1/26/2016

Ekhm. Sorry! Sarjana


Hello good people. Gue mau cerita nih, jadi tadi siang itu gue sidang skripsi. Dan hasilnya..........Lulus! Horee! Tanpa ada revisian lagi. Gokil gak tuh.

Karenanya, postingan kali ini akan bahas sarjana-sarjanaan. Maaf yah bagi yang belum lulus, ini tak berniat menyinggung kalian kok. Cuma lagi pengen "sombong aja." *Nah loh?

Mulai bercerita..............

Jadi di kampus gue, sekarang terdapat sistem strata sosial baru. Para mahasiswa tingkat lima lagi heboh ngekotak-kotakin strata sosial teman-teman seangkatannya. Jadi, mahasiswa di kampus, lagi suka memilah-milah orang berdasarkan ke'sarjanaan'nya. Layaknya Tuhan, mereka  berani ber playing god menggolongkan derajat mahasiswa lainnya.

Sistem strata sosial ini, membagi mahasiswa tingkat lima kedalam lima tingkatan.

Derajat tertinggi, dipegang oleh Sarjana, mereka yang udah sidang bulan Juni, Agustus dan Oktober 2015 (udah wisuda), beruntungnya golongan ini udah jarang ditemui di kampus. Di bawahnya, ada mahasiswa yang baru sidang dan tinggal nunggu wisuda, dan pendampingnya juga :( (golongan gue). Di derajat ke tiga, mahasiswa yang udah mendapatkan tanda tangan pembimbing dan tinggal menunggu tanggal sidang. Di derajat ke empat, adalah mahasiswa tingkat lima yang harus terus-terusan bikin revisian, karena skripsinya belum kunjung layak juga untuk di tanda tangani lembar pengesahannya.  *Biasanya dos pem nya Edan Eling*

Dan yang paling bawah banget, sebawah-bawahnya mahasiswa tingkat lima adalah mereka belum nyentuh skripsi, karena masih harus ngontrak mata kuliah semester bawah untuk memperbaiki IPK yang unfortunely masih dibawah 3, atau mereka yang belum memenuhi syarat minimum perolehan SKS. Keep struggle ya guys!


Biasanya, perbedaan derajat ini digunakan mahasiswa tingkat lima untuk saling ngeledek satu sama lain.


"Sorry, aing mau ke kantin dulu ya….. Sarjana," kata mereka yang udah pada lulus. Padahal pas di kantin mesennya nasi goreng bungkus plastik yang lima rebuan, atau bahkan hanya bala-bala/gehu, itu tuh gorengan yang harganya dua rebu dapet tilu (tiga). Biasanya mahasiswa yang belum lulus bakal ngebales, "Sorry juga ya. Kampus tempatnya mahasiswa, bukan pengangguran. Huss! Huss!". 

Padahal sebenernya kampus gue isinya gak semuanya mahasiswa, ada juga kok masyarakat biasa, anak sekolahan atau orang-orang yang hanya ingin "main aja." Golongan orang yang ke kampus cuma ingin lihat museum pendidikan sama mojang bandungnya aja, itung-itung liburan sama cuci mata sekalian.
Tempat wisata baru di Bandung. Katanya.........

Gue sendiri adalah mahasiswa tingkat lima yang ingin cepat-cepat sarjana. Karena menjadi sarjana akan membuat gue akhirnyaa punya kewenangan untuk mengucapkan "Sorry! Sarjana." dengan parlente

Gue berencana menggunakan kalimat “Sorry, Sarjana” ini di setiap akan melakukan aktivitas apapun. Terutama kalau gue lagi dalam situasi ngobrol sama seseorang berstatus mahasiswa (belum lulus, lebih bagus).

Apapun topik pembicaraannya, gue akan menyambung-nyambungkannya dengan topik seputar sarjana-sarjaaan (topik soal toga, tempat jahit jas, setelan resmi, lowongan kerja, job fair, gaji,  UMR dll). 

Kemudian pura-pura lupa kalau lawan bicara belum lulus, misal dengan berkata “Eh lupa, malah ngomongin toga. Maneh kan belum sarjana yak. Maap maap,” dilanjutkan dengan obrolan kehidupan keseharian dan rencana masa depan, kemudian finish him dengan kalimat "Sorry! Sarjana.."

