Perkembangan budaya populer yang begitu merebak dewasa ini makin tidak bisa terbendung. Mulai dari masalah gaya hidup (lifestyle), cara berpakaian (fashion), sampai kehadiran sepeda mahal jenis fixie makin menguatkan kehadiran budaya populer. Kemajuan teknologi yang tidak sedang menunjukan tanda-tanda kemacetan juga menjadi faktor penting dalam perkembangan budaya popular. Bagaimana tidak, melalui internet, televisi, radio, dan banyak media lainnya, budaya popular menyebar seperti seekor laba-laba melebarkan jaringnya.
Selain itu,
kemajuan ilmi pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga menyajikan segala bentuk
kemudahan-kemudahan yang disukai masyarakat sehingga menjadi cocok/pas dengan
budaya popular. Hal tersebut menyebabkan begitu banyak dampak terhadap budaya
lokal. Kini budaya lokal yang terkesan tradisional dan “ribet” semakin
kurang digemari para pelajar dan anak muda karena kehadiran “budaya modern” yang lebih praktis.
Namun salah
satu unsur bangsa yang paling terpengaruhi adalah bahasa. Bahasa Indonesia
sebagai bahasa percakapan resmi di Indonesia semakin terkucilkan dengan
kehadiran beberapa bahasa baru yang hadir dan setia menemani masyarakat bahkan
makin hari makin mengalami pembaruan. Bahasa alay dan gaul adalah
contohnya. Seiring perjalanannya, kedua bahasa itu perlahan tapi pasti
mulai menggeser posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan masyarakat
Indonesia sendiri.
Para
anak-anak muda jaman sekarang menganggap bahwa penggunaan EYD dalam obrolan
sehari-hari dianggap kolot dan tidak gaul. Bahkan, di media seperti televisi,
radio, dan majalah pun menggunakan bahasa-bahasa gaul sebagai suatu cara untuk
menarik minat masyarakat terhadap informasi dan hiburan yang mereka sajikan.
Hal ini tentu saja menyebabkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan
benar perlahan tapi pasti akan mengalami
kepunahan sedikit semi sedikit.
Selain itu,
pengharusan penguasaan bahasa-bahasa asing oleh Lembaga Pendidikan sedikit
banyak ikut berpengaruh dalam kemunduran Bhasa Indonesia. Memang penguasaan
terhadap bahasa-bahasa asing penting dalam menghadapi persaingan di dunia
internasional terlebih dalam menghadapi era Globalisasi sekarang ini. Namun,
kecenderungan “pilih kasih” terhadap bahasa asing yang terkesan lebih
diutamakan semakin membuat Bahasa Indonesia makin hari makin terabaikan .
Sehingga kedudukan Bahasa Indonesia di masyarakat semakin lama semakin terkikis
oleh bahasa-bahasa asing.
Dalam
era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan
dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar
bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang
jelas-jelas tidak sesuai dan bahkan tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa
Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar
kemngkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah
tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih
harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati
diri bahasa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang
kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yan berlaku
dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan siatuasi dan kondisi pemakaiannya.
Dengan kata lain, pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai
bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa
Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya.
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai
bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan
terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi
(perguruan tinggi) di seluruh Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas
masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa
daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat
sekolah dasar sampai dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus
menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku
rujukan, karya akhir mahasiswa – skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau
laporan penelitian) yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia,
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian iptek,
dan sekaligus menepis anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi
konsep-konsep iptek.
Sungguh tragis
memang, jika kita mengingat perjuangan para pemuda-pemudi Indonesia yang dengan
penuh perjuangan mendeklarasikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, sebagaimana
dalam point-point sumpah pemuda. Namun para pemuda-pemudi sekarang terkesan
tidak menghargai perjuangan para pemuda pada saat sumpah pemuda. Mereka bahka
seolah-olah mengesampingkannya dan mengutamakan penggunaan bahasa asing, bahasa
gaul, juga bahasa alay. Bahkan dari
melihat hasil ujian nasional Bahasa Indonesia, yang memiliki nilai
rata-rata lebih kecil dari bahasa inggris yang sejatinya bukan bahasa ibu kita.
Seharusnya, setiap warga negara Indonesia
mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu menggunakannya dengan baik dan
benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat menimbulkan rasa nasionalisme dan
rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negara yang baik mesti malu
apabila tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Karena
menurut filosofi yang pernah saya dengar “Bangsa yang baik adalah Bangsa yang
menghargai bahasanya”.
No comments:
Post a Comment