cr-creepypasta.com & Star Kindler
translated by kevin
Sebuah buku catatan lusuh, aku bahkan tidak begitu yakin mengapa aku mengambilnya. tergeletak begitu saja di pinggir dermaga, seolah menatapku saat aku turun dari ferry. warna merah mencoloknya telah mulai memudar oleh air dan cahaya matahari ketika aku memungutnya dari tanah, setengah berfikir bahwa aku akan segera membuangnya. aku hanya tak nyaman melihat sampah berserak begitu saja, entah itu milikku atau bukan. saat aku berjalan menuju tempat pembuangan, kusadari selembar halaman jatuh dari dalamnya.
aku membaliknya, paragraf-paragraf penuh bertuliskan cakar ayam segera kulihat, awalnya ditulis dengan stabil dan rapi, tetapi lama kelamaan makin tidak teratur dan memuncak pada coretan yang mencerminkan sebuah teriakan. dua kata;
'Hentikan Aku'
aku kembali berjalan menuju kotak sampah, sedikit bingung. siapapun yang menggunakan buku ini terakhir kali mungkin akan mencarinya atau melakukan entah apa yang ia jabarkan dengan kata terakhir. aku berfikir sejenak, "hentikan aku ?" mungkinkah ia sedang berputus asa dan berniat bunuh diri ? atau mungkin sebuah tindakan mengerikan lainnya ? semua pertanyaan-pertanyaan tersebut membuatku begitu penasaran.
rintik hujan mulai membasahi rambutku, aku mendongak menatap langit yang mengelabu dan menghela nafas, aku telah berencana menghabiskan malam di Boston. tapi dengan cuaca seperti ini, pulang kembali ke Essex County sepertinya merupakan pilihan terakhir. lagipula aku punya sebuah buku untuk dibaca.
duapuluh menit kemudian sampailah aku pada rumah mungil sewaanku, kurebahkan diri diatas sofa dengan secangkir teh hangat dan selimut tebal membalut tubuhku yang sedikit menggigil. kubolak-balik halamannya dan mulai membaca..
'musik yang sungguh paling menggangguku' mulainya.
'musik aneh yang menggaung lembut diudara, tidak, itu terdengar sangat-sangat nyata. tak ada seorangpun yang mendengarnya selain diriku. lengkingan terompet menelanku. untaian senar yang dipetik nyaring. kemudian tabuhan genderang berdebum. mereka tidak bermain layaknya orkestra, semua terdengar sebagai satu. aku tidak - '
terdapat coretan-coretan lain setelahnya, aku membuka halaman berikutnya dan berhenti sesaat. kurasa aku mendengar sesuatu... semacam lantunan lagu atau sejenisnya. aku meletakkan buku ditanganku diatas meja dan beranjak menuju dapur hanya untuk memeriksa radioku yang tidak menyala. aku mengintip lewat jendela, langit telah semakin menghitam. rintik-rintik hujan berubah menjadi guyuran lebat, menderak jendela dan atap rumahku. aku senang karena memutuskan untuk tetap tinggal, aku tidak bisa membayangkan diriku terjebak di cuaca buruk seperti ini diluar sana.
aku duduk di sofa dan mulai membaca kembali..
'ia tidaklah penting. musik hanya sebuah gejala ! kau harus mengerti ! ini barulah permulaan !'
aku berbaring dan mengusap mataku, mulai meragukan pentingnya bacaanku ini. tapi aku tak punya hal lain yang lebih menarik untuk dilakukan.
'kau harus mewaspadaiNya, keadaan tak lagi nyaman setelah ini, aku menghentikan wanita itu dan kukira semua telah berakhir. tapi keadaan hanya semakin bertambah buruk. kini aku tahu, kini aku mengerti'
ada semacam sketsa di pinggir kertas, lingkaran besar dengan garis-garis berkelok di sekelilingnya. sulur mungkin ? dengan sebuah anak panah menunjuk kearahnya dan kalimat 'Dia Memanggil' tertulis dibawah yang tampak mulai mengabur.
Aku memperhatikan bagian tersebut dan lagi, lantunan musik aneh mengalun di batas pendengaranku, bunyi terompet... tapi lebih terdengar seperti biola.
aku bangkit dari dudukku dan melihat kesekitar, tak ada apapun di ruangan kecil ini selain TV dan DVD serta kursi kosong disebelahku. aku melirik buku dalam genggamanku dengan bimbang, kurasa isinya sedikit banyak mulai mempengaruhiku. mungkin sebaiknya aku berhenti membacanya.
aku menjatuhkannya kebawah dan tanpa sengaja membuka halaman yang lain, hurufnya kini lebih berantakan dan aku tahu aku telah sampai pada bagian terakhir.
