9/19/2015

Makalah Pengantar Ilmu Antropologi


BAB I
PENDAHULUAN

I.1.Latar Belakang


Antropologi suatu cabang ilmu sosial yang diketahui orang banyak sebagai ilmu yang mempelajari tentang kebudayaan. Padahal antropologi itu tidak hanya memepelajari atau membahas mengenai kebudayaan saja. Dalam antropologi pun banyak membahas mengenai fisik, kemasyarakatan, dan tentu saja kebudayaan. Antropologi juga merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mengambil fokus pada studi tentang manusia dan perilaku kebudayaannya. Sebagai disiplin baru yang muncul pada paruh kedua abad ke 20, antropologi menggelar studinya untuk menguak manusia berikut periaku social budayanya sejak awal mula muncul di muka bumi hingga pernik budaya manusia di masa kini. Karenanya, studi-studi antropologi sangat lekat dengan kerja-kerja riset terhadap situs-situs budaya dan penelitian berbasis riset lapang.
Antropologi memiliki arti penting bagi para intelektual dan aktivis dalam memahami realitas sosial kekinian dalam lanskap kebudayaan manusia. Mempelajari antropologi sama halnya dengan mempelajari posisi diri dalam persilangan kebudayaan dan sistem nilai yang ada disekitarnya. Dalam pemahaman inilah sebenarnya mempelajari antropologi sama halnya menisbatkan diri menjadi seorang peneliti atas dirinya sendiri dimana dia berpijak. Dengan demikian, menjadi seorang etnografer atau seorang antropog sebenarnya tidak harus melalui satu fase pendidikan formal yang ketat dan panjang. Ketika kita mengambil posisi sadar bahwa hidup adalah menjadi seorang yang selalu sadar dan ”membaca” realitas yang ada dan kritis dalam penelusuran atas realitas sekitar secara jeli dan kritis, maka siapapun bisa memulai hidup sebagai seorang peneliti atau antropolog.

 




I.2.Perumusan Masalah

Makalah ini akan menjelaskan tentang pengertian dan ruang lingkup antropologi, pendekatan, metode, teknik, dan ilmu bantu antropologi,Hubungan antropologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya,Obyektivitas antropologi,tujuan dan kegunaan antropologi,Sejarah perkembangan antropolog,konsep-konsep antropologi dan generalisasi-generalisasi antropologi dan juga teori-teori antropologi.

I.3.Tujuan Penulisan

 Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih lanjut tentang antropologi dan struktur ilmu Antropologi, sehingga pada akhirnya pembaca dapat mengerti dan membedakan konsep- konsep di atas dan juga untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah pengantar ilmu sosial.

I.4.Manfaat Penulisan

Diharapkan penulisan dari makalah ini dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa atau pembaca tentang Antropologi dan juga Struktur ilmu antropologi.

I.5.Sistematik Penulisan

 










BAB II

PENDAHULUAN

II.1.Pengertian dan Ruang Lingkup Antropologi

Istilah antopologi berasal dari bahasa Yunani dari kata antropos = manusia dan logos = ilmu.Secara harfiah, antropologi berarti ilmu tentang manusia. Ada beberapa ahli antropolog yang mengemukakan antropologi merupakan studi tenteng umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dan untuk memperoleh pengertian atau pemahaman yang lengkap tentang keanekaragaman manusia ( haviland , 1997: 7; kontjaraningrat, 1987: 1-2).
Ilmu antropologi terbagi kedalam 5 subilmu yang mempelajari:
1.      Masalah asal dan evolusinya manusia secara biologis;
2.      Perkembangan persebaran aneka kebudayaan manusia;
3.      Ciri fisik manusia (aneka ragam)
4.      Ragam bahasa, darimana asal perkembangan dan persebaran;
5.      Asas-asas masyarakat, kebudayaan manusia seluruh dunia masa kini.
Bila dilihat dari garis besarnya antropologi terbagi menjadi dua, yaitu antropologi fisik dan antropologi budaya. Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak perkembangnan manusia menurut evolusinya dan menyelidiki variasi biologisnya. Para antropolog beranggapan bahwa umumnya nenek moyang manusia pada dasarnya sama dengan primate oleh karena itu keistimewaan apapun yang dianggap pada manusia mereka tetap digolongkan dalam binatang yang menyusui atau primata. Antropologi budaya memfokuskan pada kebudayaan manusia dan cara hidupnya dalam masyarakat. Cabang-cabang antropologi yaitu arkeologi, antropologi linguistic, dan etnologi.
Pada awal abad 20 Franz Boas yang disebut juga sebagai bapak antropologi, mengajukan tinjauan kritisnya terhadap asumsi-asumsi antropologi evolusioner serta implikasinya yang cenderung bersifat rasional, selanjutnya ia mengembangkan aliran baru yang sering disebut Antropologi Boas.
Saat ini kajian antropogi budaya menekankan pada 4 aspek;

1.      Pertimbangan politik;
2.      Menyangkut hubungan kebudayaan dan kekuasaan;
3.      Menyangkut bahasa dalam antropogi budaya;
4.      Prefensi dan pemikiran individual.
Dalam kajian antropologi budaya, kebudayaan seharusnya ditempatkan tidak hanya sekedar menekankan pada aspek estetika atau humanis melainkan juga aspek politik. Dalam antropologi budaya banyak berhubungan erat dengan ilmu-ilmu social lainnya seperti sosiologi, berbeda dengan antropologi fisik yang berhubungan dengan ilmu-ilmu biologi.
            Secara keseluruhan yang termasuk bidang-bidang khusus dalam antropologi, selain antropologi fisik dan kebudayaan adalah antropologi  fisik , antropologi medis , antropologi pisikologis, dan antropologi sosial. Antropologi ekonomi membahas mengenai bagaimana cara manusia mempertahankan,mengapresiasikan diri melalui pengguanaan barang dan jasa material (Gudman , 2000 : 259 ). Ruang lingkup antropologi ekonomi mencangkup riset-riset tentang teknologi,produksi,perdagangan,konsumsi,serta berbagai bentuk pen gaturan sosial dan ideologis manusia, bidang ini pun di pengaruhi cabang-cabang lain dari ilmu ekonomi khususnya aliran mikro dan neoklasik.
            Antropolgi  medis merupakan subdisiplin yang sekarang ini tumbuh pesat. Antropologi medis banyak membahas hubungan antara penyakit dan kebudayaan yang tampak mempengaruhi evolusi manusia, begitu luasanya ruanglingkup antropologi medis tidak mudah mendefinisikan subjek kajiannya.
            Antropologi pisikologi mengkaji tentang hubungan antara indivudu de ngan makna dan nilai dengan kebiasaan sosial dari system budaya yang ada ( White, 2000 : 856). Fokus kajian bidang ini terpusat pada individu dalam masyarakat. Mendekatkan hubungan pisikologi dengan piskiatri disbanding dengan mainstream antropologi.
            Antropologi sosial dikembangkan oleh james George frazer di Amerika Serikat awal abad ke 20. Kajiannya mendeskrifsikan proyek evolusionis yang bertujuan merekonstruksi masyarakat primitive asli dan mencatat perkembangannya melalui berbagai tinggkat peradaban.

