12/15/2015

Berkumis, berjambang, berjakun dan dipanggil "neng"

Melanjutkan apa yang telah gue tulis di post sebelumnya, kali ini gue akan bercerita tentang apa yang telah terjadi pada hari Sabtu, 12 Desember 2015. Niatnya ini akan ditulis besoknya tanggal 13, namun sayang saat proses pengetikan, perasaan dalam hati tak tertahankan, meminta didahulukan untuk dituangkan. Jadilah saat itu tidak menceritakan pengalaman, tapi malah menceritakan gebetan.*Baper mode: ON*

Seperti yang gue tulis di post sebelumnya, hari sabtu saat itu cuaca Bandung tak seperti hari-hari biasanya. Cuaca sedang cerah, karena hujan telah selesai. Hujan datang lebih awal sabtu itu, mungkin dari pagi sudah hujan, apa dari siang, gue lupa lagi tepatnya hujan mulai jam berapa, karena pada jam-jam segitu gue masih terlelap dalam mimpi yang anehnya selalu terlupakan saat gue terbangun. Apa kamu juga? Apakah ini yang disebut amnesia? Ah kayanya bukan.

Singkat cerita, gue sudah melakukan persiapan untuk beraktivitas keluar ruangan. Makan udah (check), mandi udah (check), pake jaket udah (check), hanya tinggal ngeluarin motor aja. Gue pun langsung keluarin motor dari parkiran lalu langsung tancap gas (ngeluarin motor:check), tak lupa mampir dulu ke tukang bensin 2 tax untuk mengisi cairan motor gue. Kali aja motor gue kehausan, atau kali aja kurang ion, atau mineral tubuh lainnya mungkin. #adaAQUA?

Kenapa 2 tax? Karena gue mengalami traumatic psikis yang mendalam untuk berjudi mempertaruhkan isi tanki dengan jarak menuju pom mini (pom bensin maksudnya, biar berima aja). Kisah traumatic tersebut telah gue kupas tuntas di post sebelumnya yang berjudul: Kasih tak sampai karena PDKT tak santai!

Setelah tancap gas dari kostan, saat menempuh jarak sekitar 400 meteran dari awal keberangkatan, tukang bensin 2 tax pun akhirnya ditemukan. Tempat itu terlihat mencurigakan, mengingat tak ada orang yang menunggu dan menjaga botol-botol berisi cairan berwarna kuning tersebut, yang kata gue malah mirip cairin kencing gue sendiri kalo lagi dituangkan ke botol. Iya kadang-kadang kalau ada botol dikamar, gue suka ngencingin botol. Urinoid dadakan lah.
 kalau lagi males ke kamar mandi, botol air meniral juga jadi
Kamu yang cowok pasti bilang, “kok sama, gue suka ngencingin botol juga, aqua gelas malah.” Cess dulu dong “trek.
Kuning nya mengingatkan apa gitu


Gue lantas menepi di tempat bensin 2 tax yang mencurigakan tersebut , nengok kiri-kanan tetap tak ada siapa-siapa, sampai akhirnya ada seseorang yang nyamperin dari seberang jalan. Dia berwujud bapak-bapak, sekitar umur 42 kira-kira, mungkin sih itu juga. I guess

Penampakan si Bapak kira-kira seperti ini, wajahnya dihiasi kumis tebal, berkulit sawo matang dan rambutnya khas bapak-bapak aja. Entah gaya apa gue gak tau, yang pasti bukan morrysey, mohawk atau rockabily. Pokoknya rambut khas bapak-bapak aja udah. Sonny Tulung tau? Rambutnya sejenis itu lah kira-kira. Dengan baju polo-shirt dimasukan ke dalam celana bahan warna hitam, tak lupa dihiasi gesper formal. Penampakannya persis seperti bapak-bapak pada umumnya saat pergi ke jum’atan,

Iya gue suka banget jum’atan, makannya tau gituan. Solekh yah? Crowd menjawab  “Biasa aja woy, elu pan cowok.
Kaya gini, cuman berkumis
















Setelah si Sonny Tulung berkumis selesai nyebrangnya, lantas dia bertanya
Bade sabaraha leter sep?” *gue dipanggil kasep sama dia* Ah si bapak mah bisa aja.
Satu leter aja pak.” kata gue tersipu malu.

