sears dalam karyanya Frustration
and aggression (1939: 7). Jadi, frustrasi dianggap sebagai pembatas eksternal yang menyebabkan
seseorang tidak dapat memperoleh kesenangan yang diharapkannya.
b. Frustrasi
sebagai reaksi emosional internal yang disebabkan oleh suatu penghalang.
Definisi ini dianut oleh Leonard Berkowitz dalam Aggression: Its Causes, Consequences and Control (1995: 42).
Dari dua definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa
frustrasi tersebut merupakan suatu reaksi emosional yang disebabkan oleh gagal
atau terhalangnya pencapaian tujuan yang diharapkan.
Beberapa peneliti psikologi social, kajian tentang
frustrasi banyak dihubungkan dengan agresi dan kekerasan. Menurut Dollard dkk.
(1939), frustrasi menjadi predisposisi terjadinya agresi karena pengalaman
frustrasi mengaktifkan untuk bertindak agresif terhadap sumber frustasi. Akan
tetapi, tidak semua fruatrasi menimbulkan respons agresif. Individu yang
frustrasi mungkin akan menarik diri dari situasi itu atau menjadi depresi.
Selain itu, tidak semua tindakan agresif merupakan hasil frustrasi yang dialami
sebelumnya. Sebab tindakan agresif instrumental yang dilakukan untuk mencapai
tujuan tertentu tidak harus disertai frustrasi yang dialami sebelumnya. Jadi,
pendapat awal mengenai hubungan determinisme antara frustrasi dan agresi segera
diubah menjadi sebuah versi probabilitas oleh Miller (1960:38), walaupun dia
sendiri termasuk pencetus pendapat awal tersebut. Ia menyatakan “Frustasi menyebabkan
sejumlah respon yang berbeda. Salah satu diantaranya adalah bentuk agresi
tertentu”. Dalam pandanga yang direvisi tersebut, agresi bukan satu-satunya,
tetapi merupakan salah satu alternative respon terhadap frustasi. Sejauh
tindakan agresif mengurangi kekuatan dorongan yang mendasarinya, tindakan itu
akan bersifat menguatkan diri, kemungkina respon agresif akan timbul mengikuti
frustasi yagn dialami sebelumnya (Krahe, 2005:56; Supardan, (2008):475).
6. Sugesti
Psikologi
secara umum mempelajari gejala-gejala kejiwaan manusia yang berkaitan dengan
pikiran (kognisi), perasaan (emotion) dan kehendak (konasi). Gejala tersebut
secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pada diri manusia dewasa,
normal dan beradab. Dengan demikian ketiga gejala pokok tersebut dapat diamati
melalui sikap dan perilaku manusia.Namun terkadang ada diantara pernyataan
dalam aktivitas yang tampak itu merupakan gejala campuran, sehingga para ahli
psikologi menambahnya hingga menjadi empat gejala jiwa utama yang dipelajari
psikologi, yaitu pikiran, perasaan, kehendak dan gejala campuran.Adapun yang
termasuk gejala campuran ini seperti intelegensi, kelemahan maupun sugesti.
Sugesti
merupakan bagian dari bentuk interaksi sosial yang menerima dengan mudah
pengaruh orang lain tanpa diseleksi dengan pemikiran yang kritis. Tanpa
penggunaan kekuatan fisik atau paksaan. Sugesti banyak digunakan untuk
memperoleh dukungan,terutama oleh pemimpin-pemimpin politik yang kharismatik.
Namun, tidak berarti bahwa sugesti semata-mata dari oengaruh eksternal (Heterosugesti) karena sugesti secara
luas merupakan pengaruh psikis yang
berasal dari orang lain maupun diri sendiri atau otosugesti.
Seseorang
dapat dengan mudah menerima sugesti yang terjadi karena berbagai hal.
a. Bila
yang bersangkutan mengalami hambatan dalam daya pikir kritisnya, apakah itu
karena stimulus yang emosional atau kerena kelelahan fisik dan mental. Stimulus
emosional, misalnya dalam suatu pertunjukan atau konser seni music yang sangat
mengagumkan, seorang penonton yang berteriak histeris. Sedangkan untuk contoh
sugesti yang disebabkan oleh kelelahan fisik dan mental, misalnya seorang dosen
dapat memberikan nilai yang besar dan tidak sesuai dengan ketentuan daya piker
mahasiswa yang sebenarnya karena kebenaran berkas jawaban ujiannya yang
berbentuk uraian ada pada urutan 79 dari sejumlah mahasiswa 82 orang.
b. Karena
seseorang mengalami disosiasi atau
terpecah belah pemikirannya.