 

II.2. Pendekatan, Metode, Teknik, dan Ilmu bantu Antropologi

Pendekatan yang digunakan dalam antropologi menggunanakan pendekatan kuantitatif (positivstik) dan kualitatif (naturalistik). Artinya , dalam penelitian antropologi dapat dilakukan melalui pengkajian secara statistik-matematis, baik dilakukan untuk mengukur pengaruh maupun korelasi antarvariabel penelitian,maupun dilakukan secara kualitatif-naturalistik.
            Selain pendekatan positivistik dan naturalistik, menurut Kapplan dan Manners (1999: 6) dalam antropologi pun dikenal pendekatan relativisitik dan komparatif . pendekatan relativisitik memandang bahwa setiap kebudayaan merupakan konfigurasi unik yang memiliki cita rasa khas,gaya,serta kemampuan tersendiri. Keunikan itu sering dinyatakan dengan dukungan maupum tanpa dukungan bukti serta tidak banyak upaya membalas atau menjelaskannya.
            Sedangkan kaum komparativ berpendapat bahwa suatu institusi, proses,kompleks, atau ihwal sesuatu hal , haruslah terlebih dahuludicopot dari matriks budaya yang lebih besar dengan cara tertentu sehingga dapat dibandingkan dengan institusi,proses,kompleks atau ihwal-ihwal dalam konteks lain. Adanya relativitas yang ekstrem, berangkat dari anggapan-anggapan bahwa tidak ada dua budaya pun yang sama, pola,tatanan, dan makna akan dipaksakan jika elemen-elemen diabstraksikan demi perbandingan, oleh karena itu, perbandingan bagian-bagian yang telah diabstraksikan dari suatu keutuhan , tidaklah dapat dipertahankan secara analitis.
            Namun, karena pemahaman tentang ketidaksamaan itu bersumber dari perbandingan, maka tidak dapat kita katakan bahwa pendekatan relativisik itu tidak memiliki titik temu dengan pendekatan komparatif. Titik temu kedua pendekatan tersebut terletak pada pasal tidak diizinkanya pemaksaan. Terutama soal-soal yang berkaitan dengan ideologi,minat, dan tekanan yang menimbulkan keragaman pendekatan metodologis tersebut. Sebab komparatif dan relativus sama-sama mengetahui bahwa tidak ada dua budayapun yang sama persis. Sungguhpun demikian, mereka berbeda satu sama lain. Perbedaan itu paling tidak dua hal penting, yaitu walaupun para komparativis mengakui bahwa semua bagian suatu budaya nisyaya ada unsur perbedaannya, tetapi mereka percaya dan menekankan pada unsur persamaannya yang saling berkaitan secara fungsional, sebaliknya kaum relativis sangat menekankan masalah-masalah perbedaan dibanding komparativis ( Kapplan dan Manners, 1999: 6-9).
           
Adapun metode penelitian antropologi yang dapat digunakan :
1.      Deskriptif
Pengolahan data menjadi suatu yang dapat di utarakan
2.      Komparatif
Menyelidiki kemungkinan adanya hubungan sebab akibat
3.      Studi Kasus
Pemeriksaan longitudinal terhapad suatu kejadian (kasus)
4.      Etnografis
Kajian tentang kehidupan dam kebudayaan masyarakat (etnis)
5.      Survei
Menyebarkan kuesioner atau melakukan wawancara
Menurut Gopala (1975) sarana dalam ilmu antropologi sedikitnya ada empat macam penelitian komparatif :
1.      Penelitian komparatif dengan tujuan menyusun sejarah kebudayaan manusia secara inferensial.
2.      Penelitian komparatif untuk menggambarkan suatu proses perubahan kebudayaan
3.      Penelitian komparatif untuk taksonomi kebudayaan
4.      Penelitian komparatif untuk mengkaji korelasi-korelasi antarunsur, antarpranata, antar gejala antar kebudayaaan, untuk membuat generalisasi-generalisasi mengetahui tingkah laku manusia pada umumnya.
Klasifikasi antropologi mencangkup lima disiplin ilmu :
1.      Paleontropologi
Merupakan ilmu tentang asal usul terjadinya evolusi makhluk manusia dengan mempergunakan bahan penelitian melalui sisa-sisa tubuh yang telah membatu, atau fosil-fosil manusia zaman ke zaman yang tersimpan dalam lapisan bumi dan didapat dengan berbagai penggalian.
2.      Antropologi Fisik
Merupakan bagian ilmu antropologi yang mempelajari suatu pengertian tentang sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia jika dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya, baik lahir (fenotipik), seperti warna kulit, warna dan bentukrambut, indeks tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi badan, dan bentuk tubuh maupun sifat bagian dalam (genotipik), seperti golongan darah dan sebagainya. Manusia di muka bumi ini terdapat beberapa golongon berdasarkan persamaan mengenai beberapa ciri  tubuh. Pengelompokan seperti itu dalam ilmu antropologi disebut ras.
3.      Etnolinguistik atau Antropologi Linguistik
        Suatu ilmu yang berkaitan erat dengan ilmu antropologi, dengan berbagai metode analisis kebudayaan yang berupa daftar kata-kata, pelukisan tentang ciri dan tata bahasa dari beratus-ratus bahasa suku bangsa yang tersebar di berbagai tempat di muka bumi. Dari bahan ini telah berkembang ke berbagai macam metode analisis kebudayaan, serta berbagai metode untuk menganalisis dan mencatat bahasa-bahasa yang tidak mengenal tulisan. Semua bahan dan metode tersebut sekarang telah terolah, juga ilmu linguistik umum. Walaupun demikian. Ilmu etnolinguistik di berbagai pusat ilmiah di dunia masih tetap berkaitan erat dengan ilmu antropologi, bahkan merupakan bagian dari antropologi.
4.      Prehistori
        Merupakan ilmu tentang perkembangan dan penyebaran semua kebudayaan manusia sejak sebelum manusia mengenal tulisan dan huruf. Dalam ilmu sejarah. Seluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia, yaitu kira-kira 800.000 tahun yang lalu hingga sekarang, dibagi menjadi dua bagian, yaitu masa sebelum mengenal tulisa atau huruf, dan masa setelah mengenal tulisan atau huruf. Subilmu prehistori ini sering disebut ilmu arkeologi. Di sini ilmu arkeologi sebenarnya adalah sejarah kebudayaan zaman prehistori.
5.      Etnologi
        Merupakan bagian ilmu antropologi trntang asas-asa manusia, mempelajari kebudayaan-kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari bangsa-bangsa tertentu yang tersebar di muka bumi ini pada masa sekarang. Belakangan ini, subilmu etnologi telah berkembang menjadi dua aliran. Aliran pertama menekankan pada penelitian diakronik yang disebut descriptive integration. Sedangkan aliran kedua yang menekankan penelitian sinkronik dinamakan penelititan generalizing approach (Koentjaraningrat, 1987: 31).

