12/08/2015

Mimpi berubah seiring berlalunya waktu


Akhir-akhir ini cuaca selalu terlihat tampak pucat. Sudah satu bulan lamanya cuaca seperti ini terus berlangsung. Kadang dikala hujan sedang deras-derasnya, sesekali gue memandangi keluar jendela, berdiam sebentar sambil melihat bulir-bulir air yang jatuh tak karuan, kemudian syahdunya hujan membuatku teringat tentang sebuah impian. Impian lama yang kini sudah mulai terlupakan.

Gue langsung berpikir tentang filosofi hidup. Orang-orang mungkin berfikir bahwa rokok, gele dan psikotropika lainnya adalah hal yang paling bisa mendatangkan inspirasi dan membangun kreativitas, tapi buat gue hujan lah yang membuat otak ini berfungsi untuk mengingat masa lalu. Entah kenapa datang nya hujan sejalan dengan hadirnya ingatan masa lalu, mungkin banyak hal indah yang telah gue lewati di masa lalu bersama mantan hujan. Hujan membangkitkan kenangan tentang diri sendiri, keluarga, teman dan gebetan bahkan masa depan pun suka kepikiran seiring dengan hadirnya hujan.



Pada hujan hari ini, Senin 7 Desember 2015 gue bergegas mengambil laptop diruang tamu. Dan meletakkannya di atas paha, posisi tetap didekat jendela. Namun ketika gue sedang menghadap di layar, selalu saja begini. Kenangan-kenangan yang berada di sekelibat pikiran tadi, entah kenapa, sulit sekali dituangkan kedalam sebuah postingan. Tetapi gue yakin, pasti banyak orang  hebat pernah merasakan juga hal yang sama; Stuck.

Dan seperti biasanya, ketika kejadian itu menghampiri, gue biasa melakukan ritual ‘Rock n’ Roll’.
Menyelipkan sebatang rokok ke bibir, mengambil pemantik di saku celana, lalu menyalakannya.

Seketika ide  pun muncul dengan beringas.

Mengingat masa lalu. Rifal Nurkholiq adalah, seorang yang dahulu tidak menyukai hal-hal yang berkaitan dengan masa depan. Entah kenapa berfikir tentang masa depan membuat gue takut untuk menjalani hidup dengan santai. Mungkin gue adalah salah satu orang yang memiliki Chronophobia (berlalunya waktu), Atychiphobia (kegagalan), atau Gerascophobia (tua). Entahlah, mungkin gue sedang dalam tahap yang hanya ingin live this moment aja
Mungkin inilah yang orang-orang sebut sebagai zona nyaman.

Saat kecil dulu bila ada orang lebih tua bertanya-tanya tentang cita-cita, gue dengan gagahnya bilang ingin jadi dokter, pilot, insinyur atau ilmuan (saat itu gue belum tahu insinyur itu kerjaan nya ngebuat bangunan). Terdengar kepedean memang, tapi percayalah kawan-kawan dahulu kala gue salalu masuk 3 besar saat SD, mengkin inilah yang dinamakan jenius sejak kecil. Namun sayang kejayaan masa SD haruslah berakhir, walau pelajaran SMP sebenarnya gampang dimengerti, tapi aljabar dan istilah latin merubah segalanya. Saat itu cita-cita menjadi insinyur gugur dengan naas nya karena gue gak mau lihat kombinasi huruf dan angka disatukan dengan tanda sigma. Oh tuhan mengapa Issac Newton bisa sedangkan aku tidak. Argh 

Beranjak SMA keadaan pun tak kunjung membaik, pelajaran favorit saat SMP pun terlihat menjadi sulit ditandingi oleh otaku ini. Cita-cita menjadi ilmuan, dan dokter pun jadi cita-cita selanjutnya yang berguguran. Saat SMA dulu otak gue isinya cuma ada hal-hal gila cenderung negatif. Yang saat itu (sekitar 2008-2011an), dianggap keren oleh gue sendiri sebagai orang yang menilai tingkat  kekerenan terhadap orang-orang lain didunia. Memang. Di zaman gue, sesuatu hal negatif menjadi tolak ukur kemachoan seorang lelaki. 

Tujuannya hanya satu, hanya pengen jadi bandel aja. Toh memang cowok sedari kecil dilahirkan menjadi bebal. Dulu waktu kecil, orang tua gue mewanti-wanti jangan coba naik pohon depan rumah, nanti jatuh. Apakah gue nurut? Enggak. Gue dkk pun menaiki pohon dengan beringas dan benar saja, ujungnya jatuh. Menyerah? Tidak. gue mencoba naik lagi kedua kali, lalu jatuh lagi. Begitu terus ampe beranjak remaja, dan mulai tumbuh bulu dimana-mana.