c. Karena
adannya dukungan mayoritas yang dapat mempengaruhi perubahan opini, prinsip,
dan pendapat maka individu atau kelompok minoritas dapat berubah pendapat sesuai
dengan kehendak mayoritas
7. Prestasi
Prestasi
merupakan pencapaian atau hasil yang telah dicapai yang memerlukan suatu
kecakapan/ keahlian dalam tugas-tugas akademis maupun non akademis (Chaplin,
1999: 310; Supardan, (2008):476). Berkaita dengan teori N’ach (Need for Achievement) McClelland, bahwa
seorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, tidaklah semata-mata karena
mengejar materi dan meningkatkan status
sosial, melainkan memiliki nilai dan kebanggaan tersendiri secara batiniah
(dari dalam) yang tidak dapat diukur secara materi maupun gengsi. Need for Achievement inilah yang akan
menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Pada bangsa-bangsa miskin dan
berkembang, pada umumnya memiliki N’Ach
yang rendah. Sebaliknya, bangsa atau negara yang memiliki N’Ach yang tinggi, dan akan maju seperti halnya Negara-negara
Kapitalis Barat.
Teori McClelland
yang dituangkan dalam bukunya The Achievement Motive in Economic Growth (1984),
pada hakikatnya kemajuan ekonomi suatu bangsa lebih ditentukan oleh factor
internal, yakni pada nilai-nilai dan motivasi-motivasi yang mendorong untuk
mengeksploitasi peluang untuk meraih kesempatan dan merubah nasibnya sendiri.
Selain itu, teori McClelland pun didasarkan pada studinya yang dilandaskan pada
teori psikoanalitis Freud tentang mimpi-mimpi dalam bentuk cerita dari cebuah
gambar di Amerika Utara. Kesimpulannya adalah bahwa khayalan, mitos dan legenda
ada kaitannya dengan dorongan dan perilaku dalam kehidupan mereka yang dinamakan
Need for Achievement (N’Ach), yakni untuk bekerja secara baik, bekerja bukan
atas dasar gengsi ataupun pengakuan sosial, tetapi bekerja demi pemuasan batin
dari dalam untuk berprestasi (Fakih, 2001:59; Supardan, (2008):477).
8. Crowding
(Kerumunan Massa)
Crowding
(kerumunan Massa) merupakan suatu kerumunan orang-orang yang memiliki
kepentingan yang sama walaupun mungkin tidak saling mengenal dengan emosi-emosi
yang sudah dibangkitkan dan tidak kritis (Chaplin, 1999:118; Supardan, (2008):477).
Ini banyak terjadi seperti kaum hooligan
sepakbola inggris yang brutal, dimana beberapa tahun yang lalu terjadi tawuran
dengan pendukung Italia di Brussel, Belgia bahkan menewakan beberapa ratus
orang pendukung Italia. Hal serupa terjadi pada perilaku beringas “boneknya
persebaya” yang suka merusak fasilitas publik, seperti gerbong kereta api,
maupun “bobotoh persib Bandung”, jika kalah bertanding meruss]ak fasilitas
umum, seperti tanaman hias, pot bunga, dan lampu hias di pinggir jalan.
Mengapa
sampai terjadi demikian? Menurut Gustaf Le Bon (1841-1932), seorang psikologis
Francis yang terkenal dengan bukunya psychologie
des foules (1985) bahwa suatu masa seakan-akan memiliki suatu jiwa
tersendiri yang berlainan sifatnya dengan jiwa individu satu persatu. Dengan
demikian, seorang individu yang bergabung dalam masa tersebut sebagi anggota
masa itu akan berpengalaman dan bertingkah laku secara berlainan dibandingkan
dengan pengalaman dan tingkah lakunya sehari-hari selaku individu. Jiwa masa
tersebut impulsif, lebih mudah tersinggung, bersikap menerabas, lebih mudah
terbawa oleh sentiment-sentimen, kurang rasional, suggestible, mudah mengimitasi agresi dan kekerasan serta lebih
bersikap primitive dalam arti buas, beringas, ridak rasional, penuh sentiment,
serta sukar dikendalikan (Gerungan, 2000:32; Supardan, (2008):477). Teori Le
Bon tersebut diikuti oleh Adolf Hitler dalam bukunya Mein kampf.
9. Imitasi
Imitasi
merupakan salah satu proses interaksi sosial yang banyak terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dengan meniru perbuatan orang lain secara disengaja.
Pengaruhnya dapat positif dan negatif. Secara positif, imitasi dapat
menimbulkan pengaruh makin patuhnya terhadap norma-norma yang berlaku, terutama
dalam masyarakat patriiimonial (patronase).