Kemudian jika ditinjau dari Ilmu Bantunya, antropologi banyak berhubungan dengan dan menggunakan ilmu-ilmu geologi, paleontologi, anatomi, kesehatan masyarakat, psikiatri, linguistik, arkeologi, sejarah, geografi, ekonomi, hukum adat administrasi, dan ilmu politik (Koentjaraningrat, 1987: 31).
Sebagai contoh, hubungan geologi dengan antropologi karena geologi mempelajari ciri-ciri lapisan bumi serta perubahan-perubahannya, terutama dibutuhkan oleh subilmu paleoantropologi dan prehistori, terutama untuk menetapkan umur atau usia dari fosil-fosil makhluk primata dan fosil-fosil manusia dari zaman ke zaman. Begitupun tentang usia artefak-artefak dan bekas-bekas budaya yang digali dalam lapisan bumi tersebut. Hal itu akan mudah tertolong oleh bantuan ilmu geologi melalui metode-metode kerjanya.
Peranan ilmu paleontologi dalam antopologi adalah mampu memberikan gambaran untuk mebuat membuat rekonstruksi tentang proses evolusi bentuk-bentuk makhluk dari dahulu sampai sekarang. Kemudian peranan ilmu anatomi dalam antropologi adalah untuk pemahaman tentang ciri-ciri dari berbagai kerangka manusia, berbagai bagian tengkorak, dan ciri-ciri bagian tubuh lainnya menjadi objek penelitian ini, khususnya bagi antropologi fisik.
Peranan ilmu kesehatan masyarakat dalam antropologi adalah memberikan pemahaman tentang sikap penduduk yang ditelitimya temtamg kesehatan, temtamg sakit, pengobatam tradisional, terhadap pantangan-pantangan kebiasaandan makanan, dan sebagainya. Peranan ilmu psikiatri dalam antropologimerupakan suatu pengulasandari hubungan antara ilmu antropologi dan psikologi yang kemudian mendapat fungsi praktis setelah meahami tingkah laku manusia dengan segala latar belakang dan proses-proses mentalnya. Begitupun peranan ilmu linguistik dalam antropologi memiliki konstribusi besar dalam mengembangkan konsep dan metode-metode untuk mengupas segala macam bentuk bahasa dan asalnya. Jadi, dapat dicapai suatu pengertian tentang ciri-ciri dasar dari tiap bahasa di dunia secara cepat dan mudah dipahami (Koentjaraningrat 1987: 33).
Peranan ilmu sejarah dalam antropologi memiliki arti penting dalam memberi gambaran latar belakang tentang kehidupan masa lampau sebagaimana dilukiskan dalam berbagai peninggalan, seperti prasasti, dokumen, naskah tradisional, arsip kuno, dan sebagainya. Para antropolog memerlukan sejarah, terutama sejarah dari suku-suku bangsa yang ditelitinya. Selain itu, untuk memecahkan persoalan-persoalan akulturasi dan difusi yang bersifat eksternal.
Sedangkan peranan geografi dalam antropologi adalah memberikan deskripsi tentang bumi serat ciri-ciri iklim dan lingkungan fisik dan kebudayaan masyarakatnya. Ilmu ekonomi dalam peranannya terhadap antropologi adalah memberikan gambaran aktivitas kehidupan ekonomi yang sangat dipengaruhi sistem kemasyarakatan sebagai bahan komparatif tentang berbagai hal, misalnya sikap kerja terhadap kekayaan, system gotong royong, kebiasaan menghadapi musim paceklik, dan sebagainya. Begitu pun peranan ilmu hukum adat bagi antropologi, dapat memberikan jawaban tentang masalah-masalah hidup yang bersifat perdata, sosial kontrol, dan pengendalian sosial lainnyayang menggambarkan keteraturan hidup masyarakat yang ditelitinya. Bagi ilmi politik, peranannya  dalam antropologi adalah untuk memahami kekuatan, wewenang, distribusi serta proses-proses politik dalam segala macam sistem pemerintahan mereka.
            Jika ditelaah dari macam-macam penelitiannya, dalam antropologi dikenal beberapa bentuk penelitian, seperti : (1) penelitian descriptive integration, (2) penelitian generalizing approach, dan (3) penelitian komparatif. Untuk penelitian komparatif ini menurut Gopala Sarana (1975) dalam antropologi terrbagi menjadi 4 macam, yaitu (a) penelitian komparatif dengan tujuan menyusun sejarah kebudayaan manusia secara inferensial, (b) penelitian komparatif untuk menggambarkan suatu proses perubahan kebudayaan,(c) penelitian komparatif untuk taksonomi kebudayaan, dan (d) penelitian komparatif untuk menguji korelasi-korelasi antarunsur, antarpranata, dan antar gejala kebudayaan untuk membuat generalisasi-generalisasi mengenai tingkah laku manusia pada umumnya.

II.3. Hubungan Antropologi dengan Ilmu-Ilmu Sosial lainnya

1.       Ilmu Antropologi dengan Sejarah
Antropologi pada prinsipnya adalah ilmu sejarah juga.Sejarah menyumbang bahan yang berupa fakta dan data masa lampau yang dapat di jadikan sebagai pola ulang dalam menentukan proyeksi masa depan. Sejarah itu dibutuhkan oleh ilmuan tropologi untuk mengetahui hal penting yang  telah lampau, sebelum masyarakat itu mendapat pengaruh kebudayaan dari luar.
Sejarah dan antropologi merupakan satu kesatuan yang mana antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dengan kebudayaan. Sedangkan sejarah sudah termasuk di dalamnya.

2.      Ilmu Antropologi dengan Ilmu Sosiologi
Sosiologi membantu ilmu antropologi dalam mempelajari susunan kemasyarakatan, latar belakang, serta kebudayaan manusia dan pola kehidupan manusia. Sehingga dengan adanya sosiologi dapat mempermudah kita dalam mengkaji ilmu antropologi.

3.       Ilmu Antropologi dengan Ilmu Psikologi
Antropologi dapat juga dikatakan sebagai ilmu yang menyelidiki tingkahlaku manusia yang  terpolakan. Sedangkan psikologi  mempelajari dan menyelidiki pengalaman dan tingkah laku individu manusia yang dipengaruhi oleh situasi-situasi sosial.
Sebagaimana  yang diketahui antropologi mempelajari  tentang manusia dan psikologi menyelidiki pengalaman dan tingkah laku manusia. Walaupun psikologi mempunyai tujuan yang khusus, dalampenyelidikan psikologi itu banyak gunanya bagi antropologi, terutama mengenaisoal kepribadian dan kebudayaan yang dewasa ini sudah mulai merupakan satu sub disiplin tersendiri dalam antropologi budaya. Dari kerjasama antara antropologi dengan psikoloogi, kita dapat mempunyai gambaran yang jelas tentang motivasi yang terdapat di belakang tingkahlaku manusia.

4.       IlmuAntropologi dengan ilmu geografi
     Geografi atau ilmu bumi, mencoba mencapai pengertian tentang alam dinia ini dengan gambaran-gambaran tentang dan ciri-ciri dari segala bentuk kehidupan yang ada di bumi, seperti flora dan fauna.Salah satunya adalah mahluk manusia yang juga beranekaragam rupa dan sifatnya.Karena antropologi adalah satu-satunya ilmu yang mampu menyelami masalah keanekaragaman manusia, tentu geografi tidakdapat mengabaikan antropologi. Sebaliknya, seorang ahli antropologi juga memerlukan pengertian tentang geografi. Karena banyak masalah manusia yang berkaitandengan keadaan lingkungan alamnya.
5.      Ilmu Antropologi dengan Ilmu Ekonomi
Ilmu antropologi  dengan ilmu ekonomi saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Dalam banyak Negara dimana pendududuk pedesaan nya lebih besar dari pada pendududk kotanya, kekuatan, proses dan hukum-hukum ekonomi yang berlaku dalam kegiatan kehidupan ekonominya sangat di pengaruh ioleh system kemasyarakatan, caraberfikir, pandangan, serta sikap hidup warga masyarakat pedesaan tadi. Dalam masyarakat negara-negara seperti itu, seorang ahli ekonomi yang akan membangun ekonomi di Negara tersebut, ia tentu memerlukan bahan yang komparatif mengenai sikap terhadap kerja, kekayaan, maupun system gotong-royong, yakni semua bahan komparatif tentang berbagai unsure dari system kemasyarakatan di negara-negaratersebut. Dalam mengumpulkan bahanitu, antropologi memang sangat berguna.

6.      Ilmu Antropologi dengan Ilmu Politik
Antropologi menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan serta peranan-peranan dan satuan-satuan sosial budaya yang lebih kecil dan sederhana.Hasil penyelidikan antropologi yang menyangkut aspek cultural termasuk dalam gagasan dan lembaga politik yang dapat menjelaskan mengenai pertumbuhan dan perkembangan politik. Dalam mempelajari suatu masyarakat, yang dilakukan untuk menulis suatu deskripsi etnografi, seorang ahli antropologi secara langsung akan berhadapan dengan kekuatan-kekuatan dan proses-proses politiklokal, maupun dengan aktivitas-aktivitas dan cabang-cabang politik nasional. Untuk menganalisa gejala-gejala itu perlu mengetahui konsep-konsep dan teori-teori ilmu politik