Hmmm rencananya mortal combat mateng juga. 

Untuk lebih jelasnya, gue berikan contoh obrolan yang nanti akan terjadi: 

Situasi 1
Lagi mager abis gadang baru bangun jam 11 siang. Gue keluar kamar, di ruang tengah ada orang.
Temen   : "Sia jam segini baru bangun?  Gustii, males pisan eh maneh"
Gue  : (jawab sambil ngulet-ngulet) "Iya nih, aing lagi dalam fase recovery abis skripsi. Kekampus juga gak ada urusan lagi. Ekhm... Sorry! Sarjana" (lebih epic ngomongnya sambil heuay/nguap)
Temen  : "Sombongnaaa sia:"

Situasi 2
Antri WC sekitar jam 8 pagi
Temen    : "tumben fal bangun pagi, arek kemana emang?"
Gue   : "Mau bikin SKCK sama kartu kuning, biasa…..  persyaratan pekerjaan. Ekhm....... Sorry! Sarjana"  (senyum tipis sambil tepok pundaknya)
Temen    : "Anjay" 


Situasi 3
Bertemu teman seangkatan dikampus
Temen     :  "Lagi ngapain dikampus? Bukannya maneh udah lulus?"
Gue          :  "Mau bikin SKL (surat keterangan lulus) euy, legalisir juga sekalian. Sorry! Sarjana. Eh ari maneh kapan nyusul?

----------------------------------------

Akhirnyaaaa………………….. 

Terimakasih semesta, engkau memberikanku anugerah untuk bisa bertanya "kapan nyusul?"



Setelah lebih dari satu semester harus berjibaku melakukan kewajiban ngelarin skripsi dengan susah payah dan berdarah-darah. Sekarang akhirnya gue mendapatkan hak yang sudah sepantasnya didapat. Hak untuk menggunakan pertanyaan paling jahanam di alam dunia dan paling keji di semesta raya, hak untuk bertanya.......... "kalau kamu, kapan nyusul?". Gue bilang ini jahanam soalnya gue tau banget rasanya ditanya "kapan nyusul?" Pedih siah bro. Asli teu bohong.



Dulu di masa megalitikum gue belum sarjana, saat bertemu teman seangkatan, mereka selalu bertanya pertanyaan jahanam ini, SELALU. Sepertinya "kapan nyusul?" adalah pertanyaan wajib para sarjana saat bertemu dengan teman seangkatan yang masih far far away dari wisuda. Mungkin mereka lagi pengen "sombong aja". Dasar manusia! tempatnya ria. 


Eh ga ketang, temen-temen aku mah pada baik-baik kok, juga berbudi luhur semua. Ga ada yang sombong kok. hehehe hehehe *cess dulu dong biar gak selek* kita pan Ce Es. Itu juga kalau kalian baca sih, kalau ngga. Dasar Jahanam!

Entah bagaimana dengan kamu, tapi kalau aku ditanya "kapan nyusul?" oleh mereka yang udah lulus, gue selalu jadi mati kutu dan bingung sendiri harus jawab apa. Jujur, pertanyaan ini terlalu sulit. Sepertinya guru zaman sekolah dulu lupa ngajarin materi ini deh. 


Bicara soal rasa, rasanya ditanya "kapan lulus?" tuh mungkin mirip-mirip sama cewek seumuran (20an) kalo ditanya “kapan nikah?". Kita sih pengennya cepat-cepat, sayang kita gak punya cukup kekuasaan untuk bisa menentukan sepenuhnya. Jadi tepatnya kapan? Gak tau. :-( Kan ironis.


Mencoba jadi open minded, gue pikir-pikir lagi dengan positive thinking. Mungkin sebenarnya niat mereka (para sarjana) itu baik, sama sekali tak terbesit niat mau sombong apalagi mau pamer dari mereka.

Mungkin sebenarnya mereka bertanya seperti itu, karena mereka "peduli aja" sama kita. Maybe they just care!