Sedangkan secara negatif, seperti dengan maraknya penyiaran film-film kekerasan
maka di masyarakat dan sekolah pun kekerasan akan semakin meningkat
intensitasnya.
Menurut
seorang ahli psikologi sosial dan krimonolog Prancis, Gabriel Tarde (1842-1904)
bahwa masyarakat tiada lain dari pengelompokkan manusia, dimana individu satu
sama lain mengimitasinya. Manusia baru dapat menjadi suatu masyarakat manakala
ia mau mengimitasi suatu kegiatan manusia lainnya, dengan semboyan la societe c’est l’imitation, dan teori modeling. Menurutnya manusia belajar
melalui peniruan, mengambil pola-pola perilaku yang mereka lihat di sekitar
mereka, dan juga melalui proses umum yang disebut pembiasaan.
Dalam
eksperimennya yang sederhana dalam boneka Bobo, Bandura membagi anak yang
diamati menjadi 3 kelompok. Satu kelompok berada di sebuah kamar selama 10
menit untuk memperhatikan seorang dewasa anggota regu peneliti. Ia bertindak
sebagai model yang menurut perkiraan akan ditiru anak-anak. Model tersebut
menyerang boneka Bobo denga
menghantam hidungnya, dan akhirnya menduduki boneka itu sambil berseru
“Bangsat, tunduk terus kau!” Kelompok anak-anak yang kedua, melihat model yang
sama-sama bermain akrab dengan boneka Bobo. Kelompok ketiga, anak-anak
dibiarkan tanpa ada model yang menganiaya maupun bermain dengan boneka Bobo.
Kemudian, ketiga kelompok ini dimasukkan secara serentak ke dalam kamar yang
sudah disediakan boneka Bobo, dan ternyata anak-anak kelompok pertama adalah
anak-anak yang paling agresif melakukan kekerasan dengan memukul-mukul boneka
Bobo. Dari penelitian ini jelas bahwa agresi dan kekerasan lebih dominan
dilakukan melalui pembelajaran imitasi dengan model yang diberikan (Bailey,
1988:45; Supardan, (2008):478).
10. Kesadaran
Konsep
kesadaran memiliki makna inti yang merujuk pada suatu kondisi atau kontinum
dimana kita mampu merasakan, berpikir, dan membuat persepsi (Wright, 2000:162;
Supardan, (2008):478). Kesadaran pun sangat dipengaruhi oleh sudut pandang
individual, dan kita mungkin dpat mengatakan bahwa aspek-aspek subjektif dari
kesadaran itu berada di luar penjelasan system ilmu pengetahuan yang didasarkan
pada pemahaman bersama, bahkan berada di
luar semua makna yang terkonstruksikan secara sosial.
Dalam
hal ini, Willian James mengawali kritik dan sintesis apakah pikiran itu
bersumber pada otak materi ataukah jiwa nonmateri, yang selanjutnya menjadi
sumber perdebatan sengit pada abad ke-19. Kemudian ia menyimpulkan bahwa
pikiran secara psokologis ada pada otak, namun pikiran memiliki hukum-hukum
tersendiri. Analisisnya mengenai kesadara dimulai dari introspeksi, secara umum
kesadaran dipandang sebagai suatu rangkaian dan senantiasa berubah, serta
terkait dengan persepsi diri, selalu memiliki objek, bersikap selektif dan
evaluatif. Dikatakan berubah karena dalam kesadaran memiliki rentang tertentu,
bersifat terbatas, dan ada pula keterbatasan dlam memori langsung sehingga daya
ingat kita tentang masa lampau pun terbatas fluktuatif. Dengan demikian,
kesadaran tergantung pada fungsi-fungsi otak tertentu.
11. Fantasi
Konsep
fantasi merujuk pada kapasitas manusia yang luar biasa dalam memberikan sosok
pada sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, kemudian melengkapinya dengan aneka
pengadaian, baik itu secara spontan maupun sengaja (Janjnes, 1977).
Penelitian
James dalam The principles of psychology
(1980) tentang fantasi yang sering diremehkan orang, dikemukakan bahwa fantasi
merupakan suatu respons terhadap suatu rangsangan melalui proses asiosiatif
yang kompleks. Dalam studi yang lebih komprehensif, fantasi dapat dikaji
melalui beberapa pendekatan dan metode psikologi, yaitu psikoanalitik, metode
proyektif, dan metode rist pertimbangan teoretis mutakhir (Singer, 2000:
344-345; Supardan, (2008):480).
a.