II.4. Obyektivitas Antropologi

Masalah lama dalam ilmu-ilmu sosial yang belum terpecahkan sampai sekarang adalah mengenai kesenjangan peneliti. Sebab bagaimana mungkin dapat diharapkan tercapainya ilmu pengetahuan yang objektif mengenai fenomena sosio-kultural bila praktisi ilmu sosial adalah sekaligus sebagai ideologinya? Barangkali soal inilah yang paling sulit dan jadi kendala, terutama dalam antropologi karena dalam cara pengumpulan data dasarnya yang rumit dalam persoalan tersebut. Secara tradisional menurut David Kapplan dan Albert A. Manners, antropologi berkecimpung selama satu tahun atau lebih dalam kancah suatu budaya yang eksotik yang dipelajarinya, mengamati lembaga-lembaga, pranata, dan cara hidup (Kapplan dan Manners, 1999: 32). Selanjutnya Kapplan dan Manners mengemukakan sebagai berikut.
Hal itu berbeda dengan laporan Oscar Lewis yang sama mempelajari Tepoztlan kira-kira 20 tahun setelah Redfield, mengemukakan masyarakat Tepoztlan sebagai komunitas yang ditandai dengan perbedaan tajam dalam hal kekayaan dan tercabik-cabik oleh konflik antarpribadi yang tinggi. Dapatlah dikatakan bahwa perbedaan kedua antropolog itu minimal terdapat dua kemungkinan,yaitu :
1.      Terjadi karena memang adanya perubahan selama kurun waktu 20 tahun. Jika memang hanya karena perubahan selama 20 tahun, barangkali tidak mengancam objektivitas antropologi.
2.      Mereka memperoleh hasil yang berbeda karena ditentukan oleh bagaimanakah cara mereka memperoleh laporan, dimana kepentingan pribadi, kelompok atau golongan, agama, dan ideologi ikut serta mempengaruhi penilaian baik dan buruk terhadap sesuatu yang dikajinya.
Untuk itu, menurut Kapplan dan Manners (1999: 32) semua ilmu sosial dan bukan hanya antropologi mengalami bias. Keliru jika kita bermaksud mendapatkan objektivitas dalam pemikiran dan sikap antropolog selaku individu. Bukan di sana kita harus mencarinya, melainkan seperti ditulis oleh Karl Popper, objektivitas harus dicari dalam institusi dan tradisi kriritk suatu disiplin (Popper, 1964: 155-159). Hanya dengan saling menerima dan memberi kritik terbuka serta saling mempengaruhi antara bermacam-macam bias kita dapat berharap akan munculnya suatu yang mendekati objektivitas. Dengan kata lain, objektivitas hakiki sesuatu disiplin ilmu diupayakan dan ditingkatkan secara kumulatif dari masa ke masa. Catatan Redfielddan Lewis telah merangsang suatu pertukaran kritik dan ulasan yang didasarkan pada perbandingan antara kedua catatan itu dengan catatan-catatan mengenai komunitas petani lain, khususnya di Meksiko (Lewis, 1961: 174-184). Dari situ penulis yakin telah dihasilkan potret yang mendekati objektif mengenai kehidupan petani.
Jika semua orang termasuk antropolog memandang dunia melalui layar penyaring yang terbentuk dari nilai-nilai bias (tidak objektif) dari sudut pandang individual, apakah ilmu-ilmu sosial lainnya pun bebas nilai? Cukup banyak ilmuwan sosial yang menyangkal adanya kemungkinan tersebut. Karena semua pengetahuan mengenai fenomena sosiokultural niscaya memantulkan kesenjangan (bias ataupun subjektif) perseorangan. Maka pencarian objektivitas dan netralitas adalah angan-angan belaka yang tidak pernah trlaksana.
Salah satu kelemahan pendapat semacam itu adalah kaum antropolog berusaha menempatkan objektivitas itu dalam pemikiran dan sikap para peneliti. Padahal, tempat yang layak untuk mencari objektivitas adalah dalam tradisi kritik suatu disiplin. Sikap relavistik sepeti itu masih memiliki kelemahan lain, yaitu di sana tidak dibedakan antara apa yang oleh filsuf ilmu disebut sebagai konteks penemuan dengan konteks justifikasi (Kapplan dan Manners, 1999: 33). Kesenjangan dan nilai individual memiliki peran dalam konteks penemuan, tetapi keduanya tidak serta-merta dan tidak boleh memiliki peran penting dalam konteks justifikasi. Seperti yang Kapplan(1964: 232) kemukakan berikut.
. . .sementara pertanyaan tentang sumber suatu pengetahuan ilmiah dapat menjelaskan motivasi seorang ilmuwan dalam menyatakan gagasan tertentu, pernyataan tersebut tidak memiliki relevansi logis dengan suatu penilaian kritis tentang kesahihan atau validitas gagasan itu.
Selanjutnya Kapplan mengemukakan lebih jauh seperti beberapa kritikus tergoda untuk mengesampingkan rumusan Marx dengan alasan karena Marx seorang yahudi dan kurdistan. Alasan semacam itu jelas merupakan sesuatu yang tidak logis dan perlu diabaikan. Sebaliknya, gagasan dan teori-teori Marx akan tetap berdiri tegap maupun runtuh sesuai dengan kandungan kemampuan logis dan kebenaran gagasan keilmuan itu sendiri. Apapun yang menjadi sumber gagasan atau teori seseorang, jika kita tidak mau mengakui bahwa ada standar yang bersifat nonpersonal untuk menilai bukti dan argumentasinya maka antropologi dan mungkin seluruh ilmu sosial akan menjadi tidak lebih dari himpunan ideologi belaka (Kapplan dan Manners, 1999: 34).

II.5.Tujuan dan Kegunaan Antropologi

            Kerja lapangan dalam antropologi, selama ini merupakan karya penyelamatan, di samping sebagai upaya yang bersumber pada keprihatinan politis juga merupakan tindakan yang didorong oleh minat pada suatu persoalan tertentu. Setiap antropolog yang memulai penelitian lapangan perdananya, pada umumnya mencari suatu bangsa atau kelompok yang belum pernah diteliti. Tujuannya adalah untuk memperluas arena perbandingan disamping untuk merekam berbagai budaya sebelum budaya-budaya itu lenyap. Mungkin jika antropologi mengikuti kebijaksanaan pengkajian ulang secara lebih sistematis, khususnya dengan penelitian yang berbeda-beda untuk objek yang sama, akumulasinya dapat individual yang kemudian akan cenderung saling meredam subjektivitas sehingga membuahkan pemahaman yang lebih mendekati objektivitas sebagai sesuatu kajian yang diangankan.
Antropologi merupakan studi tentang  umat manusia dan tidak hanya sebagai disiplin ilmu yang bersifat akademis tetapi juga merupakan suatu cara hidup yang berusaha menyampaikan kepada para siswa apa yang telah diketahui orang. Oleh karena itu, kerja lapangan dalam antropologi sungguh-sungguh merupakan suatu inisiasi karena menimbulkan suatu transformasi. Begitu pun dengan pengalaman karena memberi  kemungkinan-kemungkinan untuk pengungkapan diri (self expression) dan cara hidup baru yang menuntut suatu penyesuaian baru kepada segala sesuatu.
            Antropologi melalui pendekatan dan metode ilmiah berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna tentang manusia dan perilakunya dan untuk mendapat pengertian yang tidak apriori serta prejudice tentang keanekaragaman manusia. Kedua bidang besar dari antropologi adalah antropologi fisik dan budaya. Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia sebagai organisme biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi perkembangan manusia dan mempelajari variasi-variasi biologis dalam species manusia. Sedangkan antropologi budaya  berusaha mempelajari manusia berdasarkan kebudayaannya. Di mana kebudayaan dapat merupakan peraturan-peraturan  atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
            Di antara ilmu-ilmu sosial dan alamiah, antropologi memiliki kedudukan, tujuan , dan manfaat yang unik karena bertujuan dan bermanfaat  dalam merumuskan penjelasan-penjelasan tentang perilaku manusia yang didasarkan pada studi atas semua aspek biologis manusia dan perilakunya di semua masyarakat.
            Selain itu, antropologi bermaksud mempelajari umat manusia secara objektif paling tidak mendekati objektif dan sistematis. Seorang antropologi dituntut harus mampu menggunakan metode-metode yang mungkin juga diguanakan oleh para ilmuwan lain dengan mengembangkan hipotesis atau penjelasan yang dianggap benar menggunakan data lain untuk mengujinya, dan akhirnya menemukan suatu teori, yaitu suatu sistem hipotesis yang telah teruji. Sedangkan data yang digunakan ahli antropologi dapat berupa data dari suatu masyarakat atau studi komparatif di antara sejumlah besar masyarakat.