Bukan karena kami para cowok gak percaya orang tua, sebenarnya karena kamu harus membuktikan sendiri apa yang diwanti-wanti. Bukan kah pengetahuan diambil dari pengalaman, dan semakin banyak pengalaman berbanding lurus dengan semakin banyak kesalahan. Dengan kata lain banyak melakukan kesalahan sejalan dengan bertambahnya pengetahuan (ilmu). Itulah logika yang selama ini gue pegang teguh.
Meskipun begitu, sampai detik ini, gue masih memegang  prinsip, ‘Bandel boleh, bego jangan.’

Dan sampai suatu saat, gue menyadari satu hal. Kebandelan yang gue lakukan rasanya tidak balance sehingga menjurus pada suatu pembodohan. Kalau terlalu berlebihan begini, justru lama-lama gue bisa jadi ‘gila’ benaran. Ya, buat apa hidup di dunia fana ini, bila yang sering gue lakukan hanya kesalahan-kesalahan itu mulu. Mungkin saja, gue akan berakhir dengan predikat manusia kebosanan. atau manusia tanpa tujuan. Kasihan

Tak mau itu terjadi, akhirnya gue mencari hal bisa membuat hidup ini menjadi lebih baik. Yap, masuk universitas negeri adalah jawaban yang paling logis untuk dapat berhasil walau dengan otak yang masa jayanya telah kadaluarsa ini. Gue pun saat lulus berniat masuk UNPAD jurusan hukum, sama UPI sebagai pilihan kedua. Jurusannya apa yah gue lupa, oh Pendidikan IPS (jurusan gue sekarang) saat itu gue asal klik sebetulnya,karena memang gue begitu yakin orang berkualitas seperti gue punya peluang menjadi apapun dan berhasil di career apapun."Lah jangankan UNPAD, UI atau UGM pun bakal nerima gue, cuman sayang kejauhan aja,"

Ternyata gue salah, perasaan gue ke UNPAD hanya bertepuk sebelah tangan, UPI malahan yang dengan baik hati mau menerima gue yang cuma segini adanya sebagai mahasiswanya. Cita-cita saat kecil pun sudah tak bisa lagi diharapkan, satu-satunya yang tersisa hanyalah menjadi pilot. Namun sayangnya pas gue SMA, banyak kejadian Lion Air dan Adam Air yang jatuh meninggalkan banyak korban jiwa. Ditambah Sukhoi yang nabrak gunung salak, semakin menguatkan gue bahwa menjadi pilot adalah pekerjaan yang mengorbankan nyawa. Oh tuhan aku belum siap untuk mengambil resiko meninggal tiba-tiba menabrak buah salak segede gunung.

Hmmm sepertinya profesi sebagai guru terlihat leh ugha. 

Iya guru, profesi yang selalu kalian sebagai murid selalu di ceng-cengin. Profesi yang kalo lagi jelasin, selalu kalian gak perhatiin. Profesi yang selalu kalian sepelekan.
Walau demikian profesi ini amat berperan penting terhadap kehidupan.
Tau gak kenapa pas kita sekolah, ngobrol (cewe:gosip) saat guru nerangin lebih seru dibanding ngobrol biasa? Mengapa makan dikelas pas ada guru lebih enak daripada pas makan dijam istirahat? Mengapa  mainin hp saat guru bicara lebih asyik daripada saat sendiri gak ada siapa-siapa? Atau saat lama-lamain permisi misalnya?

Hmmm sepertinya masih menjadi misteri sampai sekarang, apa hanya perasaanku saja?

Jadi gue menyimpulkan, jadi guru bukan hanya berbagi ilmu soal pelajaran. Tapi juga memberikan pengalaman bagi siswa bagaimana serunya melakukan sesuatu secara diam-diam. Bagaimana asyiknya makan dikelas sembunyi-sembunyi biar gak ketahuan, bagaimana tegangnya saat harus sms panjang lebar saat bertengkar sama pacar sedangkan mata harus tetap memandang kedepan. Untung pada masa itu tombol qwerty belum terlalu mainstream seperti sekarang, gadget jaman dulu, huruf diketik oleh angka 2-9, tanda baca angka 1 dan spasi angka 0. SMS sambil merem juga gua sanggup.

Kesimpulannya, karena guru jua masa sekolah menjadi terasa menyenangkan.

Alasan lain kenapa gue mau kuliah di UPI salah satunya adalah karena masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan dan paling penuh kenangan. Mungkin dengan melihat murid-murid gue nanti, gue bisa membayangkan bagaimana Rifal muda menikmati kehidupan. Oh tuhan, masa-masa itu sungguh penuh kenangan.

Ok fix, jadi guru adalah cita-cita gue sekarang. Moga aja besok-besok gak berubah lagi kayak cita-cita lainnya yang telah berguguran.
Selain ilmu pengetahuan, gue akan mengajarkan murid-murid tentang komunikasi, toleransi dan penetrasi  persepsi. Im so excited.

Oh iya hari ini anak sekolah mulai UAS yah, selamat mengerjakan soal-soal yah dedek-dedek. Udah gausah serius amat nape, ada remedial ini. Bye.

Foto SMA pelajaran Fisika. Guruku yang namanya lupa lagi siapa, pelajaranmu membuatku lebih bego dari biasanya.


No comments:

Post a Comment