'aku tak bisa berhenti sekarang, aku sungguh ingin tapi tak bisa. sama halnya dengan wanita itu. di sungai tengah malam 09-20-20**'
aku menyernyitkan dahi, itu tepat malam ini.
'Dia memanggil, Dia memanggil dan aku tak mampu berhenti'
beberapa halaman berikutnya kosong, sampai pada kata-kata terakhir...
'Hentikan Aku'
sebuah ketukan di pintu depanku membuatku sedikit melonjak kaget dari sofa, aku mengerjapkan mata, ketukan itu terdengar lagi dan semakin bertambah keras, membawaku kembali pada kenyataan. aku berjalan dan membuka pintu. seorang lelaki berpayung hitam besar berdiri di hadapanku, menatapku tajam tanpa berkedip.
"hello" dia bilang, dengan nada seramah mungkin dan hanya membuatku semakin was-was.
"apa benar kau Howard Phillips ?"
"ya... benar" jawabku, masih memegangi gagang pintu.
"siapa kau ?" aku takut aku sedikit berlaku tidak sopan, namun tampaknya pria ini tidak menghiraukannya.
"aku Professor Wilmarth dari Miskatonic University"
"Miska... apa ?" tanyaku ragu.
"itu tidak penting sekarang, kudengar kau menemukan sesuatu milikku dari dermaga, kau tahu, buku catatan kecil bersampul merah ? seorang pria dari dermaga melihatmu mengambilnya dan memberiku alamat rumahmu"
aku menghela nafas lega, itu mungkin August. ia salah satu temanku yang bekerja di dermaga.
"oh ya, aku tak sengaja menemukannya" jawabku.
"kau yang menulis kalimat-kalimat aneh disana ?"
"bukan" dia bilang. "tapi seorang... well seseorang yang ingin kutolong menulisnya, aku akan menggunakannya untuk menemukannya.."
"hanya ada sesuatu tentang musik, sungai, dan hal-hal aneh lain disana" kataku "aku tidak melihat sesuatu yang mungkin bisa membantu..."
"kau membacanya ?" dia bertanya. memandangku tajam.
"umm... ya, tapi aku tidak bermaksud.." jawabku sedikit gagap.
"baiklah aku akan mengambil bukunya agar kau bisa melanjutkan perjalanan"
"apa yang dia singgung mengenai sungai ?" tanyanya saat aku hendak berbalik. "beritahu aku"
aku menoleh, "tentang keinginan untuk menghentikan sesuatu tapi tak sanggup, atau entahlah...aku tidak mengerti"
"baiklah.." Professor menundukkan kepalanya untuk beberapa saat. kemudian mendongak kembali dengan sorot mata yang sedikit menyeramkan.
"aku takut jika pria yang hendak kutolong, Richard Derleth, akan mengakhiri hidupnya, aku tahu sungai yang dia bicarakan. dan kukira dia akan melakukannya disana malam ini"
aku menatapnya balik, itu adalah pemikiran awalku saat pertama kali buku catatan itu kutemukan.
"well... ayo kita panggil polisi" kubilang.
"tidak ada waktu !" sergahnya, menggenggam lenganku erat
"tolong bantu aku menemukan dan menghentikannya"
aku melihat wajahnya yang basah kuyup, dan untuk beberapa alasan pria dihadapanku ini membuatku merasa takut. aku melepaskan tangannya dan mengambil langkah mundur. aku terus mempertimbangkan permintaannya hingga akhirnya tiba pada sebuah keputusan, jika benar ada seseorang diluar sana yang ingin menenggelamkan diri, aku tak bisa membiarkan hal tersebut terjadi. terutama setelah membaca permohonannya untuk mendapat pertolongan.
aku bergegas kembali kedalam rumah dan membawa buku catatan itu turut bersamaku, hanya untuk berjaga-jaga jika ada petunjuk lain.
"ayo pergi" jawabku yakin sebelum menutup pintu dibelakangku rapat.
Hujan makin menderas saat Professor memacu mobilnya diatas jalur becek berlumpur yang belum pernah kulalui sebelumnya, beberapa kali dirinya hampir membuat kami tergelincir keluar dari jalur. aku melihat ekspresi diwajahnya yang tampak begitu khawatir, aku mengerti dia ingin menyelamatkan pria malang ini, namun entah mengapa dia terlihat terlalu berlebihan, bukan maksudku menyepelekan nyawa seseorang, tapi dari wajahnya, kau mungkin berfikir bahwa dia sedang mencoba mencegah sebuah peperangan.