II.6. Sejarah Perkembangan Antropologi

Fase  pertama , Pada awal abad ke-16,suku-suu bangsa penduduk pribumi Afrika,Asia  dan Amerika mulai didatangi oleh orang-orang Erop Barat.Kira-ira 4 abad lamannya berbagai daerah di muka bumi terpengaruh oleh negara-negara Eropa Barat.Dengan perkembangan itu suatu himpunan dari buku-buku kisah perjalanan.Dalam buku-buku itu termuat suatu himpunan dari pengatahuan berupa deskrips tentang adat istiadat,bahasa dan ciri-ciri fisik dari  beraneka negara seperti di Afrika,Asia,Bangsa Indian  dn penduduk pribumi Amerika .
Deskripsi tersebut menarik perhatian orang-orang Eropa Barat karena adat istiadat ,susunan masyarakat,bahasa dan ciri-cirinya berbeda dengan mereka.Bahan pengetahuan tersebut disebut etnografi.Desripsi etnografi tersebut biasanya seringkali bersifat kabur dan orang Eropa Barat kebanyakan hanya memperhatian hal yang tampak aneh saja.Bahan etnografi tadi amat menarik perhatian kalangan pelajar di Eropa Barat pada abad ke-18,maka timbul 3 macam  sikap bertentangan terhadap bangsa-bangsa di Afrika,Asia,Oceania dan orang-orang di India di Amerika :
1.      Sebagian orang Eropa memandang sifat keburukan ,dan mengatakkan bahwa bangsa itu bukan manusia sebenarnya (bahwa manusia liar,turunan iblis,dsb) maka timbul istilah seperti savages,primitives,dll.
2.      Sebagian orang Eropa memandang sifat baik ,dan mengatakan bahwa masyarakat bangsa itu adalah contoh masyarakat yang masih murni,belum kemasukan keburukan/kejahatan seperti di dalam masyarakat bangsa Eropa.
3.      Sebagian orang Eropa tertarik akan adat istiadat yang aneh ,dan mulai mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa tadi.Dan kumpulan-kumpulan tersebut dihimpun  menjadi satu,sehingga dapat dilihat oleh umum.
Fase Kedua , pertengahan Abad ke-19 ,Integrasi yang  sungguh-sungguh baru timbul.Secara singkat ,Masyarakat dan kebudayaann manusia telah berevolusi sangat lambat dalam jangka waktu beribu-ribu tahun.Masayarakat dan kebudayaan diluar Eropa  yang disebut primitif dianggap sebagai contoh-contoh dari tingkat kebudayaab yabg lebih rendah ,yang masih hidup sampai sekarang sebagai sisa-sisa dari kebudayaan manusia zaman dahulu.Dengan timbulnya bebrapa karangan sekitar tahun 1860 ,yang mengklasifikasikan bahan tentang beraneka ragam kebudayaan diseluruh dunia kedalam tingkat-tingkat evolusi tertentu maka timbullah ilmu Antropologi.Kemudian timbul beberapa karangan yang hendak meneliti sejarah penyebaran kebudayaan bangsa-bangsa dimuka bumi.Disini pun kebudayaan bangsa-bangsa diluar Eropa itu dianggap contoh dari kebudayaan manusia yang kuno,sehingga dengan meneliti kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa dapat menambah pengetahuannya tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia.Dalam fase kedua ini ilmu antropologi berupa suatu ilmu yang akademikal dengan tujuan ,mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Fase Ketiga , Permulaan Abad ke-20 sebagian dari negara penajah di Eropa masing-masing berhasil mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan di luar Eropa.Untuk keperluan pemarintahan jajahannya ilmu antropologi sangat penting bagi bangsa Eropa karena pada umumnya bangsa-bangsa di luar Eropa masih mempunyai masyarakat yang belum kompleks.Suatu pengertian tentang masyarakat yang belum kompleks akan menambah juga pengertian orang tentang masyarakat  yang kompleks.Fase Ketiga ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis dengan tujuan ,mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintahan kolonial dan guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
Fase Keempat , kira-kira pada tahun 1930 ilmu antropologi mengalami masa perkembangannya yang paling luas,baik mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh teliti,maupun mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya,kecuali bila ada 2 perubahan didunia ;

1.      Timbulnya antipati terhadap kolonialisme sesudah perang dunia II.
2.      Cepat hilangnya bangsa-bangsa primitif (dalam arti bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika)
Proses tersebut menyebabkan bahwa ilmu antropologi seolah-olah kehilangan lapangan ,dan terdorong untuk mengembangkan lapangan-lapangan penelitian dengan pokok tujuan yang baru.Pokok atau sasaran dari penelitian para ahli antropologi sudah sejak 50 tahun yang lalu memang tidak lagi hanya suku-suku bangsa primitif yangdi luar Eropa saja ,melainkan sudah beralih kepada manusia di daerah pedesaan Eropa(seperti suku-suku bangsa Soami, Albania, Irlandia, penduduk Pegunungan Sierra, dll).Fase keempat ini ilmu antropologi yang baru dalam fase perkembangannya terbagi 2 tujuan;
1.      Tujuan Akademikal ,mencapai pengertian tentang makhluk  manusia pada umumnya dengan mempelajari anekawarna bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya.
2.      tujuan Praktis ,mempelajari manusia dalam anekawarna masyarakatsuku-bangsa guna membangun masyarakat suku-bangsa tsb.

II.7. Konsep-Konsep Antropologi

Penggunaan konsep dalam antropologi adalah penting karena pengembangan konsep yang terdefinisikan dengan baik merupakan tujuan setiap disiplin ilmu. Tapi untuk menyamakan persepsi tidak mudah, seperti menurut Keesing (1958: 152) yang mengemukakan bahwa tidak ada dua ahli antropologi yang berpikirnya sama persis, atau menggunakan dengan tepat pengoperasian konsep-konsep atau simbol-simbol yang sama.
            Konsep kebudayaan yang paling umum dapat dibagi menjadi,
1.      Kelompok kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks kehidupan manusia.
2.      Kelompok kebudayaan sebagai warisan sosial atau tradisi.
3.      Kelompok bkebudayaan sebagai cara dan aturan termasuk cita-cita , nialai-nilai, dan kelakuan.
4.      Kelompok kebudayaan sebagai keterkaitan dalam proses-proses psikologis.
5.      Kebudayaan sebagai struktur atau poloa-pola organisasi kebudayaan.
6.      Kelompok kebudayaan sebagai hasil perbuatan atau kecerdasan manusia.
7.      Kelompok kebudayaan sebagai system symbol.
            Adapun yang merupakan contoh konsep-konsep antropologi, diantaranya:
1.      Kebudayaan
Istilah culture (kebudayaan) berasal dari bahasa Latin, yakni cultura dari kata dasar colere yang berarti berkembang tumbuh. Namun, secara umum pengertian kebudayaan mengacu pada kumpulan pengetahuan yang secara sosial diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
       Para antropolog kemudian memberikan definisi yang beragam mengenai kebudayaan  yang dapat menimbulkan kemerosotan efektivitas disiplin ilmu. Selanjutnya,Keesing mengidentifikasi ada empat pendekatan terakhir terhadap masalah kebudayaan :
a.       Memandang kebudayaan sebagai system adaptif dari keyakinan perilaku yang fungsi primernya adalah menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosial.
b.      Memandang bahwa kebudayaan sebagai system kognitif yang tersusun dari apapun yang diketahui dalam berpikir menurut cara tertentu dan dapat diterima bagi warga kebudayaanya.
c.       Memandang kebudayaan sebagai system struktur dari symbol-simbol yang dimiliki bersama dan memiliki analogi dengan struktur pemikiran manusia.
Memandang kebudayaan sebagai suatu system symbol yang terdiri atas symbol-simbol dan makna-makna yang dimiliki bersama, dapat diidentifikasi, dan bersifat publik
2.      Evolusi
Secara sederhana, konsep evolusi mengacu pada sebuah transformasi yang berlangsung secara bertahap (McHenry, 2000:453). Dalam pandangan antropolog, istilah evolusi yang merupakan gagasan bahwa bentuk-bentuk kehidupan berkembang dari suatu bentuk ke bentuk lain melalui mata rantai transformasi dan modifikasi yang tidak pernah putus, pada umunya diterma sebagai awal landasan berpikir mereka.
3.      Daerah Budaya (Culture Area)
Suatu daerah budaya (culture area) adalah suatu daerah goegrafis yang memiliki sejumlah cirri-ciri budaya dan kompleksitas lain yang dimilikinya (Banks,1977:274)


