12/13/2015

Kasih tak sampai, karena PDKT yang tak santai

Hari Sabtu, 12 Desember 2015 cuaca di Bandung tidak seperti biasanya yang hujan deras. Hari itu hujan datang lebih awal dari biasanya, sekitar jam 11 siang sudah hujan deras, berkat itu waktu-waktu sesudahnya cuaca berubah menjadi cerah. Berhubung sore itu cuaca bisa dibilang sedang bersahabat, gue pun berniat untuk sekali-kali berkunjung ke kota sebelah. Membayar hutangku, untuk mengobati kerinduan mereka, teman-teman lama yang jarang berjumpa. Sebelum mereka terlupakan dalam pikiran, karena tak pernah ada pertemuan.

Gue pun bergegas going outside menaiki motor kesayangan, lalu menancap gas dengan beringas, saat itu jarum indikator bensin motor gue berada sangat dekat dengan huruf E warna merah. Gue pun berangkat ke tukang bensin 2 tax untuk sedikit menaikan jarum indikatornye ke huruf F (which mean Full).

Kenapa gue lebih memilih tukang bensin dua tax dibandingkan ngisi di pom bensin biasa yang dikelola pertamina? Karena pernah ada satu kejadian traumatik yang terjadi karena gue terlalu egois memilih pertamina, tanpa mempedulikan sisa bensin yang tak cukup untuk kesananya.

Gue ingat betul, kisah traumatik tersebut terjadi pada tanggal 31 Desember 2014, siangnya sebelum pergantian tahun ke 2015. Masa-masa itu adalah subuah fase pendekatan untuk mendapatkan cewek impian. Sebut saja cewek itu bernama Nadia (nama samaran). Sebelum bercerita tentang kronologis di akhir 2014. Gue awali dulu kisah ini dari pertemuan pertama di bulan sebelumnya.

Pertemuan pertama kita di bulan Novemeber 2014, diawali dengan gue maen ke kostannya, menyusuri jalanan bandung berdua kemudian makan bersama di sekitaran jalan gegerkalong girang. Ohhhh Aaai Missss 

First Impression
Fase PDKT berlangsung sebagaimana mana mestinya,. Gue merasa sudah membangun first impression dengan sempurna, karena yang penting dalam first impression adalah saling mengenal, membangun keakraban, dan membunuh kecanggungan. Dan gue berhasil, tak ada lagi canggung dalam first impression kita, Nadia bercerita semuanya, baik tentang masa lalunya, masalah hidupnya dan apa yang menjadi impiannya. Gue pun sama, dan itu membuat kita merasa lebih dekat dan saling mengerti dengan keterbukaan satu sama lain.

Waktu berjalan terlalu cepat saat itu, tak terasa jam sudah menunjukan pukul 11 melam, perbincangan di tempat makan pun diakhiri dengan gue mengantarkannya pulang. Tak lupa bersikap sok ksatria dengan memakaikan jaket gue ke  Nadia. Memang kegedean untuk badannya, tapi berhasil membuatnya nyaman dalam kehangatan. 

Malam itu sekaligus menjadi malam pertama Nadia memeluk gue dari jok belakang. Walau awalnya malu-malu, makin lama pelukannya makin erat juga.

Saat itu walau tanpa jaketpun, jalanan dingin bandung sepertinya terasa sedikit lebih hangat dari biasanya. Mungkin karena pelukan Nadia, atau mungkin karena Pemanasan Global aja? Entahlah.

Gue megembalikan Nadia ke kostannya dengan keadaan utuh, tanpa organ yang hilang. Hanya hatinya yang gue pinjem bentar, dan hati gue yang berhasil dia curi. Hmm sepertinya kita melakukan trading barter.



Njut

Second impression, 
Bila di first impression merubah kecanggungan menjadi keakraban, di second impression cowok harus membuat keakraban berubah menjadi kebutuhan. Cowok harus membuat keberadaan kita di dunia benar-benar menjadi candu untuk wanita. Beruntungnya untuk gue, tak perlu lama Nadia membutuhkan bantuan dari gue. Dia nggak nyaman sama kostannya sekarang, dan dia pengen dicariin kostan sekitaran kostan gue supaya katanya  ada yang jagain. 