Psikoanalitik
Freud
(1962[1908]) mengemukakan tentang arti penting psikologi khayalan dalam
makalahnya yang berjudul Creative writes
and daydreaming. Proses asosiasi bebas psikoanalisis pun mendorong para
pasien untuk membangkitkan kembali ingatannya di masa kanak-kanak dan juga
mengenai fantasi-fantasi yang dibuatnya pada masa itu, sarta khayalan-khayalan setelah
dewasa.
b.
Metode Proyektif
Studi
yang dilakukan oleh para psikiatri membangkitkan minat untuk menemukan berbagai
prosedur yang memunculkan fantasi sebagai pijakan diagnosis. Itulah yang
disebut sebagai metode proyektif terutama metode Roscharch Inkoblots dan Thematic
Apperception. Proses Roscharch
Inkloblots adalah upaya menggunakan asosiasi spontan untuk
mengidentifikasikan unsur-unsur struktural kepribadian, seperti kecenderungan
berkhayal, suka emosional, kepekaan terhadap organisasi kognisi, dan kontrol
terhadap diri sendiri. sedangkan metode Thematic
Apperception Test, merupakan
suatu metode yang meminta para responden untuk mengajukan cerita melalui
gambar-gambar sederhana yang dapat ditafsirkan melalui bentuk-bentuk penafsiran
sesuai pengalaman maupun persepsi pasien, bahkan dapat digunakan untuk
menghubungkan khayalan dengan motivasi seseorang (MacClelland, 1961;1992;
Supardan, (2008):480).
c.
Metode Riset Penimbangan Teoretis Mutakhir
Contoh
metode ini, yaitu melalui survei kuesioner dengan pencatatan khayalan oleh
orang yang bersangkutan; studi laboratorium dengan berbagai variasi teknik;
pengukuran psikofisiologis fungsi-fungsi otak selama fantasi tercipta;
pengukuran fantasi ketika ia muncul dalam benak orang yang bersangkutan (Singer,
2000:344; Supardan, (2008):480).
12. Personalitas
Personalitas berasal
dari bahasa Latin, yaitu dari kata persona yang artinya topeng actor. Merupakan sebuah konsep samar yang mencangkup seluruh
karakteristik psikologi yang membedakan seseorang dengan yang lainnya (Colman,
2000:745 dalam Supardan,(2008):481). Menurut Gordon W.Alport, ada 50 definisi
personalitas yang berbeda-beda sejak ia melakukan penelitian(Alport, 1954).
Namun, secara garis besar personalitas pada hakikatnya merupakan organisasi
dinamis dalam individu yang terdiri dari system-sistem psikofisik yang
menentukan tingkah laku dan pikiran yang dimiliki secara karakteristik (Chaplin,
1999:362; Supardan, (2008):481).
Penelitian
personalitas yang lebih modern dilakukan oleh Francis Galton (1884) di Inggris,
kemudian disusul Alfred Binet dan Theodore Simon tahun 1905 dengan penelitian
inteligensi. Penelitian itu terus berkembang, kendati tidak pernah diakui
secara akademis bahwa integligensi sebagai bagian teori kepribadian. Mungkin
teori kepribadian multisifat yang sebenarnya lebih menonjol dan lebih ambisius
untuk menjelaskan kepribadian manusia sebagai satu kesatuan yang utuh, bukan
satu aspek saja. Tujuan teori ini adalah mengidentifikasikan konstelasi sifat
dasar yang membentuk struktur kepribadian dan menjelaskan perbedaan setiap
orang menurut letak berbagai perbedaan
ini dalam dimensi-dimensinya, seperti teori Eysenck (1967), Cattel (1977), dan
lain-lain.
13. Pikiran
Istilah mind atau pikiran berasal dari bahasa
Teutonic Kuno, yaitu gamundi yang
artinya berpikir, mengingat, bermaksud,
dan intend (Valentine, 2000:667;
Supardan, (2008): 481). Berbagai pengertian ini tampak sekali sebagai frase,
seperti mengingat kembali (remind),
memerhatikan (give one’s mind), dan
mengubah pikiran orang (to make up or
change one’s mind). Dahulu kata mind
digunakan untuk menunjuk secara kolektif pada kemampuan mental, seperti
mempersepsi, membayangkan, mengingat, berpikir, mempercayai, merasakan,
menginginkan, memutuskan, dan berniat.