4.        Enkulturasi
Konsep enkulturasi mengacu kepada suatu proses pembelajaran kebudayaan (Soekanto, 1993:167). Dengan demikian, pada hakikatnya setiap orang sejak kecil sampai tua, melakukan proses enkulturasi, mengingat manusia sebagia mahluk yang dianugerahi kemampuan untuk berpikir dan bernalar sangat memungkinkan untuk setiap waktu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotoriknya
5.       Difusi
Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan secara meluas sehingga melewati batas tempat di mana kebudayaan itu timbul (Soekanto,1993:150). Dalam proses difusi ini erat kaitanya dengan konsep inovasi (pembaharuan).
Menurut Everett M. Rogers dalam karyanya Diffusion of Innovation (1993), cepat tidaknya suatu proses difusi erat hubunganya dengan empat elemen pokok, yaitu (a) sifat inovasi; (b) komunikasi dengan saluran tertentu; (c) waktu yang tersedia; (d) system sosial warga masyarakat
6.       Akulturasi
Akulturasi adalah proses pertukaran ataupun saling mempengaruhi dari suatu kebudayaan asing yang berbeda sifatnya sehingga unsure-unsur kebudayaan asing tersebut lambat laun diakomodasikan dan diintegrasikan ka dalam kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadianya itu sendiri (Koentjaraningrat,1990:91)
7.      Etnoentrisme
Etnosentrisme adalah cara pandang bahwa tiap-tiap kelompok cenderung untuk berpikir bahwa kebudayaan dirinya itu adalah superior (lebih baik dan lebih segalanya) daripada semua budaya yang lain. Oleh karena itu, Jandt dalam penjelasanya mengemukakan bahwa etnosntrisme merupakan penghambat ketiga dalam keterampilan komunikasi intercultural setelah kecemasan dan mengumpamakan persamaan sabagai perbedaan
8.      Tradisi
      Tradisi adalah suatu pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari suatu budaya yang telah lama dikenal sehingga menjadi adat istiadat dan kepercayaan yang cecara turun-temurun (Soekanto,1993:520). Para siswa perlu mempelajari tradisi sebab tidak sedikit dalam kajian tradisi mengandung nilai-nilai keluhuran budi yang tinggi dan sering tidak tersntuh oleh agama maupun budaya global. Namun sebaliknya juga, tadisi tidak selalu berpihak kepada nilai kebaikan bahkan bertentangan dengan nilai hak asasi menusia secara universal.


9.      Ras dan Etnik
      Suatu ras adalah sekelompok orang yang memiliki sejumlah cirri biologi (fisik) tertentu atau suatu populasi yang memiliki suatu kesamaan dalam sejumlah unsure biologis atau fisik khas yang disebabkan oleh factor hereditas atau keturunan (Oliver,1964:153). Sedangkan etnik sendiri lebih menekankan sebagai kelompok sosial bagian dari ras yang memiliki cirri-ciri budaya yang sifatnya unik (Marger,1985:7)
10.  Stereotip (Stereotype)
   Stereotip adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu stereos yang berarti solid dan tupos yang berarti citra dan kesan. Stereotip mulanya adalah suatu rencana cetakan yang begitu begitu terbentuk sulit diubah.
11.  Kekerabatan (Kinship)
      Istilah kekerabatan atau kinship menurut antropolog Robin Fox, merupakan konsep inti dalam antropologi. Konsep kekerabatan tersebut merupujuk kepada tipologi klasifikasi kerabat (kin) menurut penduduk tertentu berdasarkan aturan-aturan keturunan (descent)dan aturan-aturan perkawinan.
12.   Magis
Konsep magis menurut seorang pendiri antropologi di Inggris E.B. Taylor, merupakan ilmu pseudo dan salah satu khayalan yang paling merusak yang pernah menggerogoti umat manusia. Anggapan bahwa magis merupakan sesuatu yang “di luar akal sehat”, hal ini mendapat tantangan dari beberapa antropolog, mereka melihat itu sebagai penyakit ilmuwan atau arogansi yang bersifat etnosentis dari kalangan akademisi Barat (Willis,2000:601).
13.  Tabu
      Istilah tabu berasal dari bahasa Polinesia yang berarti terlarang. Secara spesifik, apa yang dikatakan terlarang adalah persentuhan antara hal-hal duniawi dan hal yang keramat, termasuk yang suci (misalny, persentuhan dengan ketua suku) dan yang cemar (mayat). Ditinjau dari aspek historisnya, beberapa antropolog (Douglas,1996; Chesterfield,1957; Turner,1969) menjelaskan latar belakang lahirnya tabu sebagai berikut. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat berbagai keganjilan dan anomali. Untuk mengatasi keganjilan dan anomaly itu terdapat tiga kemungkinan berikut.
a.       Ditindas dan dibasmi
b.      Anomaly dianggap sesuatu yang jahat dan camar
c.       Anomaly diterima sebagai mediator antara yang suci dan yang cemar atau antara alam dan budaya.
14.  Perkawinan
Agak sulit untuk mendefinisikan perkawinan, karena setiap istilah perkawinan tersebut memiliki banyak bentuk yang dipengaruhi oleh system nilai budaya masing-masing. Namun, secara umum konsep perkawinan tersebut mengacu kepada proses formal pemaduan hubungan dua individu yang berbeda jenis (walaupun kaum lesbi pun terjadi, namun itu bagian kasus) yang dilakukan secara serimonia-simbolis dan makin dikarakterisasi oleh adanya kesederajatan, kerukunan, dan kebersamaan dalam memulai hidup baru dalam hidup berpasangan.

II.8. Generalisasi- Generalisasi Antropologi

1.      Kebudayaan
Dalam mengapresiasi budaya bangsa, setiap kebudayaan di samping memiliki kelemahan juga memiliki keunggulan. Oleh karena itu, tidak aka nada suatu bentuk kebudayaan yang sempurna
2.      Evolusi
Evolusi tidak terbatas pada bidang biologi saja, melainkan meluas pada bidang sosial dan kebudayaan. Dalam bidang sosial kita mengenal evolusi universal dari Herbert Spencer, dalam bidang keluarga dikenal evolusi keluarga J.J. Bachoven, dalam bidan agama dan kepercayaan dikenal evolusi animism, religi, da magis dari E.B. taylor dan J.G. Frazer, dalam bidang kebudayaan dikenal evolusi kebudayaan dari E.b. taylor dan L.h. Morgan, serta dalam sosiokultural dikenal evolusi sosiokultural dari Sahlins dan Harris (Sanderson,1995:63).
3.      Culture Area
Pertumbuhan kebudayaan menyebabkan timbulnya unsur-unsur baru yang akan mendesak unsure-unsur budaya lama kea rah pinggir, sekeliling daerah pusat pertumbuhan budaya itu. Oleh karena itu, jika hendak mencari atau meneliti unsure-unsur budaya kuno maka tempat untuk mendapatkanya adalah di daerah-derah pinggirran sebagai culture areanya (Koentjaraningrat,1987:128).