Professor tiba-tiba menginjak pedal rem dan membuat tubuhku melonjak ke dasbor, walau dengan sabuk pengaman yang melekat.
"Astaga bung ! kau bisa membunuhku tadi !" kataku
dia tidak berkata apapun kecuali menunjuk kedepan. disana, dibekap oleh cahaya lampu sorot, seorang pria berdiri bergemetar kedinginan di tepi sungai. ia tidak menoleh saat kami turun dari mobil dan membanting pintunya tertutup. tetes hujan membasahiku saat aku melangkah menuju kearahnya.
ketika aku berjalan, aku menyadari bahwa semua hal disekitarku memantulkan sinar kehijauan, aku memicingkan mata dan mendongak keatas. tidak, aku tidak salah lihat. bahkan langitpun berwarna hijau, bukankah itu berarti pertanda badai akan segera tiba ? aku melihat kearah Professor, ia menghentikan langkahnya dan aku melakukan hal yang sama.
"Richard !" serunya. namun pria itu tak berbalik atau bahkan menoleh kebelakang sedikitpun.
"kami disini untuk menghentikanmu !"
Richard semakin bertingkah aneh, kupikir dia sedang menangis. sesaat kemudian sebuah pekikan nyaring menembus kegelapan dan bertambah keras, kusadari bahwa ia tidak menangis, tapi tertawa terbahak-bahak.
"kau terlambat" dia bilang. dengan suara berat yang diakhiri dengan tawa melengking tajam.
"aku adalah milikNya dan Dia akan terbebas malam ini"
"apa yang harus kita lakukan ?" tanyaku, sebelum aku sempat melakukan sesuatu, Professor Wilmarth mengangkat tangannya memberiku peringatan dan angin kencang tiba-tiba berhembus melewatiku tapi entah bagaimana melemparkan Professor jauh kebelakang.
"oh sial -" kubilang, bergegas menghampiri Professor yang tampak kesakitan.
ia berusaha meraih sesuatu dari dalam saku dan memberikannya padaku, sebuah pistol.
"hentikan dia" lirihnya
"hentikan dia sebelum ritualnya selesai, kau harus masuk kedalam lingkaran, aku tidak bisa melakukannya"
"kau gila" jawabku, menjatuhkan pistolnya ketanah dan mundur beberapa langkah menjauh darinya.
"ini gila, aku bahkan tidak tahu dimana kita sekarang" aku menolak dan menoleh kearah Richard.
degup jantungku seolah berhenti saat aku melihat pemandangan dihadapanku.
sungai yang kulihat sebelumnya telah menghilang, berubah menjadi samudera tanpa ujung dibawah formasi bintang-bintang aneh yang berpijar terang. Richard Darleth mengangkat tangannya tinggi keatas, bersenandung pujian-pujian yang tak dapat kumengerti, seakan mengalir keluar dari mulutnya dan semakin bertambah keras.
mataku tertuju pada lautan di depanku, lautan yang sungguh mustahil itu sendiri, dan melihat sebuah pusaran air ditengahnya, pusaran raksasa. riak-riak air terbentuk dan semakin membesar. nyanyian-nyanyian aneh yang dilantunkan Richard seakan menariknya untuk muncul. sesuatu yang teramat besar, sesuatu yang... aku tidak pernah membayangkan sebelumnya. tapi jauh didalam fikiranku, aku tidak boleh membiarkan makhluk apapun dibawah sana untuk timbul ke permukaan. sesuatu yang begitu buruk kurasa akan terjadi jika aku membiarkannya.
aku merunduk, mengambil pistol yang tergeletak diantara kedua kakiku. aku berlari mendekati Richard, aku semakin dekat... aku bisa merasakannya. musik yang menggaung lembut diudara, riuh genderang ditabuh, pekikan terompet yang menelanku, untaian senar melengking memekakan telinga... semua bermain sebagai satu, semakin nyaring dan nyaring saat aku mendekatiNya.
aku membidik dengan pistol ditanganku.
"bintang-bintang tidak sejajar" kata-kata yang tidak kumengerti terlontar dari bibirku.
"tetaplah tertidur di R'yleh"
aku menarik pelatuknya dan suara letusan segera menggema dalam derasnya rintik hujan. Richard Darleth menjerit untuk beberapa saat sebelum akhirnya jatuh tercebur kedalam air dan perlahan menghilang.
aku melemparkan pistolku dan terduduk dengan gemetar, musik itu masih mengiang di telingaku. aku merasakan sentuhan di pundak. Proffesor Wilmarth kini berdiri disampingku, ia tampak lega sekaligus muram.