FYI, dia berniat pindah kostan karena Aa Aa atau Akang-akang yang menempati bangunan depan kostannya suka godain dia bila pulang kuliah, maklum Nadia adalah sosok cewek idaman, selain dia cantik, dia juga berpenampilan menarik. Ditambah dengan rambut  hitam sedikit pirang tanpa ditutupi dengan kerudung membuat perhatian dunia teralihkan pada sosoknya. Walau ada sedikit jerawat di wajahnya, tapi tak sanggup untuk menutupi kecantikannya.

*31 Desember 2014*
Kala itu semesta seolah melakukan konspirasi untuk memuluskan hubungan gue sama Nadia, beberapa hari setelahnya, tanpa gue nyari kostan buat Nadia dengan serius. Tanpa sengaja gue lewat ke bangunan baru-jadi berjarak sekitar 15 meteran dari kostan gue, yang dimana bangunan tersebut diperuntukan untuk dijadikan kostan. Dan yang paling penting, kostan ini dibuat untuk jadi kostan putri. Belum ada penghuninya memang. Tapi gpp, toh Nadia pindahnya berjamaah dengan teman-teman nya.

Tak butuh waktu lama, gue pun segera mengirim foto penampakan bangunan beserta no telepon empunya kostan ke Nadia. Nadia senang bukan kepalang, karena mungkin dia sangat ingin segera hijrah dari kostnya sekarang, atau mungkin ingin segera berada lebih dekat dengan gue biar bisa dijagain. Ekhm
Terdengar sotoy memang, tapi itulah rasanya jatuh cinta. Jatuh cinta membuat kita menjadi terlalu sering menduga-duga.

Nadia pun lantas minta dijemput cepat-cepat, gue pun dengan beringas mengambil helm dua lalu langsung tancap gas. Singkat cerita, gue dan nadia sudah berada di calon kostan barunya. Bangunan nya terdiri dari 3 lantai, semakin ke atas berbanding lurus dengan harga semakin murah, kita menyusuri tangga untuk melihat seluruh ruangan di kostan tersebut. Perjalan ke lantai 3 sangat melelahkan, ingin sekali gue bilang "Nadiaaa, Gendooong!" tapi gak jadi karena malu, kan gue cowok.

*kembali serius*
Setelah melihat seluruh ruangan dia suka terhadap tempatnya, dia suka terhadap fasilitasnya, dia suka terhadap harganya, dan gue yakin dia pasti suka sama gue. *PEDE mode: ON*

Hanya tinggal satu yang menjadi hambatan. Dia belum mendapat restu untuk pindah kostan. Karena memang walaupun kehidupan terasa bebas saat menjadi mahasiswa, namun tetap saja masih ada intervensi orang tua di dalamnya.

Oke fix dia suka kostannya, gue pun anterin dia pulang.

Dengan sebuah kehangatan pelukan dari jok belakang, seketika isi kepala gue pun hanya ada gue, nadia dan pelukan kita. Sayangnya pelukan tersebut membuat gue melupakan satu hal krusial, gue lupa kalau saat itu indikator bensin gue ada di huruf E menandakan bentar lagi abis.

Bencana pun benar-benar terjadi, motor gue abis bensin beneran. Yah, pelukan mesra pun menjadi terlepas, obrolan hangat berubah menjadi serentetan pertanyaan, keakraban berubah menjadi kecanggungan, dan wajah cemberut Nadia membuat gue tak tau apa yang harus dilakukan. Yap saat itu gue benar-benar mati gaya.


Semesta kala itu seolah berbalik melakukan konspirasi untuk menghambat hubungan kita. Karena sejauh mata memandang, sejauh kaki melangkah, sejauh motor didorong, dan berkali-kali mulut ini melawan malu untuk bertanya. Tempat isi bensin belum kunjung untuk ditemukan. Hanya satu petunjuk dari seorang abang-abang, yang menunjukan jalan tercepat menuju pom bensin terdekat. Itu pun lumayan jauh, walau hanya jalan turunan yang ditempuh. 

Kita pun hanya saling terdiam, diiringi kaki yang semakin lelah melangkah dan disertai hujan gerimis yang membuat suasana tak lagi manis. Oh keadaan ini benar-benar menyiksa.

Seperempat jam kemudian, tukang bensin 2 tax berhasil ditemukan, dan dengan selahan berkali-kali mesin motor gue bisa dinyalakan.