4.      Enkulturasi
Pada hakikatnya, proses enkulturasi (proses mempelajari kebudayaan) seseorang terhadap budaya orang lain itu diperlukan, guna menumbuhkakembangkan sikap toleransi dan saling menghargai kebudayaan yang beragam dalam suatu pendidikan multicultural maupun pendidikan global
5.      Difusi
Orang dapat saja beranggapan bahwa dengan meluasnya unsure-unsur budaya megalith Mesir kuno, yang berada di kawasan Afrika, Laut Tengah, Mesopotamia, India, Indonesia, Polinesia, sampai ke amerika, kemudian menyimpulkan bahwa telah terjadi proses difusi budaya heliolitic (Koentjaraningrat,1987:120).
6.       Akulturasi
Dalam proses akulturasi, biasanya budaya overt atau lahiriah jauh lebih mudah berkembang disbanding budaya covert atau tersembunyi (Linton,1984:458).
7.      Etnosentrisme
Pada hakikatnya, setiap bangsa memiliki etnosentrisme atau penilaian yang baik terhadap sikap-sikap dan pola kebudayaan kelompoknya sendiri, hanya intensitasnyalah yang berbeda-beda, ada yang hanya sedikit dan ada pula yang sangat etnosentris. Suatu bangsa, semakin tnggi etnosentrismenya, akan semakin memperbanyak saingan dan lawan dalam kehidupan di dunia internasional.
8.      Tradisi
Bagi pendukung antropologi aliran fungsiolnalisme, tradisi pada hakekatnya adalah aktivitas kebudayaan yang bermaksud untuk memuskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahkluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupan.
9.      Ras dan Etnik
 Ras merupakan suatu konsep biologi yang valid. Tidak hanya sekedar menggambarkan morfologinya, yakni struktur fisik yang dapat diamati, melainkan juga komposisi genetic sub-sub bagian spesies itu, seperti gen untuk golongan darah dan untuk protein-protein spesifik. Sedangkan konsep etnik lebih merujuk kepada kesatuan-kesatuan sosial dalam system sosial atau kebudayaan yang memiliki arti atau kebudayaan tertentu karena keturunan, adat, agam, bahasa, dan sebagainya. Dalam kaitanya dengan kapabilitas tiap ras dan etnis, tidak ada didunia ini yang menjadi ras dan etis yang superior atau inferior.
10.  Stereotip
Berkembangnya prasangka dan stereotip antar etnik yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu factor penyebab hambatan dalam mewujudkan multikulturalisme bangsa Indonesia, pada giliranya akan memperlemah rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
11.   Kekerabatan
 Ikatan ibu dan anak dapat diamati dan dinilai secara universal, tetapi peran ayah maupun ibu dalam masyarakat tradisional sangatlah bervariasi. Oleh karena itu, system kekerabatan pada masyarakat tradisional tidak dapat digeneralisir secara universal.
12.  Magis
Magis memang kejam, jahat, dan mudah disalahgunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, tetapi perkembangan magis yang pernah mengalami masa-masa jaya pada masa kehidupan primitive di setiap masyarakat, tidak dapat dipandang sebagai masa lampau yang “hitam” dan penghalang segi-segi keagamaan. Sebab masa primitive pun merupakan bagian penggambaran tahapan perkembangan umat manusia secara keseluruhan (Pals.2001:61).
13.  Tabu
Pada setiap tatanan masyarakat tradisional, tabu selalu ada.Dalam pandangan kaum fungsionalis,tabu pun memiliki nilai-nilai kegunaan yang perlu dijaga oleh masyarakatny dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya (Koentjaraningrat,1987:171).
14.  Perkawinan
      Pada semua masyarakat, untuk mengatur proses pemilihan pasangan dan perkawinan memiliki norma atau peraturan yang begitu kompleks. Upacara perkawinan merupakan suatu ritual perpindahan bagi setiap pasangan. Seorang pemuda dan pemudi dewasa secara ritual memasuki kedudukan kedewasaan dengan hak-hak dan kewajiban baru. Ia pun menandakan adanya persetujuan masyarakat atas ikatan itu (Goode,2002:64).

II.9. Teori-Teori Antropologi


Sejumlah besar antropolog sampai Malinowski menyatakan bahwa hendaknya tujuan yang dijangkau oleh etnografi adalah menyingkap hal-hal yang harus diketahui seseorang agar mampu mengenal dan menjelajahi seluk beluk suatu budaya tertentu. Jika kita ingin menghasilkan catatan yang mengemukakan bagaimana budaya itu menurut penglihatan seorang warganya, kita harus berupaya membuat catatan sesuai dengan konsep-konsep, kategori, dan tafsir warga budaya itu sendiri. Tetapi jiika memandang penjelasan etnografis sebagai bagian dari suatu bangunan teori yang menjelaskan cara pembentukan, pelestarian dan perubahan budaya maka kita tidak akan puas dengan pandangan dari dalam mengenai sistem tersebut.
Pihak-pihak yang tidak setuju jika antropologi dipandang sebagai ilmu agaknya berpandangan terlalu sempit mengenai ilmu tersebut. Pandangan yang nyaris merangkum seluruh jiwa dan upaya ilmiah adalah yang melihat ilmu pengetahuan sebagai metode intelektual atau dalam ungkapan Ernes Nagel (1959) seperangkat litany logika untuk menguji klaim atas pengetahuan. Begitu pula dalam kata-kata Karl Popper (1962) yang cukup tepat, sains adalah suatu proses menebak dan membuktikan kesalahan tebakan. Artinya, dalam ilmu mangajukan tebakan-tebakan berani mengenai keadaan dunia, kemudian berusaha membuktikan kesalahan tebakan-tebakan itu.
Sejauh Antropologi ingin benar-benar memahami pola-pola umum dan regularitas fenomena kebudayaan, tidak ada alasan untuk menyangkal statusnya sebagai ilmu. Menurut pandangan, ilmu-ilmu sosial bersifat ideografis (partikularistik) dan tidak bersifat nomotetis (menggeneralisasi). Bagi pendukung gagasan itu, sasaran ilmu social bukanlah perumusan system penjelasan umum, melainkan lebih cenderung pada pengorganisasian dan presentasi data dengan cara tertentu, menjadikan data itu dapat dipahami melalui suatu proses pemahaman dan empati individual yang menurut Dilthey dan Weber disebut verstehen (Kapplan dan Manners, 1999:35).
            Proses empati atau verstehen tersebut dapat menghasilkan konsep dan hipotesis, kendati verstehen seseorang dapat berbeda dengan yang lain. Keuntungan heuristik dan keterbatasan praktis penggunaan pemahaman empatik (verstehen) itu sebagai teknik penelitian ilmu social telah diringkas secara cermat dan meyakinkan oleh Charles Frankel. Ilmu tidak serta-merta merupakan metode untuk menghasilkan teori. Karena teori merupakan tindak kreatif yang lahir dari pikiran yang menggenggam informasi dan berdisiplin. Ilmu hanyalah suatu metode, suatu cara intelektual untuk memperkecil kekeliruan. Pada hakikatnya pemahaman dan kemungkinan dipahami adalah proses psikologis berbeda-beda antara seseorang dengan orang lain. Sesuatu yang sedang dan harus kita lakukan dalam antropologi adalah pengetahuan yang terbuka untuk umum dan andal mengenai hal-ihwan sosiokultural.
            Ada perbedaan hakiki yang dapat membantu menjelaskan sifat teori antropologi yang serba relatif. Perbedaan itu pula yang mendorong antropologi kurang memiliki kesejatian ilmu dalam terminology ahli logika. Menurut Kapplan dan Manners (1999:37), perbedaannya itu mencakup historisitas atau kesejarahan, sistem terbuka, isu-isu sosial, dan ideologi.
Historisitas atau kesejarahan dalam ilmu-ilmu alam teori-teorinya bersifat statis dan universal, sedangkan dalam antropoligi bersifat dinamis dan kontelektual.
Sistem terbuka maksudnya dalam kajian antropologi banyak variable-variabel yang tidak dapat dikontrol. Denga tidak terkontrolnya variabel-variabel tersebut maka variabelnya jauh lebih banyak probalistiknya dan terbuka.
Isu-isu sosial maksudnya bahwa dalam kajian antropologi sangat peka terhadap isu-isu sosial pada jamannya, bahkan kerap kali merasa bahwa justru itu adalah tugasnya untuk memecahkan masalah tersebut.
Ideologi bahwa dalam antropologi sering dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstra ilmiah, misalnya implikasi moral atau yang dianggap sebagai implikasi moral dari sesuatu teori. Sering terjadi teori-teori antropologi yang ditolak, penyebabnya semata-mata karena dianggap “deterministik” maupun “merendahkan martabat manusia” dan lain sebagainya.