Salah satu bentuk kepedulian mereka adalah dengan bertanya............... "kapan nyusul?". Karena mereka tau, sudah tidak ada lagi kesempatan wisuda sama-sama, at least mereka masih punya kesempatan untuk bisa nganggur mencari kerja sama-sama, diterima di kantor yang sama, menggapai impian sama-sama dan menjadi sukses sama-sama. Uuuh so sweet.


Walaupun begitu, "Pertanyaan 'kapan nyusul?' kalian membuat panas kuping aing deuh". Sumpah!


--------------------------------------------



Dan sekarang................ dihitung semenjak hari ini.


Keadaan berbalik sodara-sodara. Sekarang adalah giliranku yang jadi subjek penanya. Inilah yang orang-orang hindu sebut sebagai karma anak muda. Hohohoho. 

Walaupun udah lulus, tapi gara-gara dapet hak yang luar biasa istimewa ini. Sekarang gue malah jadi makin semangat ke kampus.

Mulai besok gue akan kelilingin setiap fakultas di kampus, demi mencari teman seangkatan yang belum lulus (juga yang kenal). Kali aja ada beberapa dari mereka yang lagi bimbingan, atau nyari referensi di perpustakaan. Atau mungkin ada yang lagi "maen aja," ngeliat museum pendidikan. (Asa teu kudu, mahasiswa tingkat lima)



Dan setelah nemu satu orang, gue akan say "Hai, apa kabar?" lalu berbincang dan menjadi pendengar, mendengarkan 'pedih'nya perjalanan kehidupan mahasiswanya. Kemudian  gue akan menceritakan perjuangan dan keberhasilan mendapatkan gelar sarjana ini. Lalu cepet-cepet samber dengan pertanyaan "kapan lulus?" atau "kapan nyusul?". HAHA rasakan.



Biar gak selek, sebelum pamitan mencari korban selanjutnnya. Akhiri pembicaraan dengan kalimat motivasi. Misal "Semangat ya! pasti bisa kok ikut sidang bulan sekarang. Sing Yakin!"



Padahal dalem hati "Jiah, baru bab segitu mau sidang bulan sekarang? Ngimpi." Sing eling gera lur! 



Eh gak ketang, aku mah orangnya tulus kok kalo mendoakan. "Ayo semangat, kamu pasti bisa, biar kita wisuda bareng April nanti." Semangat yaaa! Hap hap!

Kapan yah?

Lanjut.................

Namun pada kenyataannya pasti selalu saja begini, ekspektasi selalu bertolak belakang dengan realita. Seperti Haji Muhidin yang tidak dihormati, seperti Adriana yang gagal balikan sama si Boy, seperti Joker yang kalah mulu padahal pinter, seperti Jenderal Zod yang katanya kuat tapi mati dengan cupu dan seperti Tim Evil nya Shaolin soccer yang kalah WO walau udah pake drugs dan jurus supranatural.

Sesuatu yang dilakukan dengan niat jahat pastilah akan berujung kegagalan, walau udah direncanakan dan di breakdown langkah-langkahnya. 

Untuk sejenak mungkin terlihat akan berhasil. namun pada akhirnya menemui kegagalan jua. Dunia sungguh tidak adil, semesta terlalu sering mendukung pihak protagonis.

Jadi gini yah good people, barusan sepulangnya sidang, gue gak sengaja sombong ke beberapa temen sekaligus. Gue terlibat obrolan 4-5 orang, mereka semua tingkat lima dan baru ada satu orang yang lagi nunggu sidang (derajat ke 3). Sisanya? Kasihan lah pokoknya. Bila dibandingkan gue, kehidupan mereka terlihat begitu “pedih” dan cukup layak untuk dikasihani (derajat ke 4 dan 5). Intinya saat itu gue adalah satu-satunya sarjana disana, sehingga gue adalah mahasiswa berderajat paling tinggi bila dibandingkan dengan mereka. (gue kan mahasiswa derajat 2). Tsaah.

Entah apa topik obrolan sebelumnya, tadi tanpa sengaja mulut ini mengeluarkan kalimat "Sorry, Sarjana." 