Dalam bahasa Yunani
Kuno, persoalan pikiran dikaitkan dengan jiwa atau roh, hal serupa juga terjadi
di Eropa pada abad pertengahan, dimana ajaran teologi mendominasi. Sementara
itu, Plato membagi pikiran ke dalam tiga bagian, yakni fungsi-fungsi kognitif,
konatif, dan afektif, hal tersebut bertahan hingga abad ke-19. Sementara itu,
muncul psikologi kognitif yang mempopulerkan kerangka metafora mental adalah
organisasi fungsionalnya, bukan konstitusi materialnya. Pikiran dapat
dimodelkan melalui suatu hierarki prosesor paralel ganda memungkinkan kecepatan
dan fleksibilitas dengan interaksi dan ketergantungan di dalam dan di antara
berbagai level. Pada level yang terendah, prosesor-prosesor ini mengatur
interaksi-interaksi sensoris dan motoris dengan dunia luar, pada level yang
tertinggi, seluruh tujuan dipantau. Sebagian kecil dari model ini mungkin sama
fungsinya, sedangkan mayoritasnya mungkin relatif terspesialisasi (Valentine,
2000: 668; Supardan, (2008):482)
14. Insting atau Naluri
Istilah
insting atau naluri merujuk pada macam-macam aktivitas yangluas sebagai contoh,
istilah ini mengacu pada suatu impuls untuk melakukan tindakan tertentu tanpa
kesadaran, tidak berhubungan dengan hasil pembelajaran atau didikan (James,
1980). Ada juga yang mengartikan naluri sebagai suatu kecenderungan, sikap atau
intuisi yang dibawa sejak lahir. Begitu luasnya pengertian tentang insting atau
naluri, oleh Karena itu menyulitkan pembahasannya secara ilmiah (Beer, 2000).
Untuk
mengetahui pemahaman naluri lebih jauh, kita dapat mengikuti pendapat para ahli
terlebih dahulu, seperti Charles Darwin, Sigmund Freud, maupun McDougal. Darwin
yang menulis The Origin of Species (1859)
mengartikan naluri sebagai suatu yang terpisah dari pengalaman hidup. Sedangkan
Freud melihat naluri sebagai suatu dorongan biologis yang ada pada setiap
makhluk hidup yang melandasi perilakunya untuk mempertahankan diri dan
berproduksi. Namun, bagi Freud ada terdapat tambahan bahwa setiap manusi
memiliki ‘naluri’ hidup (eros),
seperti kegairahan dan naluri kematian (thanatos)
melalui agresi dan kekerasan. Jadi, bagi Freud naluri pada hakikatnya adalah
energy yang tersembunyi yang sekurang-kurangnya analog dengan energy fisik, dan
adakalanya berfungsi sebagai agen intensional yang mendorong seseorang
melakukan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Disini jelas bahwa Freud
tidak konsisten, karena itu ia dikritik karena kekurangan dukungan empiris dan
konsisten konseptual.
Beberapa
aspek yang bersifat netral pada konsep naluri diantaranya mencangkup
psikofisik, namun mengartikan persepsi, emosi dan impuls sebagai suatu
manifestasi mental yang selalu memberi pengaruh terhadap tindakan, control, dan
arah tindakan secara sengaja. Jadi, terdapat beberapa unsure kognitif, dan
konotatif yang menjadi kekuatan emosi. Sebagai kesimpulan, pengertian naluri
tersebut sejauh ini masih merupakan cangkupan aktivitas yang luas, dapat
merupakan dorongan biologis pada suatu impuls untuk melalkukan tindakan
tertentu tanpa kesadaran yang sifatnya turunan atau bawaan dengan mengabaikan
pengalaman hidup maupun hasil belajar.
15. Mimpi
Mimpi secara
psikologis merujuk pada suatu aktivitas sederhana tamsil simbolik, ide,
gagasan, hasrat terpendam, kebutuhan, dan konflik yang saling bertalian dan
berlangsung selama tidur, selama dikuasai obat bius maupun dalam kondisi
terhipnotis (CChaplin, 1999: 147; Supardan, (2008): 483). Sampai sekarang ini,
masih relatif sedikit difahami bahkan sering kali diabaikan dalam berbagai
kajian kognini. Terutama setelah metode introspeksi tergusur oleh metode-metode
objektif-positivistik tentang kesadaran pada periode ilmu-ilmu sosial di tahun
1930-an dan 1940-an, studi tertang mimpi terpental dan mandek dari kepustakaan
dunia ilmu-ilmu sosial (Cartwright, 2000:240) padahal mimpi memiliki peran
penting yang tidak disadari orang-orang pada umumnya (Fraud, 1962: 83-98;
Supardan, (2008): 484).
Terungakapnya
latar belakang mimpi, yakni pada kondisi oelektrofisiologis tertentu disaat
kita tidur yang ditandai gerakan mata secara liar dibawah kelopak (disebut REM
= rapid eye movement), mulai saat itu
ada kriteria objektif yang diketahui tentang munculnya mimpi.