1.      Teori Orientasi Nilai Budaya dari Kluckhohn
Menutut teori ini, hal-hal yang paling tinggi nilainya dalam tiap kebudayaan hidup manusia yaitu ada 5 hal yang disebut value orientations atau orientasi nilai budaya :
a.       Human nature atau makna hidup manusia
Kebudayaan menganggap bahwa hidup itu adalah sumber keprihatinan dan penderitaan maka kemungkinan variasi konsepsi orientasi nilai budayanya dirumuskan dengan kata evil. Sebaliknya dalam banyak kebudayaan yang menganggap hidup itu adalah sumber kesenangan dan keindahan, dirumuskan dengan kata good.

b.      Man nature atau makna dari hubungan manusia dengan alam sekitar
Kebudayaan yang mengkonsepsikan alam sedemikian dahsat dan sempurna sehingga manusia sepatutnya tunduk saja kepadanya. Namun terdapat kebudayaan yang mengajarkan kepada warganya sejak dini, walaupun alam bersifat ganas. Nalar manusia harus mampu menjajaki rahasia-rahasia untuk menaklukan dan memanfaatkan guna memenuhi kebutuhan.
c.       Time, yaitu persepsi manusia mengenai waktu
Kebudayaan yang mementingkan masa sekarang, sementara banyak pula yang berorientasi ke masa depan. Kemungkinan besar untuk tipe pertama adalah pemborosan, sedangkan untuk tipe kedua adalah manusia yang hemat.

d.      Activity, yaitu masalah makna dari pekerjaan, karya, dan amal dari perbuatan manusia
Kebudayaan menganggap bahwa manusia bekerja untuk mencari makan, selain untuk bereproduksi, dengan rumus being, lalu kebudayaan menganggap bahwa hidup itu lebih luas daripada bekerja, seperti menolong orang lain, dikelompokan dalam kata doing

e.       Relational, yaitu hubungan manusia dengan sesama manusia
Kebudayaan sejak awal untuk hidup bergotong-royong serta menghargai terhadap perilaku pemuka-pemukanya sebagai acuhan kebudayaan sendiri. Sebaliknya banyak kebudayaan yang menekankan hak individu untuk mandiri maka orientasinya adalah mementingkan mutu dari karyanya, bukan atas senioritas kedudukan, pangkat, maupun status sosialnya.

2.      Teori Evolusi Sosiokultural Paralel-Konvergen-Divergen Sahlins dan Harris
Evolusi menyangkut suatu pembentangan atau perkembangan, dimana sistem sosiokultural mulai menyadari kemungkinan potensial yang sejak awal melekat didalam dirinya. Ini menyiratkan bahwa evolusi adalah gerakan ke arah tujuan akhir, bahwa berbagai masyarakat berkembang dengan cara yang sama sehingga embrio yang matang menjadi organisme yang sehat yang hidup di luar tubuh induknya.



Menurut dua antropolog yakni Marshall Sahlins (1960) dan Marvin Harris (1968) bahwa:
a.       Evolusi sosiokultural meluputi seluruh sistem sosiokultural maupun komponen-komponen yang terpisah dari sistem tersebut. Biasanya terjadinya perubahan berawal dari suatu komponen atau subkomponen yang menimbulkan perubahan-perubahan pada komponen yang lain.
b.      Evolusi sosiokultural bukanlah proses tunggal, unitary terjadi dengan cara yang sama pada seluruh masyarakat. Sebagaimana evolusi biologis, evolusi sosiokultural memiliki karakter ganda. Pada satu sisi ia merupakan proses yang meliputi transformasi menyeluruh pada masyarakat manusia. Namun disisi lain evolusi sosiokultural memperlihatkan diversifikasi adaptif yang mengikuti bayak garis yang berbedabeda dalam banyak masyarakat.
c.       Pembedaan tersebut dapat dirinci sebagai evolusi parallel, evolusi konvergen, dan evolusi evolution.
d.      Evolusi parallel merupakan evolusi yang terjadi dalam dua atau lebih sosiobudaya atau masyarakat yang berkembang dengan cara yang sama dan dengan tingkat yang pada dasarnya sama.
e.       Evolusi konvergen terjadi ketika berbagai masyarakat yang semula berbeda perkembangannya, namun akhirnya mengikuti pola yang serupa kemajuannya.
f.        Evolusi divergen terjadi ketika berbagai masyarakat yang semula mengikuti banyak persamaan yang serupa, namun akhirnya mencapai tingkat perkembangan yang jauh berbeda.

3.      Teori Evolusi Kebudayaan Lewis H. Morgan
Delapan tahap tentang evolusi kebudayaan secara universal dalam karya berjudul Ancient Society (1987) adalah :
a.       Zaman Liar Tua, merupakan zaman sejak adanya manusia sampai menemukan api, kemudian manusia menemukan kepandaian meramu dan mencari akar-akar tumbuhan liar.
b.      Zaman Liar Madya, merupakan zaman dimana manusia menemukan senjata busur dan panah. Pada zaman ini pula manusia mulai mengubah mata pencahariannya dari meramu menjadi pencari ikan di sungai-sungai sebagai pemburu.
c.       Zaman Liar Muda, zaman ini manusia dari persenjataan busur dan panah sampai mendapatkan barang-barang tembikar, namun kehidupannya masih berburu.
d.      Zaman bar-bar tua, zaman ini sejak pandai membuat tembikar sampai mulai beternak maupun bercocok tanam.
e.       Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia beternak dan bercocok tanam sampai kepandaian membuat alat-alat logam sampai mengenal tulisan.
f.        Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejak manusia memiliki kepandaian membuat alat-alat dari logam sampai mengenal tulisan.
g.       Zaman Peradaban Purba, menghasilkan beberapa peradaban klasik zaman batu dan logam.
h.       Zaman Peradaban Masa Kini, sejak zaman peradaban tua atau klasik sampai sekarang.

4.      Teori Evolusi Animisme dan Magic dari Taylor dan Frazer
Karya yang banyak berhubungan dengan teori agama, magis, dan sihir, yang secara garis besar inti teorinya sebagai berikut :
a.       Animisme adalah suatu kepercayaan pada kekuatan pribadi yang hidup dibalik semua benda. Animis merupakan pemikiran yang sangat tua dari seluruh agama.
b.      Asal mula religi adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa, disebabkan dua hal :
·        Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan mati.
·        Peristiwa mimpi dimana ia melihat dirinya ditempat yang lain yang menyebabkan manusia membedakan antara tubuh jasmani dan rohani atau jiwa.
c.       Manusia memecahkan beberapa persoalan hidupnya selalu dengan akal dan sistem pengetahuannya. Tetapi kemampuan akal dan sistem pengetahuan manusia terbatas, maka ia pun menggunakan magis atau ilmu gaib.
d.      Ilmu gaib semula hanya untuk mengatasi pemecahan masalah hidup manusia yang berada di luar kemampuan akan dan sistem pengetahuannya, saat itu agama belum ada.
e.       Karena penggunaan magic tidak selalu berhasil maka mulailah ia yakin bahwa alam semesta dihuni oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa daripada manusia. Dari anggapan ini manusia berusaha menjalin hubungan dengan makluk halus dan timbullah agama.
f.        Agama dan magic berbeda. Agama sebagai cara mengambil hati untuk menenangkan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia yang menurut kepercayaan membimbing dan mengendalikan nasib kehidupan manusia. Sedangkan magic sebagai usaha untuk memanipulasikan hukum-hukum alam tertentu yang dipahami, semacam ilmu pengetahuan semu.
g.       Prinsip utama dari magic yaitu :
·        Like produce like (persamaan menimbulkan persamaan) atau magic simpatetis.
·        Prinsip magic senggol (contagious magic), yaitu benda atau manusia yang pernah saling berhubungan, sesungguhnya dapat saling mempengaruhi, kendatipun hanya seutas rambut, kuku, gigi, dan sebagainya.



















 



BAB III
PENUTUP

 

III.1.Kesimpulan

III.2.Saran




















 

 


DAFTAR PUSTAKA



2 comments:

  1. Makalahnya bagus sekali om. Sangat bermanfaat...

    jangan lupa kunjungi web makalah lengkap www.makalah-kita.blogspot.co.id

    ReplyDelete
  2. lucu ya dalam pandangan antropolog bahwa agama datangnya dari suatu perioderisasi kebudayaan manusia... hehee
    btw makalah yang bagus...

    ReplyDelete