Lalu? Respon mereka? Bukannya ngasi selamat, tapi mereka merespon dengan begitu ketus. Seingat gue kayak gini:
Gue             : “blah blah blah blah blah, Sorry! Sarjana.”
Temen 1      : "Kenapa Sarjana teh gak kerja?"
Gue             : "Baru juga barusan sidangnya" '__'
Temen 2  :  "Traktiran nge Beer dong itung-itung merayakan kelulusan maneh!" 
Gue         :  "Gak punya duit euy, abis buat syarat-syarat sidang kemarin."
Temen 3     :  "Kenapa Sarjana teh gak punya uang?"
Gue           :   "Kan urang tadi bilang……." *lalu dipotong temen 3, gak sempat selesai bicara*
Temen 3 :  “Ongkoh sarjana tapi masih kere keneh, upgrade kehidupan dulu dong sebelum sarjana! Mending si A (temen 12), belum lulus tapi udah gak minta uang orang tua. Sarjana kurang prepare maneh mah fal"
Temen 2 : "Ah sarjana watir maneh mah, PAYAH!" (intonasi crowd nya Benteng Takeshi)
Temen 1,2,3 : "PAYAH! PAYAH! PAYAH!" (masih intonasi crowd nya Benteng Takeshi)
Peserta     : "Doakan aku yah!"
Penonton  : "Semangat! Kamu pasti bisa,"
*Kemudian pesertanya tijalikeuh lalu tikusruk*
Penonton   : "Yaaaah. PAYAH! PAYAH!"












Mereka bilang gue “payah!”.......
Cara ngomongannya juga gitu......
Begitu “kasar!”........
Juga “ketus!”.......
Terdengar begitu menyakitkan...........
Gak sanggup gue dengernya.........
Soalnya hati gue........
“HALUS!”.
Anjay terlalu menjijikan lebay juga deskripsinya, rasanya gak semenyakitkan itu sih sebenernya. Rasanya yah cuman “gendok” aja. Dikit. 

Amanat moral dari kejadian ini adalah: "Jangan ngebahas sarjana-sarjanaan ke mahasiswa tingkat lima yang belum lulus!" Perasaan mereka jadi terlalu sensitive pada masa-masa ini, masa dimana ada salah satu teman sesama tingkat lima lulus duluan. Mirip-mirip cewek PMS sepertinya. Anything becomes wrong di mata mereka.

Dari kejadian ini gue jadi sedikit kapok, mulai sekarang gue harus lebih cermat memilih lawan bicara saat ingin bersombong ria menggunakan kalimat “Sorry! Sarjana”. Menjadi bijak amat sangat diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan satu ini. We must being wise, biar gak ada yang pundung dan gak ada yang selek.

Kalau memang sudah tak tertahankan, ingin segera menyombongkan status ke’sarjana’an. Disisi lain teman kita adalah orang berwatak pundungan. Tips dari penulis, segeralah akhiri kalimat “Sorry, Sarjana” dengan kalimat permintaan maaf, mendoakan atau becaandaan. Misal “maaf-maaf kelepasan,” atau "kamu pasti bisa nyusul kok," atau "tinggal dikit lagi dong, udah nyampe BAB segitu mah," atau sorry gak maksud, atau “Oh iya lupa,” atau “Becandaaa!”, disertai ekspresi muka senyum kuda.
 
Sorry! Sarjana. hehe  Becandaa!!













Trust me, it works. Terbukti, belum ada temen yang pundung sejauh ini.




KESIMPULAN

Kesimpulan pada postingan kali ini ditulis untuk menjawab rumusan masalah yang dirumuskan pada BAB I. Sampel diambil dari populasi homogen dengan teknik Purposive Sampling. Data dianalisis mengunakan pengolahan data kuantitatif menggunakan Paired T Test dengan derajat kebebasan 30 dan taraf signifikansi 95%, Hasil uji hipotesis membuktikan bahwa Ho ditolak. Dapat ditarik kesimpulan bahwa status sarjana berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesombongan mahasiswa tingkat lima.

Skripsi banget kan? Iya dong, Sarjana………….