Kita berdua saat itu benar-benar bersinergi, si bapak ngambil botol dan saringan, diwaktu bersamaan gue membuka jok motor dan membukakan tutup tanki untuknya. Mungkin tanpa sadar kita telah bertelepati dalam pikiran, mungkin kita saling membaca gesture, atau mungkin kita telah saling mengerti satu sama lain. *Ciee saling mengerti*

Singkat cerita kegiatan reffil bahan bakar telah selesai, gue tutup tangki motor dan menutup jok dengan rapat sampai terdengar bunyi “klek”. Lalu gue membuka obrolan dengan bertanya.

Sabaraha pak?” tanya gue.
8.500 neng.” Jawab si bapak

Tunggu dulu, tunggu dulu. Sepertinya ada yang salah. Dia panggil gue apa........? Sekali lagi........? Neng.........? Hah....? Eneng...........? Tidaaaak!!!!

Dia panggil gue “neng” sodara-sodara. “NENG”

Gue pun langsung berlutut ke tanah (eh aspal). Lalu teriak sekencang-kencangnya dalam nada penyesalan “Apa salah hamba ya tuhan, mengapa engkau memberikan cobaan seperti ini?” *Seketika hujan deras, disertai petir bergemuruh, gue emosi dan melampiaskannya dengan nendang motor sampai terbang, sekarang jadilah gunung tangkuban motor*

Itu cuma imajinasi sih, nyatanya gue tidak sesakti itu. Lagipula cuaca saat itu hanya mendung saja tanpa ada satupun bulir hujan yang cukup berani untuk meninju tanah.

Hmmm sepertinya ada yang salah.

*Mari kita kaji*

Neng adalah sebuah kata (semua juga tau woy). Kata ini berarti suatu penghormatan, lebih tepatnya sih suatu panggilan. Panggilan ini ditujukan untuk satu jenis kelamin saja, yaitu perempuan atau kita sebut saja "women", dan gak semua women bisa dipanggil “neng”, hanya women yang masih anak-anak sampai remaja saja yang bisa dipanggil “neng”. Udah lewat fase remaja, women sunda kemudian dipanggil “teteh” atau “teh” aja. Kalau tuaan dikit dipanggil "eceu"

Secara etimologis kalau di bahasain “neng“ itu berarti “nona”, kalau diinggrisin berarti “miss”,  kalau di rusiain berarti “мисс” (read: miss), kalau di prancisin berarti “manquer”, kalau di spanyolin berarti “señorita”, kalau di cinain berarti"思念" (read: shinian), kalau dijepangin jadi "ミス" (read:misu), kalau di koreain jadi "아가씨" (read: agassi), kalau di uzbekin jadi "kechikmoq", kalau di arabin berarti “ملكة جمال” (read: malikat jamal).

Ribet eh orang arab, kayak cewek aja. cuman 4 huruf aja bisa dipanjang-panjangin jadi 2 kata. Mentang-mentang mereka panjang-panjang. Apanya?

Gue lantas menduga-duga apa yang membuat si bapak mengeluarkan kata jahanam tersebut, mungkin karena............................................ gue terlihat kayak cabe-cabean.
Tapi ini terasa janggal, tidak mungkin dia kira gue cabe-cabean, toh gue sendirian inih, gak bawa motor bonceng tiga. Lagipula lokasi isi bensin hanya jalanan perumahan biasa, bukan track balap liar.

Apa mungkin gara-gara lihat dada? Iya dada gue rata, apa mungkin karena dada gue rata kali yah sampe dia fikir gue adalah seorang cewek remaja? Kalau nenen gue gede kayaknya si bapak bakal manggil "Teteh" atau "Eceu" kayaknya. 

Apa dayaku wahai bapak kang isi bensin, aku hanya seorang pria biasa. Nenenku tak akan bisa tumbuh sebesar Kate Upton, Scarlet Johansson atau Pamela Anderson, paling banter juga segede Jessica Veranda (member JKT48 yang dadanya datar).

Hmmm sepertinya gedein dada leh ugha, kayak binaragawan maksudnya, biar bisa digerak-gerakin gitu, menjijikan juga sih membayangkan dada laki bergerak. "Toeng, toeng, toeng"

Rencana pembesaran akan dimulai dengan memakai mini set, mudah-mudahan ngegedean. Kemudian setelah itu memakai bh size 32 A, kemudian……….....………. *eh gak deng*

Kate upton
Jesica veranda. Menemukan perbedaannya?


