Keadaan tangki bensin berhasil dikembailkan, namun sayangnya tak lagi mengembalikan pelukan dari jok belakang, tak lagi mengambalikan keakraban, dan tak lagi ada ekspresi wajah kebahagian. Gue dan Nadia menyusuri jalanan Bandung dengan diam, tanpa ada yang ingin dibicarakan. Karena kita tahu, kita berdua terjebak dalam suasana saling ketidak enakan (cangung).

Setelah mengantarkan Nadia ke kostan, beserta hatinya yang kemarin gue curi dan sekarang terpaksa harus dikembalikan. Kita saling pamit dengan "asalamualikum!", dan "walaikumsalam!". Hanya pamitan biasa, untuk pamit dengan teman biasa, tanpa disertai kalimat gombalan, ramalan khas Dilan apalagi ciuman manis di tangan. Oke gue akui, gue telah fail dalam membangun second impression kali ini.

Berhubung gue orang nya suka menduga-duga, kalau bahasa kerennya "Sotoy". Gue menduga apa yang ada diisi kepala Nadia saat kita berdua menyusuri jalanan Bandung dalam diam adalah seperti ini.

"Ngurusin motor yang tiap hari dipake aja gabisa, apalagi ngurusin aku, apalagi ngurusin hubungan kita, belum lagi mempertahankannya, belum lagi memperjuangkan restu". "Kamu menarik fal, tapi sayang belum cukup bisa diandalkan."

Itulah isi kepala Nadia kira-kira. Mungkin.

Kamunikasi kita berakhir dengan ucapan "Selamat tahun baru" diakhiri kalimat saling mendoakan di aplikasi LINE. Gue mengawali 2015, tanpa ada Nadia dan tanpa ada pelukan lagi darinya di jok belakang.

Sampai sekarang, sudah hampir satu tahun berselang dari waktu itu, sudah tidak ada lagi pertemuan. Gue hanya pernah sekali mengucap "Apa kabar?" dalam messenger apps tanpa pertemuan.  Untuk pengobat rindu, terasa lumayan.

"Nadia, kamu adalah kasih yang tak sampai, karena PDKT ku yang tak Santai"


Andai saja saat itu aku bisa sedikit lebih santai, prioritaskan isi bensin dulu sebelum ke kostan kamu. Mungkin bencana ini tak akan terjadi. Toh dari tempatku ke tempatmu, aku melewati sebuah pom bensin dulu. Itu yang deket boma. Semoga kamu tidak membaca postku kali ini, aku sungguh malu telah menjadi seorang pecundang untukmu.

Conclusion
Agak bingung sih bikin konklusi di post kali ini, karena sudah terlalu melenceng dari tujuan penulisan. Postingan kali ini, berasa terlalu nostalgia tentang percintaan. Malah melupakan tujuan utama untuk menceritakan pengalaman sama kang isi bensin. Maaf sebelumnya, mungkin karena saat mengetik, penulis terlalu terbawa perasaan.

Point is, "periksalah selalu keadaan kendaraanmu. Karena bisa jadi kegiatan yang telah matang direncangan, akan terhampat karena kurang ketelitian dalam hal sepele." Misal: isi bensin, cek busi, cek angin, cek karbu atau apalah yang kira-kira bisa jadi masalah.

P.S: Berhubung beberapa teman Messenger Apps ada yang bertanya "Apakah ini kisah nyata atau ngga?", gue tekankan "Ini benar-benar nyata, waktu dan tempa sama, kecuali nama."
F.Y.I: Saat itu gue menghabiskan malam tahun baru tak seperti biasanya. Gue menghabiskan malam itu dengan teman-teman saja. Iya mereka jomblo juga. Hingga akhirnya terbesit juga kalimat "Yeuh, Gocap pertama!" IYKWIM.
Gue menghabiskan detik pergantian tahun di kampus Bumi Siliwangi tercinta, sedikit sempoyongan memang, tapi untungnya tak ada kejadian memalukan disana.

4 comments:

  1. Replies
    1. lumayan sih, tapi buat pengalaman supaya lebih teliti. leh ugha

      Delete
  2. Sedih ceritanya, harusnya second impressionnya diperpanjang... jangan diantar pulang dulu, buat moodnya balik dulu baru diantar pulang...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener, harusnya dulu gue culik dulu tuh anak. Gue saat itu terbawa suasana, pengen mengakhiri suasana canggungnya makannya buruburu diaterin. Coba yah lebih berani, jangan kalah sama suasana. Yah nasi sudah jadi bubur, bubur sudah dimakan bebek

      Delete