F.
GENERALISASI PSIKOLOGI
1. Motivasi
Motivasi seseorang untuk melakukan suatu tindakan
dapat berlangsung baik disadari maupun tidak disadari. Sebab sebagai manusia
sering terjadi bahwa kita tidak selalu
sepenuhnya menyadari akan sebab dan akibat yang ditimbulkan dari tindakan itu.
2. Konsep Diri
Konsep diri yang baik bagi seseorang
adalah konsep diri yang positif . artinya penilaian tentang dirinya secara
internal maupun eksternal adalah seimbang dan valid. Sebaliknya, bagi seseorang
yang sombong, tidak sesuai antara penilaian dirinya secara internal dengan eksternal
yang suka membual adalah konsep diri yang negatif.
3. Sikap
Sebuah sikap seringkali didefinisikan sebagai
tendensi atau kecenderungan untuk bereaksi secara menyenangkan ataupun tidak
menyenangkan terhadap sekelompok stimuli yang ditunjuk, misalnya suatu kelompok
etnis, kelompok bangsa, adat istiadat, atau lembaga (Anastasi dan Urbina, 1997:42
dalam Supardan, (2008):485)
4. Persepsi
Persepsi
seseorang tentang posisi suatu benda tertentu, memiliki nilai yang lebih objektif
disbanding jika kita bertanya tentang sikap seseorang terhadap polotik
tertentu. Akan tetapi, persepsi seseorang pun dapat keliru manakala individu
mengalami ilusi, dimana ia mengalami gangguan pengamatan yang tidak sesuai
dengan penginderaan sehingga ketika mekanisme normal diaktifkan tidak mampu
menangkap stimuli sebenarnya secara akurat.
5.
Frustasi
Frustasi yang disebabkan oleh
ketidakadilan (bersifat arbitrer), lebih erat hubungannya dengan terjadinya
agresi, dibanding dengan frustasi non arbitrer. Sebab frustasi non arbitrer justru
reaksinya dapat menarik diri dari pergaulan dan menjadi depresi
(Krahe,2005:56;berkowitz, 1995:47 dalam Supardan,(2008):485)
6. Sugesti
Berlangsungnya proses sugesti dapat terjadi
karena pihak yang menerima dilanda kekalutan emosi dan sedang terhambat daya
pikirnya seseorang secara rasional. Akan tetapi juga dapat terjadi oleh sebab
yang memberikan pandangan tersebut adalah orang yang dianggap berwibawa dan
otoriter ataupun karena faktor suara mayoritas (Sukanto,1986:52-53 dalam
Supardan,(2008):485).
7. Prestasi
Masyarakat
yang memiliki tingkat kebutuhan yang berprestasi, umumnya akan menghasilkan
jiwa wiraswastawan yang lebih bersemangan dan selanjutnya kan menghasilkan
perkembangan ekonomi yang lebih cepat, dibandingkan dengan kelompok yang memiliki
tingkat kebuuhan berprestasi yang lebih rendah.
8. Crowding (Kerumunan
Massa)
Crowding
atau kerumuanan massa sering merefleksiakan perbuatan-perbuatan primitif
yang dekstruktif, walaupun pada hakikatnya tidak selalu merepresentasikan
perbuatan negatif seperti itu.
9.
Imitasi
Menurut Gabriel Tarde,
masyarakat tidak lain adalah pengelompokan manusia, dimana individu yang satu
mengimitasi yang lain, dan sebaliknya. Bahkan, masyrakat baru menjadi
masyarakat sebenarnya apabila manusia mulai mengimitasi kegiatan-kegiatan
manusia lainnya. Menurut Tarde, La Sosiete c’es l imitasion(Gerungan,2000:32
dalam Supardan,(2008):486)
10.Kesadaraan
Bukti-bukti medis menunjukan bahwa kesadaran
seseorang sangat bergantung dari fungsi otak tertentu.
11.Fantasi
Pemanfaatan fantasi dalam dunia
seni sudah lama merupakan sumber lahirnya puisi,drama,dan lukisan.akan
tetapi,baru sejak abad ke-20 fenomena tersebut menjadi kajian ilmiah formal
dalam psikologi(Singer,2000:343 dalam Supardan,(2008):486)
12. Personalitas
Kepribadiaan mencangkup
usaha-usaha menyesuaikan diri yang beraneka ragam,namun khas yang di lakukan
oleh individu.karena itu,kepribadiaan sering di indentikan dengan aspek-aspek
unik atau khas tingkah laku.Dalam hal ini,kepribadiaan merupakan istilah untuk
menunjukan pada hal-hal khusus tentang individu dan yang membedakannya dari
semua oang (Hall dan Lindzey,1993:27 dalam Supardan,(2008):487).