Hmmm, dipikir-pikir lagi sepertinya tak adil bila menilai si bapak begitu saja. Gue kemudian teringat quotes Pramoediya Ananta di buku Bumi Manusia

Seorang terpelajar tak boleh menduga-duga. Seorang terpelajar haruslah bisa berlaku adil. Adil harus ada sejak dalam pikiran, baru kemudian dilakukan dalam perbuatan”. “Bukankah engkau seorang terpelajar Sinyo? Berlakulah adil sejak dalam pikiran selayaknya seorang terpelajar”

Ucapan tokoh Jean Marais dalam buku itu benar-benar membuatku malu telah memandang sesuatu dari satu sisi saja. Maafkan aku bapak kang isi bensin, aku telah berlaku tidak adil terhadapmu. Aku akan mengkaji ulang dan sebisa mungkin akan berlaku adil sejak dalam pikiran, baru kemudian dalam perbuatan.

*kaji ulang*

Mari kita kaji ulang, “eneng” bisa aja bukan berarti nona. Bisa aja maksud si bapak beda, cuman gue aja yang terlalu sotoy menyimpulkannya. Gak open minded banget sih aing, kayak bukan orang terpelajar aja, padahal bentar lagi sarjana.

Setelah mengingat-ngingat adegan basa (vocabulary dalam Sunda), gue menemukan arti yang lain dari kata “Neng” ini. Eureka! 

Kata “neng” atau “eneng” adalah sebuah panggilan untuk kebo yang masih kecil, atau biasa kita sebut “anak kebo”. Voila! Tapi gak mungkin juga ah si bapak ngira gue keterunan kebo, meskipun gue sukanya tidur kaya kebo sih, tapi itu hanya perilaku saja. Secara fisiologi, anatomi, jumlah kromosom apalagi DNA, gue sama kebo beda.

Daripada kebo, gue membayangkan diri gue ini kayak koala. Semakin gue doyan tidur malah  meningkatkan keimutan. FYI, gue sama koala sama-sama berwajah gemesin. *cubedh cubedh* "Sini mana pipinya!" kemudian dicubit teteh-teteh. Oh I miss

Tapi koala hanya ada di benua tetangga Australia, di Indonesia gak ada. Jadi mustahil akan ada satu kata dalam bahasa sunda yang dapat mewakili mahluk males tersebut. Palingan dengan kata resapan, itu juga biasanya sama dengan kata dari negara asalnya. Which mean bahasa sunda nya "koala" yah "koala" juga. Iya gak sih?  Fix “eneng” berarti “anak kebo” aja.

Jangan-jangan si bapak tau potensi gue yang sesungguhnya, jangan-jangan gue itu adalah reinkarnasi Hell Boy yang dikirim dari neraka menunggu dibangkitkan untuk menumpas kejahatan di dunia, atau gue adalah reinkarnasi kakak nya cu pat kay bernama Gu Moong untuk bisa menghalangi jalan tong sangcong ke barat dan mengalihkannya ke utara, supaya tong sang cong and friend jadi Hipotermia.

Gu Moong




















Bisa jadi bisa jadi, sepertinya ini adalah dugaan terbaik sejauh ini. Gue lantas cek pitak kepala gue di arah 36,7 derajat di sebelah kanan kepala.

Tapiiii setelah gue cek bagian atas kepala dengan dielus-ulus sendiri. Iya sendiri, tanpa ada kamu yang ngelusin. Jadi rindu dielusin kamu! Oh tuhan aku rindu. 

Setelah kegiatan ngelus-ngelus kepala sendiri selesai, gak ada pertanda tuh akan tumbuh tanduk di pala. Gue kira awalnya dari bagian pitak kepala gue akan keluar tanduk, tapi sampai sekarang cuman gini-aja aja. Pitak pala ini hanya memberikan efek gue males dibotakin aja. Takut pala gue dimasukin koin gopean gara-gara pitaknya disangka lobang celengan.

Oke, sepertinya gue harus membatalkan rencana menjadi pelindung bumi atau menghambat Tong Sang Cong and friend. Karena nyatanya tanduk di pala gue sampai berita ini diturunkan belum kunjung tumbuh juga.

Sepertinya gue terlalu mengandalkan ilmu linguistik dalam menduga-duga, mungkin saja problema ini hanya bisa diselesaikan dengan multidisipliner. Mungkin sebaiknya gue mengkajinya dengan ilmu sosial yang lain.

Geografi

Setelah dipikir-pikir lagi, lagipula ini daerah kota, yang dimana gedung dan aspal sudah memenuhi mayoritas lahannya. Tanah serapan air hujan apalagi sawah dan kebun sudah jarang ditemukan. Mungkin saja si bapak tak pernah tau wujud kebo seperti apa, hanya tau lewat gambar atau video saja. Ataupun kalau dia beneran tau wujud kebo, bisa saja dia tak tahu kalau anak kebo dipanggil apa. Bisa aja dia manggil anak kebo bukan menggunakan kata “eneng” untuk mewakilinya. Bisa aja dia menyebutnya “anak kebo” aja. Entahlah, semakin dipikirkan malah terasa semakin jauh dari jawaban. Coba ilmu lain.