"kau berhasil" dia bilang.
aku menarik nafas dan bangkit berdiri, lautan luas di depanku telah menghilang. hanya sungai yang mengalir tenang. aku melihat kesekitar, tak ada tanda-tanda dari Richard Darleth.
"dimana dia ?" tanyaku.
"apa dia tenggelam kedalam sungai ?"
Professor menggeleng lemah.
"tidak" jawabnya.
"kita tak akan pernah menemukan tubuh Richard Darleth"
kini aku merasa sedikit pusing dan mulai kehilangan keseimbangan.
"jika saja musik ini berhenti..." gumamku mencengkram kepalaku yang berdenyut.
"rasanya semakin bertambah buruk saja..."
aku berhenti sejenak, aku menekan dadaku dan nafasku terasa sesak.
"oh.. apa yang terjadi ? apa yang terjadi ? aku -Ph'nglui mglw' nafh Cthulhu R'yleh wgah' nagl fhtaghn"
aku menutup mulutku dengan tangan.
Professor menggenggam lenganku.
"kau lihat ? alasan mengapa kau dapat menghentikannya adalah karena kau juga mendengarnya. Panggilan itu"
ia meraih buku catatan Richard dan membuka halamannya.
"ini, tidak tertulis dalam alfabet. aku tak bisa membacanya, tak ada yang bisa. kecuali mereka yang telah ditandai"
aku mundur perlahan darinya, gemetar dari kepala hingga ujung kaki.
"ini tidak benar-benar terjadi" sangkalku. suaraku sama gemetarnya dengan tubuhku.
"lihatlah baik-baik" Professor bilang. masih memegang bukunya didepanku.
"saat ini kau masih melihatnya sebagai manusia, sebelum Dia merubahmu"
aku menatap tulisan didalam buku catatan itu dan untuk beberapa saat, huruf-huruf disana tampak mengabur dan sulit untuk dibaca. lututku terasa begitu lemas.
"apa yang akan terjadi padaku ?"
"hal yang sama yang terjadi pada Richard, kurasa" ia bilang, memungut pistolnya ditanah.
"dan kau punya beberapa bulan sebelum menjadi benar-benar gila"
"bagaimana kau bisa setenang ini ?" tanyaku marah. tapi hanya ketakutan yang kurasakan.
"karena.. tuan.. aku telah melihat hal ini sebelumnya dan akan terjadi lagi"
ia membuka payungnya dan melenggang pergi.
"aku sedikit penasaran tentang apa yang akan terjadi jika aku tak menghentikannya... mungkin kita akan kembali pada zaman dimana tempat ini disebut Arkham"
ia menoleh padaku dan tersenyum.
"tampaknya akan sangat mudah untuk mengakhiri peradaban manusia sekarang ini, bukankah begitu ?"
aku jatuh berlutut ditanah.
"tembak aku !" teriakku. aku bisa merasakan musik memuakkan itu terus bermain dalam kepalaku, memaksaku, menuntunku untuk mengikutiNya.
"tidak bisa" dia bilang.
"kau dalam perlindungannya sekarang, kau bahkan tidak bisa melukai dirimu sendiri. hanya 'yang ditandai' lainnya yang bisa membunuhmu"
aku berdiri dan berjalan terhuyung kearahnya.
"berikan aku pistolmu !"
paksaku dan dia memberikannya begitu saja.
"ayolah..." gumamku saat kutekankan logam besi itu dalam pelipisku.
setelah beberapa saat akhirnya aku menyerah dan memberikan pistolnya kembali pada Professor.
"apa yang harus kulakukan ?" tanyaku pelan.
"hal yang sama seperti yang Richard lakukan" dia bilang, menyerahkan buku catatannya padaku.
"kau mungkin harus menggunakan jaring yang lebih besar, kami hampir saja gagal"
***
dan begitulah, kurasa lebih mudah bagiku menuliskan semua disini. aku memilih orang-orang dengan cara berfikir yang tepat. orang-orang yang telah 'disentuh'.
aku ingin bertanya sesuatu padamu.. apa kau bisa membaca tulisan ini ?
jika memang demikian.. aku minta maaf, aku sungguh minta maaf. Dia memanggilku dan aku tak bisa berhenti. tolong... atas nama Tuhan..
Hentikan Aku..
-The End-
No comments:
Post a Comment