13. Pikiran
Manusia
sebagai makhluk rasional yang beragama dan berbudaya,semestinya pikirannya mampu
mengendalikan perilakunyabsehari-hari.Bukan sebaliknya,perilaku mengendalikan
pikiran(Valentine,2000:668 dalam Supardan,(2008):487).
14. Insting atau Naluri
Bagi Charles Darwin
maupun Sigmund freud,agresi dan kekerasan jika di telusuri asal muasalnya
merupakan bagian dari seleksi alam yang kompetitif ataupun insting/naluri
sebagai pertahaan naluri kehidupan(eros) maupun naluri kematian
(thanatos)sebagai makhluk manusia.
15.
Mimpi
Sampai sekarang riset tentang mimpi masih
sangat terbatas sehingga aktivitas mimpi masih merupakan bagian perilaku
menusia yang sangat sedikit di pahami.
G.TEORI PSIKOLOGI
1. Teori Agresi psikoalanalisis
Sigmund Freud,dalam bukunya beyond the
pleasure principle (1920) Inti
dari teori tersebut adalah :
a. Perilaku
agresif manusia pada dasarnya didorong oleh 2 kekuatan dasar yang menjadi
bagian tidak terpisah dari sifat manusia, yaitu insting naluri kehidupan (eros)
dan insting kematian (thanatis).
b. Eros
mendorong orang mencari kesenangan dan kenikmatan untuk memenuhi keinginan.
Thatanos, lebih kepada tindakan yang diarahkan diri dan perasaan berdosa atau
bersalah.
c. Kedua
insting tersebut merupakan sumber konflik intratisik yang berkelanjutan
d. Satu
alternatif yang mungkin dapat dilakukan melalui kataris ( pelepasan ) yang
dapat dilakukan melalui humor.
2. Teori disonansi kognitif festinger , dalam
bukunya A Theorf of cognitive dissonance (1957). Inti dari teori ini adalah :
a. antara elemen – elemen kognitif mungkin terjadi
hubungan yang tidak pas
b. disonansi kognitif menimbulkan desakan
c. hasil dari desakan itu terwujud dalam perubahan–perubahan
pada kognisi
d.perubahan tingkah laku dan menghadapkan
diri pada beberapa infoermasi tentang
pendapat baru yang sudah diseleksi terlebih dahulu
3.
Teori kepribadian Erich Fromm
Inti dari teori ini adalah :
a. Kebebasan
manusia yang semakin luas, menempatkan manusia pada kesepian dengan kata lain
kebebasan menjadikan keadaan – keadaan yang negative dimana manusia-manusia
melarikan diri
b.
Manusia selalu berusaha memecahkan kontradisi – kontradisi dasar yang ada
padanya
c. Aspek individu
d. Kepribadian
orang akan berkembang menurut kesempatan yang diberikan kepadanya oleh
masyarakat tertentu
e. Sebagai
manusia tidak lepas dari pasangan tipe karakter nekrofilus dan biofilus
f. Lima
tipe masyarakat kini sudah menggejala ke lima tipe tersebut ialah reseptif,
eksploitatif, penimbunan, pemasaran dan produktif
g. Masyarakat
yang didambakan adalah sosialisme komunitarian humanistic
4.
Teori Deprivasi Relativef Gurr
Dalam bukunya Why Men Rebel (1976) Inti dari teori ini adalah :
a. Dengan
mendefinisikan deprivasi relative sebagai hasil dari proses perubahan harapan
dan kemampuan untuk memenuhi harapan itu maka bentuk deprivasi dapat dibedakan
berdasarkan pola-pola perubahan.
b. Ketidakpuasan
menciptakan potensi untuk kekerasan politik.
5. Teori kecerdasan majemuk howard gardner
a.
Dibuktikan dengan hasil dari tugas-tugas
dalam psikologi eksperimental
b. Kecerdasan
menunjukan sekumpulan kegiatan pengolahan
c. Ada
delapan kecerdasan yang relatif otonom, yaitu :
1) Kecerdasan
linguistik
2) Kecerdasan
logika matematika
3) Kecerdasan
spasial
4) Kecerdasan
kinestetik jasmaniah
5) Kecerdasan
interpersonal
6) Kecerdasan
intrapersonal
7) Kecerdasan
naturalis
d. Jumlah
kecerdasan kurang penting dari pada kemajemukan kecerdasan
Bab
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu
psikologi merupakan ilmu yang membahas mengenai perilaku manusia dalam berbagai
interaksi. Banyak ahli yang mendefinisikan psikologi seperti Psikologi
merupakan studi kegiatan mental (Atkinson,1996:18 dalam Supardan,(2008):425)
selanjutnya William James ahli psikologi Jerman, memberikan definisi bahwa
psikologi merupakan ilmu mengenai kehidupan mental, termasuk fenomena dan
kondisi-kondisinya. (William James:1980 dalam Supardan,(2008):425). Dari
berbagai definisi tersebut, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
psikologi sebagai studi ilmiah mengenai proses perilaku dan proses-proses
mental.