Antropologi

Apa mungkin si Sonny Tulung berkumis bukan orang Sunda totok, dia hanya pendatang dari daerah lain. Atau bisa saja dia berdarah campuran mirip harmoine granger. Mungkin dia hanya seorang mugle biasa yang kebanyakan tak tau soal budaya di tempat tingal barunya. Eneng mungkin punya makna berbeda di daerah asalnya. Mungkin saja di daerah asalnya “eneng” adalah sebuah kata untuk mewakili pria tampan. Entahlah, sepertinya tak ada jawaban pasti kalau hanya menduga-duga, gue lebih baik mencoba mengintrospeksi diri saja.

Apa mungkin gue terlihat kurang laki?

Hmmm tidak mungkin, soalnya kumis di atas bibir gue biarkan tumbuh dengan beringas, jambang juga diantepin aja, jakun juga udah segede buah khuldi (gak tau sih buah khuldi segede apa), dada gue juga rata. Laki banget kan?

Otot juga udah berontak mau keluar dari kulit, saking pertumbuhan otot lebih cepat daripada percepatan luas kulit. *Ga deng, badan gue kerontang sebenernya* Kering bagai kemarau.

Walaupun sudah berkumis cukup tebal, gara-gara si bapak gue menyimpulkan bahwa: “Gue masih kurang laki”, gue harus tumbuhin kumis ini sebapang Adam Suseno, atau membuat kumis ini tetep pendek tapi dengan luas diseluruh permukaan wajah , kayak Adam Levine lah. Apa mungkin dicukurin aja semua biar kaya Cara de Levine. Apa sih? (kata gue muka si Cara mirip cowok, malahan feminiman Denna Akhmad)

Oke, gue harus membeli penumbuh kumis di OL shop, firdaus oil 2 liter sama wak doyok 5 liter. Sepertinya akan tumbuh cepat.

Setelah mengkonsumsi dengan rutin dan berkala, gue yakin kumis gue tumbuh lebih beringas dari ini. Seberingas kumis Arda Turan kalau bisa. Setelah memiliki janggut panjang, dan terlihat seperti Zeus gue akan menguasai dunia. Menjadi dewa di Bumi ini, pindah ke Yunani dan tinggal di gunung Olympus  nemenin Aphrodite. (Apa lagi sih)
Zeus berjanggut












Conclusion
Ini adalah artikel pertama yang ditulis secara “sok” absurd, tapi gue serius soal dipanggil eneng tersebut, gue juga serius ingin numbuhin kumis dan jambang lebih beringas dari ini. Btw setelah kegiatan isi bensin selesai, gue senyumin aja si bapak. Walau sebenernya mah ingin meluruskan apa yang telah menjadi kesalah-pahaman. Tapi tak gue lakukan karena kadangkala ada beberapa hal yang tak perlu dijelaskan, apalagi diluruskan. Biarlah tetap menjadi kesalahpahaman.

Gue hanya tersenyum lalu kemudian tancap gas enyah dari pandangan sonny tulung berkumis tsb.  "Bye kampret."

Nah nanti kalau udah berjambang, pastinya gue bakal bosen dong. nanti kalau udah bosen berpenampilan kayak Zeus, gue bakalan merubah bulu-bulu diwajah gue dengan sentuhan artistik. Pokonya ini bakal kayak seniman banget deh, dan gue jamin ini akan benar-benar menambah ke”laki”an gue. Kurang lebih kayak gini jadinya kumis gue ntar.

-

-

-

-

-

-

-

-

-
Artistik banget kan?





4 comments:

  1. Hahaha. Setelah baca dari awal sampe akhir, ada sekelibat bayangan dalam pikiran ane yang berwajah Gu Moong, berambut Sonny Tulung, berdada Kate Upton, dan berjanggut ala Zeus. Btw, apakah itu dirimu, bung? :v

    Salam kenal,
    http://penjajakata.com/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bertolak belakang sih sebenernya. Tubuh gue mulus banget jarang ada bulu, kaya manekin tau. Hahaa

      Delete
  2. Cobain gondrongin rambut deh bro xD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gajadi deh bro. Soalnya aliando, al-ghozali dan teuku rasya membuktikan bahwa untuk GANTENG GA BUTUH JAMBANG. Hahaa

      Delete