Jadi, kalau kamu adalah sarjana kemarin sore, mahasiswa nunggu sidang, lagi nunggu acc pembimbing atau tahun depan jadi sarjana. Berikut adalah tips tentang penggunaan "Sorry, Sarjana" yang baik dan benar sesuai pengalaman empiris penulis. Here is Rifal tips:

  1. Pastikan kalau kamu dalam situasi yang tepat. Misal situasi obrolan dua orang dimana lawan bicara kamu memiliki kehidupan yang lebih "kasihan" daripada kehidupan kamu. Ucapan “sorry! sarjana” akan membuat lawan bicara kamu tidak bisa berkata-kata, kemudian meratapi hidupnya yang sudah terlalu banyak diisi "kesia-siaan." 
  2. Jangan mengatakan "Sorry, Sarjana" dalam perkumpulan teman yang mayoritas belum lulus! Jika kamu memaksakan, kamu akan menjadi bahan ceng-cengan dari teman-temanmu, biasanya orang sepenanggungan akan bekerjasama untuk mengalahkan orang yang berbeda dari mereka. Kamu akan berakhir dengan perasaan "Gendok" 
  3. Gunakanlah "Sorry! Sarjana" dalam perkumpulan teman yang ada sarjana lainnya selain kamu, minimal dua orang. Hal ini akan membuat kesombongan kamu akan didukung oleh teman-teman yang udah sarjana juga. Mirip-mirip sama para orang berpacar menghina jomblo. Percayalah, bahwa mayoritas selamanya akan selalu menang. Yakini itu!                                 
  4. And the last but not least. Pastikan kehidupan kamu sudah cukup keren untuk jadi sarjana sombong. Keren disini semacam udah kerja, punya tabungan melimpah, atau dapat beasiswa S2. Dibandingkan opsi yang lain, ini adalah opsi tersulit dan paling jarang dipakai. Tips ini cocok dipakai untuk kamu yang sedang berada dalam situasi tips no 2. Situasi dimana lingkungan sekitar diisi oleh orang-orang yang telat take off, sehingga kamu jadi take off sendirian. Saat kamu sedang asyik menyombongkan diri, teman-teman kamu akan kehabisan kata-kata menyadari kenyataan bahwa kamu telah berada one, two, or twelve step ahead dari mereka. Kamu bisa dibilang adalah seorang sarjana mabrur nan sahih. Sangat afdol bagi kamu untuk bersombong ria berucap "Sorry! Sarjana".

Mungkin itu aja tips hari ini, stay tune on rifalnurkholiq.com dan nantikan Rifal tips selanjutnya.


Udahan dulu yah kesimpulannya, soalnya gue mau tidur juga. Besok ada job fair di Sabuga. Ekhm. Sorry! Sarjana...........

Ups, I did it again














13 comments:

  1. Replies
    1. Tidak papa, tiga tahun dari sekarang kamu juga akan sarjana. Kamu nanti akan tergoda berucap "Sorry! Sarjana." Lulusnya yang tepat waktu yah! Semangat! hahaa

      Delete
  2. Anjaaay... selamat ya bang! Btw... kapan kerja? *kaboor*

    ReplyDelete
  3. Kapan kerja yah. Maybe later, when the cash get low. Hahaa

    ReplyDelete
  4. ahahaha selamat Kak! Saya juga baru masuk semester dua. *sedih* XD XD nanti-nanti saya nyusul ya, hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih dek. Masih lama dong, santai aja. Masa-masa paling seru tau tingkat 2 tuh, masa mengeksplore kegiatan kampus.
      Satu lagi, pertanyaan "kapan kerja" lebih sulit daripada "kapan skripsi" sama "kapan nyusul". Jadi, santai ajaa!

      Delete
  5. Gue sih lagi masih menikmati masa-masa jadi anak sem 2..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jiah maba. Baru beres ngospek, semester depan ngospek maba 2016. Semester dimana sesenioritas harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Gue sih nyebutnya "Senpai Effect". Percayalah tahun ajaran depan akan banyak kontak dede gemesh di BBM/Line kamu,Percayalah

      Delete
  6. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  7. Waaaa.. ini judulnya bikin baper bangeeetttt... duh andai menuju sarjana itu semudah membalikkan telapak tangan..

    ReplyDelete
  8. wahaha ini artikel bagus banget, saya suka mas haha. sukses terus ya buat artikel" lainnya.
    mampir jg kesini Karya sastra siapa tau bisa jd inspirasi next postingan.

    ReplyDelete