Pendekatan dan metode yang digunakan
dalam psikologi merupakan pencarian cara yang efektif untuk dapat semakin
mengenali ilmu psikologi dan dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sosial
melalui berbagai metode yang yang tersedia.
Sejarah psikologi merupakan suatu
gambaran berkembangnya ilmu psikologi. Dibandingkan dengan disiplin ilmu lain,
psikologi termasuk ilmu yang relatif muda, namun sebenarnya embrio ilmu
psikolgi sudah cukup berkembang pada saat disiplin ilmu yang lain juga
berkembang. Psikologi pada awalnya hanya merupakan ilmu yang bersifat tidak
pasti yang tidak didasarkan pada penelitian yang valid, sehingga akhirnya para
ahli psikologi mulai banyak melakukan berbagai penelitian untuk semakin
memperkuat adanya ilmu psikologi.
Setiap tokoh memiliki persepsi
masing-masing untuk menilai seperti apa manusia itu dari mulai kebiasaan
kesehariannya, proses mempertahankan hidupnya, sikap terhadap lingkungan
sekitarnya, cara berfikirnya bahkan tingkat kecerdasannya. Semua itu dikemas
dalam mazhab psikologi.
Dengan pemaparan mengenai konsep-konsep psikologi
yang telah di jelaskan, dapat disimpulkan bahwa setiap gerak atau aktivitas
manusia baik secara individu maupun kelompok itu dipengaruhi oleh berbagai
aspek, baik aspek internal yaitu yang terjadi di dalam dirinya sendiri yang
melibatkan perasaan, ide, emosi, kesadaran dan lain sebagainya maupun dapat
dipengaruhi oleh aspek eksternal yaitu pengaruh atau ajakan dari orang lain,
lingkungan, kelompok dan lain sebagainya.
Generalisasi psikologi itu terdiri dari Lima Belas
kategori yang merupakan uraian dari konsep yang saling keterkaitan, yaitu
diantaranya motivasi, konsep diri, sikap, persepsi, frustrasi, sugesti,
prestasi, crowding, imitasi, kesadaran, fantasi, personalitas, pikiran, insting
dan mimpi. Dari lima belas kategori tersebut dapat menjelaskan aspek-aspek yang
ada di ilmu psikologi.
Teori psikologi merupakan pendapat para ahli yang
mengemukakan berbgai fenomena dalam psikologi yang mampu mendeskripsikan
keadaan manusia dalam aspek psikologisnya.
Daftar Pustaka
Supardan,
D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial. Bandung:
Bumi Aksara
Sobur, A. (2003). Psikologi Umum.
Bandung: Pustaka Setia
Chaplin,J. P. (2008). Kamus
Psikologi Lengkap. Jakarta: PT Raja Grafindo
Stenberg, J Robert. (2008). Psikologi
Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Abdul, M. dkk. (2004). Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif
Islam. Jakarta: Kencana
Shaleh, A. (2009). Psikologi
Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana
Rakhmat, J. (1996). Psikologi
Komunikasi. Edisi kesepuluh. Bandung: Rosdakarya
Walgito, B. (2003). Psikologi
Sosial. Yogyakarta: C.V Andi Offset
Sarwono, S. (2009). Pengantar
Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press
Filedman,R. (1999). Understanding
Psychology. Singapore: McGrow Hill College
Anis, V. (2010). Konsep Psikologi.[Online]
Merah,
A. (2011). Psikologi Agama orientasi dan
sikap. [Online]
Tersedia:
http://serampangankata.blogspot.com/2011/06/konsep-motivasi-dalam-psikologi.html
[12 Oktober 2011]
Tya, W. (2011). Psikologi Agama dan Orientasi Sikap.[Online]
Tersedia: http://wahyutyas86.blogspot.com/2011/07/psikologi-agama-orientasi-sikap-dan.html
[12 Oktober 2011]
Al- Maqassary, A. (2011). Pengertian dan Persepsi Psikologi.
[Online]
No comments:
Post a Comment